oleh Silvi Wilanda
Dharma adalah ajaran Buddha yang perlu kita praktikkan. Tapi sebenarnya apa sih yang mendorong kita untuk mempraktikkan Dharma? Kita perlu memiliki motivasi yang jelas untuk mempraktikkan Dharma agar praktik yang kita lakukan jadi berarti, sehingga kita bisa semakin semangat dan serius mempraktikkan Dharma. Praktik Dharma dilakukan tidak hanya karena kita adalah seorang Buddhis yang meyakini Dharma adalah ajaran yang baik. Motivasi kita mempraktikkan Dharma seharusnya lebih jauh dan lebih mendasar lagi, yakni untuk mencapai kebahagiaan.
Meskipun motivasi mendasar dari mempraktikkan Dharma adalah mencapai kebahagiaan, setiap praktisi Dharma tidaklah memiliki pemaknaan kebahagiaan yang sama. Pemaknaan kebahagiaan yang berbeda-beda ini didasari dari kapasitas batin yang berbeda-beda dari tiap praktisi. Sang Buddha sendiri membabarkan Dharma dengan berbagai metode yang berbeda sesuai dengan kapasitas batin setiap mahkluk yang mendengarkan ajaran. Berangkat dari hal ini, maka dalam tradisi Lamrim, motivasi para praktisi Buddhis dikategorikan menjadi tiga jenis tingkatan motivasi, yakni motivasi awal, motivasi menengah, dan motivasi agung. Motivasi awal untuk mencapai kebahagiaan di kehidupan mendatang, motivasi menengah untuk mencapai kebahagiaan sejati bagi diri sendiri, serta motivasi agung untuk mencapai kebahagiaan sejati bagi diri sendiri dan semua makhluk.
Meskipun ketiga jenis motivasi disebutkan secara bertingkat, tidaklah pantas untuk memandang suatu motivasi lebih rendah dibanding motivasi yang lainnya. Ketiga jenis motivasi ini bukan soal mana yang lebih rendah dan lebih tinggi, melainkan penggambaran kesinambungan batin setiap praktisi. Jika dianalogikan, ketiga jenis motivasi ini layaknya tingkatan pendidikan formal: SD, SMP, dan SMA. Tingkatan SD tidaklah pantas jika dianggap lebih rendah dan dipandang sebelah mata dibanding tingkatan SMP dan SMA. Ketiganya hanya soal kesinambungan pendidikan setiap individu. Setiap makhluk yang ingin memulai tahapan pendidikan formal tentunya harus melalui tingkatan SD terlebih dahulu. Setelah menempuh pendidikan di tingkat SD, seseorang individu baru bisa beranjak ke tingkat SMP hingga kemudian ke tingkat SMA. Dengan kata lain, tingkatan pendidikan SMA hanya bisa dicapai jika seseorang individu telah memperoleh bekal pendidikan di bangku SMP dan SD. Untuk itu, ketiganya masing-masing tidak pantas dinilai lebih rendah atau tinggi, ketiganya hanya tahapan yang saling berhubungan dan mendukung antara yang satu dengan yang lainnya.
Kemudian, untuk menentukan motivasi praktik Dharma yang tepat bagi kita, kita perlu secara jujur melakukan refleksi atas kapasitas diri kita. Dengan mengakui kapasitas dan tingkatan batin kita secara jujur, maka kita bisa tahu titik mulai kita untuk mulai berlatih mengembangkan kapasitas batin kita. Beranjak dari titik mulai itulah kita bisa secara bertahap mengembangkan kapasitas batin kita.
Motivasi Awal – Mencapai Kebahagiaan di Kehidupan Mendatang
Praktik Dharma paling minimum adalah praktik yang didasari pada motivasi awal, yakni aspirasi untuk mencapai kebahagiaan di kehidupan mendatang. Motivasi ini merupakan motivasi minimal yang dibutuhkan untuk mengubah suatu tindakan menjadi praktik Dharma. Aktivitas yang terlihat sangat sekuler sekalipun adalah praktik Dharma jika didasari dengan motivasi ini. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan karena praktik Dharma memiliki manfaat dan potensi luar biasa yang melampaui tujuan mengejar kebahagiaan di kehidupan sekarang saja. Praktik Dharma adalah bukan soal kebahagiaan sesaat saja (seperti misalnya kehidupan saat ini yang bisa saja terenggut kapan saja oleh kematian), melainkan soal kebahagiaan yang berjangka panjang (paling minimal adalah kebahagiaan bagi kehidupan kita yang mendatang). Hal ini selaras dengan perkataan Geshe Tolungba, “Saudaraku, sungguh-sungguh suatu kebajikan jika menjalankan praktik dana. Tetapi akan menjadi lebih baik jika kamu mempraktikkan Dharma.” Jadi, sekali lagi praktik Dharma bukan soal melakukan kebaikan saja, tapi juga didasari oleh motivasi untuk mencapai kebahagiaan di kehidupan mendatang.
Dengan demikian, tolok ukur seorang praktisi yang sudah memiliki motivasi awal adalah memiliki keyakinan tidak tergoyahkan pada konsep kelahiran kembali serta ketidaklekatan pada kehidupan saat ini. Dua hal ini adalah hal paling mendasar untuk bisa membangkitkan aspirasi mencapai kebahagiaan di kehidupan mendatang.
Selain itu, untuk benar-benar bisa mengupayakan kebahagiaan di kehidupan mendatang, kita juga perlu memaknai dan memanfaatkan potensi kehidupan kita saat ini sebaik-baiknya. Sekarang ini kita memiliki bentuk kelahiran manusia yang bebas dari berbagai halangan dan diberkahi berbagai keberuntungan untuk mempraktikkan Dharma. Kita telah bertemu dengan ajaran Buddha, hidup di masa masih banyak komunitas yang mempraktikkan Dharma, tidak memiliki cacat fisik atau mental, dan lain sebagainya. Tentunya kelahiran manusia ini tidak hanya berharga, namun juga sulit diraih. Banyak bentuk kelahiran yang ada, kita bisa terlahir di alam rendah sebagai makhluk neraka, berbagai jenis hantu kelaparan, berbagai jenis spesies binatang, atau juga terlahir di alam berbahagia sebagai asura, dan dewa. Semua bentuk kehidupan ini merupakan bentuk kehidupan yang tidak ideal untuk mempraktikkan Dharma karena merupakan bentuk kelahiran dengan kondisi yang ekstrim, yakni terlalu menderita dan terlalu berbahagia. Ketika terlalu menderita, jelas kita kesulitan untuk mempraktikkan Dharma. Begitu juga sebaliknya, ketika terlalu berbahagia, kita tidak akan tertarik untuk mempraktikkan Dharma. Jika kita tidak mempraktikkan Dharma, tentu kita tidak memiliki bekal karma baik sehingga hanya ada himpunan karma buruk yang tersisa sehingga penderitaan yang setia menemani kita. Untuk itu, berangkat dari hal ini, bentuk kebahagiaan mendatang yang amat ideal adalah kelahiran kembali sebagai manusia yang bebas dan beruntung seperti sekarang.
Untuk memastikan kita tetap terlahir sebagai manusia dengan kebebasan dan keberuntungan, khususnya tidak jatuh ke dalam bentuk kelahiran alam menderita, kita perlu mengarahkan setiap kebajikan kita untuk kehidupan mendatang, mempraktikkan berlindung serta menjaga sila. Dengan berlindung kepada Triratna, kita menghimpun karma baik yang sangat besar sehingga kita bisa memiliki cukup karma baik untuk terlahir dalam bentuk kelahiran yang membahagiakan serta mempurifikasi segala bentuk karma buruk yang memungkinkan kita terlahir di alam rendah. Kita juga bisa terhindar dari melakukan perbuatan tak bajik dengan menjaga sila.
Motivasi Menengah – Mencapai Kebahagiaan Sejati untuk Diri Sendiri
Meraih kebahagiaan di semua kehidupan mendatang sebenarnya belum cukup. Mengapa demikian? Jawabannya adalah karena kebahagiaan ini bersifat semu, tidak sejati, tidak stabil, dan tidak aman.
Selama kita masih belum terbebaskan dari samsara dan siklus kelahiran kembali, kita masih memiliki potensi untuk terlahir di alam menderita atau terlahir di alam dewa dan asura. Sangat mungkin bagi kita untuk terlahir dalam bentuk kelahiran yang tidak kita inginkan karena kita masih memiliki tabungan karma buruk yang belum berbuah sejak waktu yang tak bermula serta klesha untuk terus melakukan perbuatan buruk. Kita akan terus merasa tidak aman selama berada di alam samsara karena di setiap bentuk kehidupan kita, kita masih perlu terus berjuang untuk bentuk kehidupan kita di masa mendatang.
Selanjutnya, meski misalnya kita dapat memastikan kita selalu terlahir sebagai manusia (meskipun ini adalah hal yang mustahil, karena seorang Bodhisatwa pun tidak lepas dari bentuk kelahiran di alam rendah), hal ini juga tidaklah cukup. Kehidupan manusia yang merupakan bentuk kehidupan yang terunggul sekalipun juga tidak terhindar dari penderitaan, seperti misalnya tidak ada yang pasti dan benar-benar memuaskan. Misalnya status dan teman kita bukanlah hal yang pasti. Semuanya senantiasa berubah. Ataupun lagi meski misalnya mereka memiliki kecenderungan untuk tidak berubah, kematian akan memisahkan kita dari mereka. Sejatinya, sifat alami samsara adalah penderitaan. Pemikiran kita yang keliru melihat penderitaan samsara ini sebagai kebahagiaan.
Berangkat dari hal ini, kita perlu membangkitkan aspirasi untuk mencapai kebahagiaan sejati, tidak hanya sebatas memperoleh kebahagiaan di kehidupan kita yang mendatang. Untuk itu, tolok ukur motivasi menengah ini adalah ketidakmelekatan terhadap kenikmatan samsara yang berarti tidak hanya tidak melekat pada kehidupan ini saja, melainkan juga tidak melekat pada kehidupan mendatang.
Untuk bisa mengembangkan motivasi menengah ini, kita perlu merenungkan sifat alami dari samsara yang penuh ketidakpastian dan ketidakpuasan. Kita bisa memulai perenungan ini ketika kita dihadapi dengan masalah. Bukan hanya lebih memahami sifat alami samsara, beban penderitaan masalah kita juga terasa lebih ringan jika merenungkan samsara dalam masalah keseharian kita.
Motivasi Agung – Mencapai Kebahagiaan Sejati untuk Semua Makhluk
Anggaplah kita sudah meraih kebahagiaan sejati untuk diri kita. Namun, bagaimana dengan orang tua kita, sahabat kita, dan tak terhingga banyaknya makhluk di dunia? Kita juga perlu membantu dan memastikan semua makhluk untuk memperoleh kebahagiaan sejati juga. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan karena kita berutang pada setiap kebaikan yang diberikan oleh semua makhluk.
Di sepanjang masa kelahiran kita sejak waktu yang tak bermula, semua makhluk sudah pernah menjadi bagian dari hidup kita. Mereka pernah menawarkan kebaikan kepada kita, menjadi orang yang terkasih, dan bahkan menjadi ibu-ibu kita. Dalam kehidupan sekarang saja, kenyamanan yang kita miliki tidak pernah lepas dari bantuan orang lain. Misalnya, baju yang kita pakai, nasi yang kita makan, pendidikan yang kita peroleh, gadget yang kita miliki, dan lain sebagainya; tidak lepas dari jasa dan kebaikan hati banyak makhluk.
Tidak hanya itu, karma baik yang kita himpun juga tidak lepas dari jasa dan kebaikan semua makhluk. Untuk dapat berbuat baik, kita berhutang kepada makhluk yang merupakan objek kebajikan kita. Misalnya saja, perbuatan berdana pelita kepada anggota Sangha merupakan bentuk karma baik yang tergantung pada banyak makhluk. Pertama, orang yang mengajarkan kita manfaat berdana pelita; kedua, orang-orang yang berjasa membuat pelita; serta yang terakhir, Sangha itu sendiri sebagai objek kebajikan kita.
Berangkat dari hal ini, maka motivasi agung adalah aspirasi untuk mencapai kebahagiaan sejati bagi diri sendiri dan semua makhluk. Ini adalah motivasi yang terunggul. Setiap hal kecil yang dilakukan dengan motivasi ini memiliki kekuatan dan potensi yang luar biasa dan tak terbatas karena motivasi ini adalah mempersembahkan kebahagiaan yang sejati dan terunggul demi semua makhluk yang tak terbatas.
Saat ini kita memiliki kelahiran sebagai manusia yang sangat berharga. Dikatakan sangat berharga karena dua alasan. Pertama, dikatakan berharga karena kehidupan manusia ini memiliki potensi luar biasa yang tak terbayangkan. Kedua, dikatakan berharga karena kehidupan ini amatlah singkat jika dibandingkan dengan bentuk kelahiran yang lainnya sehingga setiap momen dari kelahiran manusia adalah sangat berharga. Dengan merenungkan hal ini, kita perlu memaksimalkan potensi dan momen kehidupan sebagai manusia dengan menjadikan aktivitas harian kita sebagai praktik Dharma sehingga mendatangkan makna dan kebahagiaan bagi hidup kita. Untuk itu, kita perlu mulai serius lagi merancang hidup kita dengan menemukan motivasi Dharma yang paling sesuai serta mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari kita. Nah, coba lihat ke dalam dirimu, sudah sampai mana kapasitas batinmu? Manakah motivasi yang paling sesuai dengan dirimu?
Referensi:
Dagpo Rinpoche. 2012. LAMRIM: Buddhisme yang Lengkap dan Sistematis. Penerbit Kadam Choeling.
Lamrimnesia.org. (30 Mei 2017). “Bagaimana dan Mengapa Mengikuti Jalan Buddhis Bertahap”.
Lamrimnesia.org. (6 Juni 2017). “Motivasi Tingkat Awal“
Lamrimnesia.org. (13 Juni 2017). “Motivasi Tingkat Menengah dan Agung“