Dr. ALEXANDER BERZIN | Ketika kita berupaya berpraktik meditasi, kita bukan hanya duduk dan mulai bermeditasi dengan pikiran yang gelisah dan berkeliaran ke sana kemari dengan tidak tenang. Sebab, bila kita tidak menenangkan pikiran sedikit sebelum mulai bermeditasi, semua sesi meditasi biasanya akan habis dengan pengembaraan mental tentang apa yang mengkhawatirkan kita, yang menyibukkan kita, atau hal-hal yang harus dilakukan: Ayo lalui sesi ini secepatnya, sebab saya masih ada janji atau saya harus mengantar anak-anak ke sekolah, atau apa saja. Mereka akan bangun sebentar lagi・- itu tekanan-tekanan yang mungkin terjadi. Jadi kita perlu menenangkan diri sejenak dan biasanya metode yang digunakan adalah memusatkan diri pada pernapasan. Kemudian, proses sesungguhnya dari meditasi akan bergantung pada kerja-kerja yang dilakukan sebelumnya.
Ada banyak jenis meditasi. Meditasi sendiri berarti melatih atau membiasakan pikiran kita pada sesuatu: pada suatu cara berpikir, pada cara tertentu untuk merasakan, pada pemahaman tertentu, sesuatu seperti itu. Jadi, bila kita akan melakukannya dengan jenis realisasi tertentu, pertama kita perlu mendengarkan; kita perlu mempelajarinya, mencari informasi sebagaimana adanya. Dengan demikian, kita memperoleh apa yang disebut kesadaran yang membedakan yang muncul dari mendengarkan. Kita akan bisa membedakan satu poin tertentu dengan poin lainnya, kenyataan dengan apa yang bukan kenyataan. Ayo kita coba sesuatu yang sangat mendasar dari pelajaran Buddha, Lamrim – tahapan jalan bertingkat – sesuatu tentang kehidupan sebagai manusia yang sangat berharga.
Kita sudah mempunyai kehidupan sebagai manusia yang sangat berharga, jadi kita perlu mempelajari definisinya. Apa definisi kehidupan sebagai manusia yang sangat berharga? Kehidupan sebagai manusia yang sangat berharga adalah kehidupan yang dipenuhi dengan apa yang saya sebut sebagai jeda-jeda dari situasi-situasi yang sangat sulit yang bisa kita alami. Karena kita tidak berada dalam situasi itu, kita memiliki jeda; ini adalah jeda sementara, temporer, semacam rehat dari itu semua. Ini bukan berarti kita bebas darinya selamanya; kita hanya mendapatkan rehat sementara dari segala jenis situasi teramat sulit dan kita memiliki banyak sekali kesempatan. Itulah kehidupan sebagai manusia yang sangat berharga. Ada daftar delapan belas hal yang menjadi sumber bagi kita untuk mendapatkan jeda atau mendapatkan kesempatan yang memperkaya hidup kita.
Mendapatkan satu dari mereka bisa berarti kita memiliki jeda dari satu jenis situasi mengerikan yang membuat kita tidak memiliki waktu luang untuk belajar dan berpraktik. Ini digambarkan melalui berbagai alam keberadaan. Apakah kita menerimanya secara harfiah atau tidak, itu urusan lain, namun kita bisa membayangkan Baghdad dan merenungkan betapa beruntungnya kita yang kampung halamannya bukan Baghdad, yang tidak berada di sana. Saya tinggal di Berlin, memiliki beberapa mahasiswa senior yang memiliki pengalaman merasakan perang di masa kecil. Mereka ingat seperti apa rasanya menjadi anak-anak di bunker, di ruang bawah tanah rumah, tidur di gudang bawah tanah yang lembab dengan dua puluh atau tiga puluh orang lainnya. Bukan hanya tidur, tetapi juga benar-benar ketakutan ketika mendengar bom-bom dan pesawat melintas di atas kepala. Dan juga seperti apa di masa setelah perang. Kita tahu dan bisa lihat gambar kota-kota ini dan semua tampak seperti Hiroshima setelah perang; maksud saya, benar-benar terbakar dan hancur dibom. Salah satu mahasiswa wanita menceritakan betapa bertahun-tahun sebagai anak kecil mereka harus hidup di tempat pengungsian, di ruangan yang padat bersama sekitar dua puluhan orang lainnya. Orang saling mencuri makanan, toilet tidak berfungsi; ada tiga puluh orang dan airnya tidak mengalir, jadi bagaimana menyiram toilet bekas pakai tiga puluh orang? Mereka terpaksa berbagi satu toilet tanpa air. Kenyataannya, ini sangat-sangat mengerikan.
Demikian pula, orang-orang di Baghdad mengalami hal serupa; orang-orang di Bosnia juga; orang-orang di Rwanda pun sama. Ini terjadi secara berkala di dunia kita, dan pada titik tertentu, giliran kita bisa jadi tiba. Dan betapa indahnya karena kita memiliki jeda dari itu semua.
Kita mungkin mengalami sedikit dari itu – 9/11, tetapi ini tidak dapat dibandingkan dengan Perang Dunia II. Kita tidak memiliki pengalaman kampung halaman kita dibom dan dibakar. Inilah jeda yang kita miliki. Inilah kebaikan yang kita miliki. Dan kita memiliki kesempatan untuk mengikuti apa pun yang kita inginkan dengan bebas.
Inilah definisi dari kehidupan sebagai manusia yang sangat berharga. Kita mungkin hanya mendengar kata-kata dan tidak benar-benar mengetahui apa maksudnya. Katakanlah kita mendengar kata 徒ehidupan sebagai manusia yang sangat berharga・dan kita tidak benar-benar tahu definisinya. Jadi kita tak tahu apa makna sesungguhnya. Kita hanya mendapatkan gagasannya, ide dari kata-kata tanpa makna mendalam yang berkaitan dengannya. Dan kita mungkin menduga – ada dugaan di sini – bahwa ini benar, tetapi kita tidak benar-benar memahaminya. Saya menganggap ini benar, karena guru saya mengatakan demikian. Saya menghargai guru saya, jadi oke, saya bisa sedikit terbuka. Itulah langkah pertama – Kita harus mendengarkan, mendapatkan informasi – dari kehidupan sebagai manusia yang sangat berharga.
Langkah kedua adalah kita harus berpikir tentang itu. Kita harus merenungkannya, merenungkan maknanya. Dan ini berarti memikirkan dalam cara yang logis. Apa definisi kehidupan sebagai manusia yang sangat berharga dan kenapa ia berharga? Seperti misalnya, saya lahir sebagai manusia dan saya tinggal di lingkungan yang damai – lingkungan yang relatif damai – bukan di wilayah perang. Ini adalah lingkungan yang sangat berharga untuk berpraktik dan merealisasikan Dharma. Jadi, saya bebas dari keberadaan di wilayah perang – inilah urutan sebab akibatnya, inilah logikanya: bebas dari keberadaan di wilayah perang dan lepas dari ketakutan dari kehidupan di bunker atau sejenis kamp pengungsian, tempat semua orang saling mencuri dan jorok – bebas dari itu semua adalah kesempatan yang sangat berharga untuk berpraktik dan belajar. Dan kita perlu meyakini kenapa ini berharga: karena kita bebas dari kesulitan-kesulitan. Dan kita harus benar-benar yakin bahwa urutan sebab akibat membuktikan tesis kita dengan logika. Bebas dari berbagai situasi buruk membuktikan bahwa kita memiliki kehidupan sebagai manusia yang sangat berharga dan banyak kesempatan yang bisa digunakan.
Jadi kita harus berusaha mencernanya dan berpikir. Inilah proses keseluruhan dari merenungkan: Apa yang akan terjadi bila saya ada di salah satu dari wilayah-wilayah perang ini? Apa yang akan terjadi bila saya tahu bahwa musuh akan menjatuhkan bom di kota saya dalam beberapa hari dan mungkin aliran air diputus, dan saya tinggal di gurun yang sangat panas, dan siapa yang tahu kapan habisnya air? Jadi, kita mulai mengisi bak mandi. Lupakan soal cuci-mencuci sekarang; isi bak mandi. Kita isi semua panci dan wajan sebanyak mungkin sebab mungkin nanti tidak ada lagi air. Dan lupakan soal keluar dan membeli air kemasan dalam botol. Kita mungkin tertembak. Jadi, cobalah bayangkan seperti apa kondisinya. Berapa banyak lilin yang harus kita beli di luar? Sebab, pasti listrik akan padam. Dan sekarang harga lilin akan dua puluh kali lipat lebih mahal ketimbang sebelumnya, bahkan mungkin seratus kali lipat. Jumlahnya pun terbatas. Bayangkan pula antriannya dan pertengkaran di dalamnya. Beberapa orang kaya datang dan ingin membeli semua lilin. Bagaimana perasaan kita dalam situasi ini? Bayangkan seolah-olah ini nyata adanya.
Saya mendapati hal ini sangat menyentuh, sebab saya mempunyai banyak materi di portal tentang dialog Buddha-Islam yang saya ikuti. Dan saya mendapatkan surat elektronik dari seseorang yang mengatakan dia datang dari negara Muslim dan sudah menjadi seorang Buddhis, dan mungkin dia satu-satunya Buddhis di negerinya. Itu sangat berbahaya, sebab berganti agama sangat tidak diterima di masyarakatnya. Namun, dia mendapati materi-materi itu sangat menginspirasi, sangat indah, terutama tentang cara menjelaskan Buddhisme dari sudut panjang Islam. Dia juga menawarkan untuk menerjemahkan artikel-artikel di portal tersebut ke dalam bahasa Arab. Saya bilang, Luar biasa, hebat!・Saya tanya dia, Dari mana asalmu, di mana kamu tinggal?・Dia menulis balik, Baghdad.・Itu membuat saya sangat, sangat tersentuh.
Ini mungkin sekitar dua atau tiga minggu sebelum Perang Irak dimulai. Saya pun berhubungan melalui surat elektronik dengan lelaki ini. Kami bertukar surel, dan dia menulis kepada saya sekitar dua jam sebelum bom mulai berjatuhan, sebelum perang dinyatakan, dan dia masih mengatakan, Jangan khawatir, kami sudah terbiasa dengan hal-hal ini.・Dan maksud saya, itu tengah malam; lelaki ini pasti terjaga sepanjang malam. Setiap orang benar-benar ketakutan: Kapan bom-bom mulai dijatuhkan?・Mampukah kita mencoba tidur dengan mengetahui bahwa setiap menit sirene tanda bahaya bisa menyala dan kita mungkin tidak memiliki bunker di rumah? Jadi, apa yang akan kita lakukan: bersembunyi di bawah tempat tidur? Apa yang akan kita lakukan? Apakah bak mandinya sudah benar-benar penuh? Mungkin masih ada panci lain yang bisa saya isi air? Mengerikan! Untuk saya, ini jauh lebih nyata, sebab sekarang saya mengenal seseorang yang berada di sana, yang benar-benar menghadapi pengalaman mengerikan ini. Dia hanya lelaki miskin dan lugu, hanya seorang mahasiswa. Apakah dia akan bisa mengikuti ujiannya, menyelesaikan kuliahnya, dan melanjutkan hidupnya?
Jadi, kita melakukan ini dalam meditasi, dalam perenungan kita. Sekarang ini sedikit lebih nyata untuk kita. Betapa beruntungnya kita bebas dari itu semua, memiliki jeda dari itu semua dan tidak berada di dalamnya sekarang. Tak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tetapi setidaknya saat ini kita bisa bersyukur! Ini adalah sejenis fiuh!, seperti beban yang diangkat dari pundak ketika mengetahui bahwa kita bebas dari hal-hal tersebut. Dan kemudian kita berpikir: 溺aksud saya, bila saya berada dalam situasi itu, kesempatan seperti apa yang saya punya untuk bisa belajar, bisa berpraktik?・Tentu, jika kita praktisi yang sangat terlatih, mungkin kita bisa tetap berpraktik, tetapi faktanya kita masih pemula. Dan tentu tidak dengan dua puluhan orang yang berdesakan di satu ruangan dan semuanya ketakutan. Tidak ada kesempatan bagi praktik.
Jadi, kita bersandar pada urutan sebab akibat ini: karena saya bebas dari semua itu, saya memiliki kehidupan sebagai manusia yang sangat berharga. Dan kita mendapatkannya melalui pemahaman yang inferensial (berdasarkan fakta dan argumen), kesimpulan – berdasarkan urutan sebab akibat. Ini bukan hanya soal memiliki kehidupan sebagai manusia yang sangat berharga, tetapi memiliki kehidupan sebagai manusia yang berharga karena kita bebas dari situasi-situasi sulit tertentu. Landasannya adalah sebab; ada alasan untuk itu. Ini pernyataan yang valid, bukan sekadar pernyataan biasa. Jadi, kita memiliki ide yang merupakan gagasan yang penuh makna.
Ada perbedaan antara ide yang berupa kata-kata kosong dan ide yang berupa gagasan penuh makna. Jadi kita bisa fokus meyakini kehidupan sebagai manusia yang sangat berharga dengan gagasan yang penuh makna. Ini menghasilkan cara yang valid untuk megetahui dan ada keyakinan: saya sudah memikirkannya dalam-dalam. Ada beberapa alasan untuk memahami ini, bukan hanya sekadar berpikir dan percaya: ini benar! Ini keyakinan: ini benar, saya benar memiliki kehidupan sebagai manusia yang berharga, saya tak bimbang soal ini. Tentu, kita bisa menyesali diri sendiri: Betapa malangnya saya! – untuk alasan apa pun. Tapi kemudian kita bisa melihat: sebuah televisi yang rusak bukanlah kondisi yang parah; ini tidak terlalu parah, tidak terlalu parah.
Ketika suatu kali kita meyakini sesuatu, maka inilah kesimpulan dari proses perenungan – cara yang valid untuk mengetahui apa yang mendasar dalam urutan sebab akibat. Kita pun menuju tahapan sesungguhnya yang disebut sebagai meditasi. Di sini, apa yang ingin kita lakukan adalah mencerna, membiasakan diri dengannya, benar-benar menjadikannya bagian dari keseluruhan cara hidup kita, memadukannya dengan kehidupan kita. Dan ada dua perbedaan langkah yang ada di sini. Yang pertama biasanya disebut sebagai meditasi analitis – saya tidak menemukan istilah yang memadai. Istilah yang lebih saya suka adalah meditasi pemahaman (discerning meditation), mencoba memahami sesuatu. Itulah bagian analitisnya.
Jadi, ada yang dinamakan meditasi pemahaman, dan yang kedua adalah apa yang saya sebut sebagai meditasi stabilisasi. Dalam meditasi pemahaman, kita memiliki beberapa langkah. Faktor-faktor mental yang akan terlibat dalam proses ini adalah dua faktor mental utama. Yang pertama disebut deteksi kasar, demikian saya menyebutnya, dan kedua adalah ketajaman subtil. Di beberapa konteks ini bisa berarti investigasi dan meneliti. Deteksi kasar ini misalnya dalam kasus mengoreksi satu halaman dan secara sepintas menemukan kesalahan. Kita tidak mencari rincian yang detail, melainkan hanya sekadar menginvestigasi apakah sesuatu perlu dikoreksi atau tidak. Kita menginvestigasi: oh ya, perlu dikoreksi; dan kemudian, ketajaman subtil tadi akan meneliti lebih lanjut poin per poin dan memperbaikinya. Ini yang akan kita gunakan, setidaknya di beberapa aspek dari meditasi pemahaman.
Apa yang perlu kita periksa adalah diri kita sendiri. Kita telah mempelajari definisi dari kehidupan sebagai manusia yang sangat berharga, dan sudah mengerti, menginvestigasi: apakah saya benar memiliki kehidupan sebagai manusia yang sangat berharga itu? Bagaimana saya bisa mendapatkannya, apa saja aspek-aspeknya, apakah ini cocok dengan saya? Dan kita menginvestigasi secara kasar dan mendeteksi kebebasan kita dari wilayah perang, kebebasan kita dari kungkungan ketakutan atau kelaparan atau sakit atau jenis-jenis situasi yang sangat sulit. Dan walaupun kita setiap kali mengalami penderitaan dan mengalami ketakutan dan dihantui, tetapi berapa skala untuk mengetahui seberapa buruk itu terjadi? Dan pada akhirnya, kita memahami bahwa diri kita bebas dari berbagai jenis situasi yang menyedihkan. Apakah kita benar-benar menyukainya? Ya! Sekarang kita mampu memahami bahwa kita memang memiliki kebebasan itu. Kita tidak berada di wilayah perang; kita tidak terus-menerus berada di situasi yang tak menyenangkan.
Sekali lagi, itulah langkah pertamanya. Langkah berikut adalah menuju urutan sebab akibat lagi. Bukan untuk mendapatkan pemahaman, tetapi untuk bisa membangkitkan pemahaman valid yang berasal dari bukti dan argumentasi. Ini yang kita ingin lakukan: Ok, saya sudah memahami berdasarkan bukti dan argumentasi, saya sudah memiliki kebebasan dari kehidupan di wilayah perang. Sekarang kita lanjut sesuai urutan sebab akibat: dengan demikian saya memiliki kehidupan sebagai manusia yang sangat berharga.
Jika seseorang bebas dari keberadaan di wilayah perang, ia memiliki kehidupan yang sangat berharga. Kita bebas dari keberadaan di wilayah perang, jadi kita memiliki kehidupan sebagai manusia yang sangat berharga. Dengan urutan sebab akibat ini, kita mendapatkan kesimpulan valid bahwa kita memiliki kehidupan sebagai manusia yang sangat berharga. Ini menjadi proses dalam melakukan meditasi yang berdasarkan fakta dan argumentasi. Dan kita harus aktif melalui proses ini. Jadi, ini bisa disebut proses mental verbal.
Itu hanya sebagian saja. Bagian sesungguhnya dari yang kita inginkan adalah bagian nonverbal. Apa yang ingin kita lakukan adalah memahami, secara aktif memahami diri kita sendiri memiliki kehidupan sebagai manusia yang sangat berharga; untuk memahami itu, untuk mengerti, dan membedakannya – yakni membedakan kesadaran yang muncul dari meditasi. Dan kita kemudian fokus di situ. Dengan pemahaman aktif – yaitu meditasi pemahaman.
Kemudian, masih ada meditasi stabilisasi. Caranya, kita hanya fokus pada kehidupan sebagai manusia yang sangat berharga tanpa secara aktif memahami semuanya secara rinci, tanpa memahami ini dan itu. Ini sejenis perasaan bahwa kita memiliki kehidupan sebagai manusia yang sangat berharga, dan kita tenggelam di dalamnya; inilah stabilisasi. Inilah apa yang kita cari: konsentrasi sempurna. Kita sepenuhnya yakin bahwa kita mampu melihatnya dan memahami maknanya secara valid, dan sekarang kita mencoba merasakannya, tenggelam dalam konsentrasi itu. Dan tentu saja akan perlu waktu sejenak untuk menenggelamkan diri dan waktu sejenak lainnya untuk menghasilkan perbedaan.
Apa yang selalu saya tunjukkan kepada orang-orang adalah bahwa kemajuan ini tidak linear: ia tidak akan selalu membaik setiap kali kita bermeditasi. Samsara secara umum bersifat naik turun. Jadi, akan selalu ada naik turun sampai kita mencapai pembebasan – menjadi Arhat atau makhluk yang terbebaskan. Sebelum itu, akan selalu ada naik turun. Terkadang kita merasa ingin meditasi, kadang-kadang tidak. Terkadang semua berjalan baik, kadang-kadang tidak. Seperti kata Serkong Rinpoche: Tidak ada yang istimewa.・Tidak ada yang istimewa soal itu – tidak ada yang mengherankan. Jadi tidak ada alasan untuk merasa kecewa. Hari ini kita merasa malas bermeditasi – ya, lalu kita perlu memiliki yang disebut keteguhan-seperti-baja: kita terus bermeditasi, terus melakukannya. Renungkan seperti ini: Saya tidak suka ini, jadi saya perlu lebih disiplin.・Sebab, tentu saja, kita tidak akan menyukainya, dan jika ia tidak berlangsung terlalu baik hari ini, kita lihat saja besok seperti apa. Tidak ada kritik soal ini, alami saja; dalam beberapa hari mungkin akan menjadi lebih baik. Ini sangat gamblang. Lagipula, apa yang kita harapkan? Ini toh samsara. Jadi, kita fokus saja seperti itu.
Sekarang, catat bahwa ketika kita berbicara tentang meditasi pemahaman dan stabilisasi, tahapan ini masih konseptual, masih soal gagasan terkait apa makna kehidupan sebagai manusia yang sangat berharga. Dan inilah ide tentang kehidupan sebagai manusia yang sangat berharga, sesuatu yang mewakili pemikiran-pemikiran kita melalui perkataan ataupun perasaan. Sangatlah penting untuk memiliki ide dalam bentuk perkataan ataupun perasaan.
Dan sekarang, kita bertanya, Bagaimana pemahaman intuitif seperti ini sesuai dengan karakteristik pemahaman intelektual Barat kita?・Sesungguhnya, keduanya sangat cocok. Apa yang kita sebut sebagai pemahaman intelektual adalah gagasan verbal melalui perkataan. Dan pemahaman intuitif berfokus pada perasaan atau gambaran mental. Akan tetapi, intinya, keduanya adalah konseptual dan keduanya bisa menjadi akurat maupun tidak akurat. Intelektualitas bisa benar dan bisa juga tidak. Perasaan bisa berupa perasaan akurat atau sepenuhnya aneh dan janggal.
Jadi, yang paling penting adalah keduanya, terlepas dari apa sebutan kita terhadapnya. Mereka perlu didampingi dengan pemahaman yang benar dari makna kata-kata ataupun dari makna perasaan. Lebih jauh, agar mampu mencerna pemahaman itu, kita perlu berkonsentrasi padanya dengan keyakinan. Bila kita mampu berkonsentrasi padanya dengan keyakinan total yang sebenar-benarnya, kita bisa menyebutnya sebagai pemahaman mendalam, atau keberanian memahami dalam terminologi Barat. Kemudian, ketika pemahaman mendalam ini diiringi dengan emosi konstruktif/membangun – seperti penghargaan pada kehidupan sebagai manusia yang sangat berharga ini selaku faktor mental – maka kita bisa menyatakan bahwa kita secara emosional tergerak oleh pemahaman kita sendiri. Dan kita bisa membawa transformasi. Itu bisa menghasilkan transformasi.
Kemudian, bila kita ingin mengubah pemahaman konseptual menjadi pemahaman nonkonseptual, kita harus tahu terlebih dulu apa maknanya. Sebab, banyak orang hanya menyamakan konseptual dengan intelektual, yang mana tidak selalu benar. Kita bisa mempunyai, seperti saya katakan, satu perasaan yang mewakili sesuatu. Hanya karena ini bukan verbal bukan berarti ini bukan konseptual. Demikian pula, pemahaman nonkonseptual adalah satu pemahaman yang fokus pada sesuatu yang tidak melalui medium gagasan. Kita tidak harus bersandar pada urutan sebab akibat – itu yang pertama. Kita bisa memahami sesuatu yang saat ini harus kita bangun terlebih dulu melalui urutan sebab akibat – saya memiliki kehidupan sebagai manusia yang sangat berharga, karena saya bebas dari ini dan itu, atau situasi menyedihkan ini dan itu.・Artinya, kita bisa memiliki pemahaman konseptual yang tidak berdasarkan urutan sebab akibat. Kita tidak harus melalui urutan sebab akibat – kita meraih pemahaman begitu saja. Kita bisa saja hanya berpikir – 鉄aya memiliki kehidupan sebagai manusia yang sangat berharga・- dan pemahaman beserta keyakinan pun serta-merta hadir. Karena kita sudah bekerja melalui urutan sebab akibat sebelumnya, kita tidak harus melaluinya lagi. Namun, kita masih perlu melalui ide kehidupan sebagai manusia yang sangat berharga. Itu semacam konsepnya; baik verbal, perasaan, atau apa pun.
Nonkonseptual adalah tanpa gagasan. Tetapi, apakah ia mudah dipahami? Bagaimana mengetahui kalau ia mudah dipahami? Apakah perbedaannya? Apa yang menjadi terang? Betapa terang perasaan ini, betapa terang pemahaman memiliki kehidupan sebagai manusia yang sangat berharga. Dan sekali lagi, untuk mampu memahami apa yang kita sudah tahu, apa artinya menjadi terang, apa makna gelap? Kita harus mampu mengenali semua ini dalam pengalaman kita. Jadi, mempelajari faktor-faktor mental dan jalan pengetahuan sangatlah relevan bagi kemajuan spiritual kita serta bagi pemahaman kita atas pengalaman sehari-hari.
Sumber: studdybudhism.org | Diterjemahkan oleh Nina Susilo