Facebook Twitter Instagram
    Trending
    • SELAMAT HARI ANTIDISKRIMINASI RASIAL INTERNASIONAL
    • Analisis Klesha di Balik Film “The Glory”
    • Bystander Effect, Di Balik Bullying yang Semakin Marak
    • Bullying di Depan Mata. Apa yang kamu lakukan?
    • 23 Buku Dharma Sudah Bisa Dibaca di Scribd
    • Donasi untuk melestarikan dan mengembangkan Buddhadharma
    • Sing Penting Yakin
    • Tiga Bulan YPPLN Berkarya–Triwulan Keempat Tahun 2022
    Lamrimnesia
    • Home
    • Mari Belajar
      • Apa itu Lamrim?
      • Peta Lamrim
      • Topik-Topik Lamrim
    • Wacana
      • Berita
      • Artikel
      • Infografis
    • Buku
      • Daftar Buku Tak Berbayar
      • Resensi
    • Kegiatan
      • Festival Seni & Budaya Buddhis 2018
      • Ananda Project
      • Berbagi Dharma
      • Drepung Tripa Khenzur Rinpoche Indonesia Visit 2017
      • Indonesia Lamrim Retreat 2017
    • Dukungan
      • Dharma Patriot
        • Be a Dharma Patriot
        • Our Patriot’s Adventure
      • Dharma Patron
      • Donasi Buku Berbayar
      • Penyaluran Buku Tidak Berbayar
      • Laporan Tahunan YPPLN
      • Laporan Triwulan
    • Tentang Kami
    • Store
    Lamrimnesia
    You are at:Home » Featured » Virtual Tour & Bedah Buku “Tibet Sebuah Hikayat”: Membongkar Mitos Dunia Fantasi Bernama Tibet
    peta Tibet & foto pembicara Stanley Khu

    Virtual Tour & Bedah Buku “Tibet Sebuah Hikayat”: Membongkar Mitos Dunia Fantasi Bernama Tibet

    0
    By Redaksi Lamrimnesia on December 10, 2020 Berita, Featured, Wacana

    oleh Junarsih

    Rasa penasaran akan asal mula Buddhisme di Tibet membuka mata dan pikiran saya untuk sejenak meluangkan waktu demi menyimak bedah buku “Tibet Sebuah Hikayat” & virtual tour Tibet bertajuk “Kala Buddhisme Menaklukkan Bangsa Barbar” oleh Stanley Khu pada Jumat (5/20). Stanley Khu adalah seorang pemerhati sosiologi, antropologi, dan sejarah Buddhisme sekaligus sebagai kepala editor penerbit YPPLN. Acara ini berlangsung kurang lebih dua jam.

    Seminar virtual ini diawali dengan pemutaran beberapa video tradisi Tibet dalam budaya populer Barat. Stanley Khu kemudian membicarakan tentang Tibet, bangsa nomaden yang pada masa itu dipimpin oleh kaisar atau tsenpo. Tibet pada masa itu sempat menguasai beberapa daerah dan suku melampaui batas wilayah yang kita kenal sekarang ini. Pada tahun 710 M, Tibet menjalin hubungan kerja sama dengan Cina melalui pernikahan tsenpo bernama Tride Tsugtsen dengan putri Cina bernama Jincheng. Di Tibet, Jincheng mengembangkan agama Buddha, memugar kuil, dan membujuk kalangan istana untuk melaksanakan pemakaman secara Buddhis. Ia juga menjadi sponsor bagi biksu-biksu Tibet maupun yang berasal dari negara lain. Namun, ketika wabah cacar menyebar di seluruh Tibet dan menyerang komunitas biksu pendatang, banyak rakyat yang meninggal, tidak terkecuali Jincheng. Buddhisme pun turun pamor karena dianggap membawa wabah.

    Tsenpo Tride Tsugtsen dan Putri Jincheng

    Stigma terhadap Buddhisme tidak bertahan selamanya. Tsenpo Trisong Detsen menetapkan Buddhisme sebagai agama resmi negara. Guru Buddhis dari India bernama Shantarakshita dan Padmasambhava sempat mengajar di Tibet pada masa kaisar Trisong Detsen. Di Tibet, Padmasambhava mengajarkan aneka metode Tantra seperti menemukan sumber air dan memperkenalkan teknik irigasi kepada masyarakat Lhasa. Padmasambhava juga dianggap ingin merebut kekuasaan tsenpo dan akhirnya ia meninggalkan Tibet. Meski Padmasambhava sudah lama meninggalkan Tibet, ajarannya masih terus dikenang dan dipanggil sebagai Guru Rinpoche (Guru yang berharga). Tahun 797, Trisong Detsen harus lengser dan melantik putra kedua, Mune Tsenpo, tapi tidak sampai setahun pemerintahan, ia kemudian meninggal. Lalu Trisong melantik putra lainnya, Senaleg. 

    Tsenpo Trisong Detsen dan Guru Shantarakshita

    Setelah Senaleg, seorang tsenpo baru bernama Tritsug Detsen (lebih dikenal sebagai Ralpachen) berkuasa di Tibet tahun 815. Ralpachen memberi perhatian khusus terhadap perkembangan agama Buddha. Pada masa kekuasaan Ralpachen, ikatan antara Tibet dengan India semakin kuat, dan mengundang tiga guru besar Buddhis India ke Tibet, yakni Silendrabodhi, Danasila dan Jinamitra. Namun, ada kaum bangsawan yang tidak menyukai perhatian Ralpachen terhadap Buddhadharma dan melakukan kudeta. Berakhirnya kekuasaan Ralpachen pun menandai runtuhnya kekaisaran Tibet dan juga silsilah tsenpo. 

    Kemudian Langdarma menduduki takhta sebagai tsenpo baru. Namun, ia memiliki kebiasaan buruk karena suka minum, berburu, dan berpesta. Perdana menteri Langdarma memotong anggaran untuk proyek Buddhis secara drastis. Akibatnya, kehidupan para biksu menjadi melarat hingga sebagian sampai melepas jubah. Biksu Lhalung Palgyi Dorje, kepala biara Samye ke-9, akhirnya memutuskan untuk mengotori tangannya sendiri dan mengakhiri nyawa Langdarma Biksu tersebut berhasil membunuh Langdarma dan melarikan diri ke wilayah timur menuju Kham dengan membawa beberapa kitab Buddhis. Demikianlah akhir bedah bab pertama buku “Tibet Sebuah Hikayat”.

    Dalam sesi tanya jawab ada yang bertanya tentang hal istimewa yang terdapat di Tibet yang menjadikannya tempat belajar Buddhisme. Secara geografis, Tibet juga terletak di Jalur Sutra sehingga banyak berinteraksi dengan negara-negara Buddhis lainnya seperti India, Nepal, dan Cina. Stanley Khu menjelaskan bahwa banyak guru besar lahir di Tibet karena lokasinya kondusif bagi kehidupan agamawan. Biara-biara didirikan dengan tradisi yang merujuk pada sistem pembelajaran skolastik di biara universitas di India, seperti Nalanda misalnya. Banyak kitab Dharma yang telah hancur di India masih bisa ditemukan dalam bahasa Tibet. Tibet ibarat “dititipkan” Buddhisme yang telah mengalami kemerosotan di India. 

    “Ketika negara lain jatuh pada ritualisme, orang Tibet mungkin satu di antara sangat sedikit bangsa yang masih berfilsafat. Mereka yang tetap menjaga Buddhisme agar tidak jatuh menjadi sekadar ritual,” tutur Stanley Khu, “Jadi, orang Tibetlah yang menjaga corak filosofis dari Buddhisme.”

    Dari uraian yang disampaikan oleh Stanley Khu, saya berpikir bahwa Buddhisme untuk masuk di Tibet harus dengan perjuangan yang luar biasa hingga bertumpah darah. Ditambah lagi, adanya kejadian seorang biksu bernama Lhalung Palgyi Dorje yang membunuh tsenpo Langdarma menjadi perenungan untuk saya sendiri, Pantaskah seorang biksu untuk melakukan pembunuhan? Padahal biksu itu seharusnya menjaga winaya. Tidak semua masalah itu diselesaikan dengan cara yang tidak baik. Bisa saja saat itu biksu Lhalung Palgyi Dorje berdiskusi dengan Langdarma. Meski ia adalah kaisar yang suka mabuk dan terkenal bengis, dalam buku “Tibet Sebuah Hikayat” sendiri dikatakan bahwa ia tidak seratus persen anti-Buddhisme. Selanjutnya, hal lain kita petik manfaatnya dari perjalanan Buddhisme di Tibet bagi diri sendiri terlebih dahulu, yakni supaya tidak mudah terjebak dalam pertikaian dan belajar banyak dari tradisi daerah lain supaya pengetahuan semakin bertambah dan bisa berbagi dengan orang lain.

    Inilah babak awal perjalanan Tibet yang tak terpisahkan dari perkembangan Buddhisme di sana. Tibet bukan utopia Buddhis yang dibayangkan oleh sineas dan seniman Barat, melainkan negeri yang nyata dengan segala kemelutnya. Perkembangan Buddhisme di Tibet sendiri berawal dari pernikahan politik dan pertukaran budaya, namun terbelit dalam intrik politik yang berdarah. Di Indonesia, Buddhisme masuk melalui jalur perdagangan yang tergolong damai, tapi apakah perjalanan Buddhisme di Indonesia mulus-mulus saja atau malah penuh gejolak seperti di Tibet?

    Nantikan bedah buku Lamrimnesia berikutnya ya!
    bedah buku lamrimnesia buddha dhamma dharma Tibet Sebuah Hikayat virtual tour

    Website dan artikel ini dapat Anda baca berkat dukungan dari Dharma Patron, penyokong Dharma Mulia dengan berdana secara rutin setiap bulannya untuk menjaga kesinambungan pelestarian dan pengembangan Dharma di Nusantara.

    Jika Anda berkenan, kami mengundang Anda untuk bergabung sebagai Dharma Patriot melalui donasi rutin setiap bulan. Berapapun nominalnya akan sangat bermanfaat bagi Buddhadharma di Indonesia. Klik di sini atau hubungi Lamrimnesia Care (+6285 2112 2014 1).

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    Previous ArticleTiga Jenis Motivasi Praktisi Dharma
    Next Article Liputan: Belajar Matematika Ala Sriwijaya-Nalanda
    Redaksi Lamrimnesia

    Related Posts

    Analisis Klesha di Balik Film “The Glory”

    23 Buku Dharma Sudah Bisa Dibaca di Scribd

    Dharma vs Paham Apokaliptik

    Leave A Reply Cancel Reply

    Dharma Patron Rutin
    Dharma Patron Rutin

    Penyokong Dharma Mulia dengan berdana secara rutin setiap bulannya untuk menjaga kesinambungan pelestarian dan pengembangan Dharma di Nusantara. Berapapun nominalnya, akan sangat bermanfaat bagi Buddhadharma di Indonesia.


    Dharma Patron Non-Rutin
    Dharma Patron Non-Rutin

    Penyokong Dharma Mulia dengan berdana sekali waktu untuk pelestarian dan pengembangan Dharma di Nusantara. Berapapun nominalnya, akan sangat bermanfaat bagi Buddha dharma di Indonesia.


    MEMBERSHIP
    • login
    • register

    Infografis

    Find us At
    • facebook
    • instagram
    Lamrimnesia

    Lamrimnesia

    Yayasan Pelestarian dan Pengembangan Lamrim merupakan sebuah yayasan yang dirikan untuk melestarikan dan menyebarkan tradisi Lamrim guna mendorong bangsa Indonesia, khususnya generasi muda, untuk melakukan praktik Dharma yang didasari oleh ilmu yang nyata sehingga menciptakan perubahan positif bagi seluruh Nusantara.

    Hubungi Kami:

    Call Center Lamrimnesia
    Care - +6285 2112 2014 1
    Info - +6285 2112 2014 2
    email: [email protected]
    facebook: facebook.com/lamrimnesia

    Recent Posts
    March 21, 2023

    SELAMAT HARI ANTIDISKRIMINASI RASIAL INTERNASIONAL

    March 20, 2023

    Analisis Klesha di Balik Film “The Glory”

    March 17, 2023

    Bystander Effect, Di Balik Bullying yang Semakin Marak

    Store
    © 2023 ThemeSphere. Designed by ThemeSphere.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.