Siapa yang pernah main Persona? Seri video game buatan ATLUS ini bisa dibilang merupakan salah satu seri video game paling beken di kalangan penggemar role playing game dan Jejepangan. Sebagai pemain, kita bisa berperan sebagai remaja SMA Jepang yang punya kekuatan spesial, mengungkap misteri yang berkaitan erat dengan isu sosial, juga menjalani kehidupan sekolah, menjalin hubungan persahabatan dan asmara, hingga kerja sambilan. Selain itu, kalau kita menyelami tema cerita yang diangkat seri ini (khususnya Persona 3, 4, dan 5), ternyata kita bisa menemukan “simulasi” praktik Dharma ala Lamrim lho! Coba kita bedah satu per satu…
Pertempuran Melawan Klesha
Seperti kebanyakan game bergenre serupa, pemain bisa bertarung melawan beraneka ragam monster dengan kekuatan super. Namun, dalam seri persona, monster ini bukan monster biasa. Mereka disebut “shadow”, manifestasi dari emosi negatif atau sisi gelap diri yang disembunyikan. Walau ada sedikit perbedaan, secara umum konsepnya sama. Semakin emosi negatif ini menjadi-jadi, semakin kuat pula monster yang harus dihadapi.
Bagaimana cara melawan shadow? Tokoh-tokoh dalam serial game ini menggunakan kekuatan yang disebut “Persona”. Persona ini sendiri merupakan manifestasi dari diri masing-masing karakter yang sesungguhnya dan sudah diterima seutuhnya dalam wujud dewa, makhluk mistis, atau tokoh-tokoh dalam legenda. Saat bertarung, pemain perlu mempelajari kelemahan yang dimiliki shadow dan menyerang dengan skill Persona yang sesuai.
Sebagai seorang Buddhis, bergumul dengan emosi negatif adalah aktivitas kita sehari-hari. Bisa dikatakan bahwa praktik Buddhis yang sesungguhnya adalah mengendalikan batin, termasuk mengelola berbagai macam emosi yang kita rasakan. Untuk menaklukkan klesha (faktor mental negatif) yang mendasari emosi negatif seperti rasa marah, iri, cemas dan sebagainya, kita butuh hal-hal positif seperti kemurahan hati, kesabaran, welas asih, atau kebijaksanaan. Kualitas ini bisa kita temukan dalam Dharma dan digambarkan dalam wujud para Buddha dan Bodhisatwa.
Jadi, kalau dalam game kita memanggil Persona untuk menaklukkan shadow, di dunia nyata kita mengandalkan Triratna untuk menaklukkan “shadow” dalam pikiran kita! Selain itu, setiap klesha kita juga punya kelemahan terhadap sifat bajik tertentu, sama seperti shadow yang punya kelemahan dan lebih efektif jika diserang dengan skill Persona tertentu. Semua bisa kita pelajari lewat Dharma.
Baca tentang kelemahan “shadow” dalam batinmu skill lawannya di sini.
Memento Mori – Persona 3 & Perenungan Kematian
Persona 3 bercerita tentang merebaknya “penyakit” yang disebut Apathy Syndrome. Penderita penyakit ini secara fisik baik-baik saja, tapi mereka menghabiskan waktu dengan bengong, tidak ada keinginan untuk melakukan apapun, seolah segalanya sia-sia, tinggal tunggu ajal menjemput. Diduga penyebabnya tersembunyi dalam “dark hour”, waktu “tambahan” tepat saat pergantian hari pukul 12 malam. Selama dark hour, orang-orang terlelap sementara shadow berkeliaran. Namun, sekelompok remaja yang memiliki potensi khusus bisa tetap bangun saat dark hour dan memanggil Persona untuk melawan shadow.
Bagaimana cara mereka memanggil Persona? Mereka harus membangkitkan potensi penuh mereka dengan menempatkan diri mereka di ambang kematian, digambarkan dengan menembak kepala mereka sendiri dengan semacam pistol.
Kematian dan ketidakkekalan dalam Buddhadharma merupakan topik yang sangat penting, khususnya di motivasi awal dalam struktur Lamrim, yaitu memastikan kebahagiaan di kelahiran berikutnya. Karena kematian pasti tiba, tapi waktunya tak pasti, ia ibarat baterai super yang mendorong kita untuk memanfaatkan waktu yang kita miliki saat ini sebaik-baiknya dan memaksimalkan potensi kelahiran kita sebagai manusia.
Selain itu, penggambaran Apathy Syndrome juga menjadi cermin untuk kita: apakah kita sudah memanfaatkan kelahiran kita sebagai manusia yang berharga ini? Jika kita hanya makan, tidur, sekolah karena disuruh, untuk tanpa berupaya meraih sesuatu yang benar-benar berarti, maka kematian akan menjadi momok yang menyedot habis seluruh energi kita.
Sebaliknya, Dharma menunjukkan bahwa kita punya untuk memanfaatkan tubuh manusia ini semaksimal mungkin, pertama-tama untuk memastikan kita lahir kembali di alam bahagia di kehidupan mendatang. Kita pun bisa jadi seperti para tokoh Persona 3 yang menjadikan ingatan akan kepastian kematian sebagai motivasi alih-alih tragedi.
Reach Out to the Truth – Persona 4 & Kabut Ketidaktahuan
Sebelum ada media sosial, ada televisi yang identik dengan hiburan, pertunjukan, dan kepura-puraan. Namun, di Personal 4, semua orang justru “bermain peran” di dunia nyata untuk menutupi hasrat terdalamnya yang bersembunyi di dunia di balik televisi. Dunia dalam TV ini sendiri bisa diakses pada malam hari saat hujan deras. Di dalamnya, shadow bersembunyi di balik kabut dan menjadi ganas setiap kabut itu hilang sebulan sekali. Di saat yang sama, pembunuhan berantai menjadi momok di kota kecil yang menjadi latar cerita.
Tokoh-tokoh Persona 4 masuk ke dunia di balik TV dan berhadapan dengan shadow dalam bentuk diri mereka sendiri, diri yang menuntut keinginan egoisnya terpenuhi. Ketika mereka merespon tuntutan si ego ini dengan penolakan, ia berubah menjadi monster yang mengamuk.
Namun, ketika monster ini berhasil ditenangkan dan si tokoh berani menerima, ia berubah menjadi Persona dan menjadi kekuatan bagi para tokoh yang menuntun mereka untuk mengungkap misteri satu per satu.
Buddha telah mengungkap bahwa setiap hal yang kita lakukan selama ini sesungguhnya hanyalah untuk melayani “tuan” berupa ego yang mementingkan diri sendiri, hasil dari kumpulan karma dan klesha yang mengikuti selama berkehidupan-kehidupan.
Kita bersikap ramah karena ingin disayang, membantu supaya dipedulikan, membagikan cerita lucu supaya diperhatikan, dan masih banyak lagi gebrakan yang kita buat. Hal-hal yang kita kira “sifat” atau “kepribadian” ternyata hanyalah cara untuk memenuhi suatu kebutuhan yang tidak kita sadari keberadaannya.
Di tengah banjir distraksi seperti media sosial, hiburan, dan kesibukan sehari-hari, kita tidak sempat mengambil waktu untuk mengenal diri kita sendiri. Kita seolah-olah hidup dalam kabut. Jangankan melihat ke mana kita melangkah, tangan kita sendiri pun tidak terlihat jelas. Akibatnya, kita bahkan terpaksa melakukan hal-hal yang tidak kita inginkan dan mengalami berbagai macam penderitaan sementara akarnya tidak pernah terurus. Namun, kabut ini “menyenangkan”. Dia melindungi kita dari perihnya penderitaan samsara. Ketika Buddha datang dan menunjukkan kebenaran bahwa hidup ini sebenarnya menderita, kabut itu mulai memudar, tapi kita jadi harus mengalami ketidaknyamanan yang luar biasa.
Ketika kita memberanikan diri untuk menghadapi kebenaran yang “tidak nyaman” itu, lalu duduk diam tanpa distraksi dan melihat ke dalam, barulah kita bisa melihat diri kita yang sesungguhnya, menerima dia apa adanya, lalu mengubah dia pelan-pelan agar bisa meraih kebahagiaan sungguhan sesuai dengan apa yang Buddha ajarkan.
Setelah menangkap pelaku pembunuhan berantai dalam Persona 4, pemain akan ditanya berulang kali apakah sudah “puas” dengan jawaban yang mereka dapat.
Saat itu, kondisinya adalah si pembunuh sudah ketahuan, tokoh utama sedang bersiap-siap pulang ke kota asalnya, tapi kabut dalam dunia TV juga keluar ke dunia nyata dan memengaruhi orang-orang. Jika diiyakan, maka kisah berakhir dengan para tokoh melanjutkan hidup apa adanya tanpa mengungkap misteri apapun. Kota masih terselimut kabut, warganya makin linglung dan pelan-pelan berubah menjadi shadow. Namun, jika pemain memilih untuk terus berusaha mencari kebenaran yang sesungguhnya, barulah permasalahan bisa dituntaskan sampai ke akar.
Titik ini mirip dengan proses perkembangan praktisi Buddhis dari motivasi awal ke motivasi menengah dalam struktur Lamrim. Katakanlah kita sudah aman dari kelahiran di alam rendah, apakah kita akan puas sampai di situ saja? Kalau sekarang kita mati dan lahir kembali jadi dewa, karma baik kita akan habis, lalu kita harus mati dan lahir lagi di alam rendah. Belum lagi setiap alam kehidupan juga tidak luput dari penderitaan karena ketidakpastian, ketidakpuasan, dan sebagainya karena ketidaktahuan yang membuat kita salah memahami realita, terikat klesha, dan terus menghimpun karma sehingga terjebak dalam siklus lahir dan mati. Satu-satunya jalan keluar adalah berjuang untuk memotong rantai karma dan klesha dengan merealisasikan kebenaran sejati.
Reach out to Buddha’s Truth dengan membaca buku ini.
Wake Up Get Up Get out There – Persona 5 & Berani Berjuang untuk Banyak Orang
Ketika pertama kali diumumkan, Persona 5 hadir dengan teaser seperti ini:
Analogi budak, narapidana, dan penjara cukup umum digunakan untuk menggambarkan situasi kehidupan di samsara dalam kitab-kitab Buddhis. Sebaliknya, tujuan akhir umat Buddha seringkali disebut dengan istilah “pembebasan”. Logikanya sangat sederhana. Siapapun yang terpenjara pasti ingin bebas.
Namun, Persona 5 tidak menawarkan kebebasan. Ia menawarkan “pemberdayaan”. Buddha mungkin tidak menggunakan istilah yang sama, tapi pemberdayaan ini cukup cocok menggambarkan praktisi Buddhis motivasi agung dalam struktur Lamrim yang bercita-cita meraih pencerahan tertinggi untuk menolong semua makhluk meraih pembebasan. Kita yang selama ini diperbudak oleh karma dan klesha ternyata bukan hanya bisa membebaskan diri, tapi juga jadi “berdaya” dalam artian bisa menolong orang lain untuk bebas juga.
Baca kiat berdaya ala Buddhis di negeri +62 di sini.
Kisah Persona 5 sendiri dibuka dengan seorang remaja ditangkap polisi karena menolong orang. Ceritanya ada perempuan yang ditindas oleh pejabat yang sedang mabuk. Remaja ini tidak bisa tinggal diam dan mencoba mengintervensi, tapi malah kena tuntut. Remaja ini pun harus pindah kota untuk menjalani periode pengawasan dan bertemu kawan-kawan senasib: orang tertindas yang berhasil bangkit dan menolong orang lain yang tertindas seperti mereka.
Kebuddhaan yang lengkap diraih dengan prinsip yang sama. Pertama-tama, kita harus menyadari penderitaan kita sendiri dulu di samsara ini. Setelah muncul rasa tidak tahan akan penderitaan itu, kita melihat bahwa semua makhluk mengalami penderitaan yang sama, termasuk orang-orang yang kita sayangi.
Persona 5 secara khusus menunjukkan bagaimana orang-orang “jahat” sesungguhnya hanyalah orang yang dunianya terdistorsi oleh klesha. Mereka begitu melekat pada sesuatu, entah itu harta, reputasi, masa lalu, dan masih banyak lagi. Hal yang mereka lekati ini digambarkan dalam wujud “harta” yang disimpan dalam “istana”, lalu para pahlawan kita yang belakangan dikenal sebagai “Phantom Thieves of Heart” masuk ke istana ini dan “mencuri” harta tersebut untuk menyadarkan mereka. Istana di sini adalah dunia versi si budak klesha yang berkaitan erat dengan apa yang mereka lekati. Sesungguhnya, kita semua di samsara melihat dunia dengan distorsi seperti ini dan menderita karenanya.
Lebih lanjut, di tahapan motivasi agung, kita juga akan belajar bahwa ternyata kita dan semua makhluk saling terhubung dan saling berutang budi. Ini bahkan menjadi fitur khas dari Persona 3 sampai 5 yang dikenal dengan istilah “Social Link” (Persona 3) atau “Confidant” (Persona 5). Dalam fitur ini, pemain akan bertemu dengan berbagai macam orang dan mendapatkan upgrade skill atau bantuan khusus seiring dengan meningkatnya kedekatan dengan orang-orang tersebut. Konsep ini juga bisa mengingatkan kita dengan Sudhana berguru pada beragam orang yang ia temui di perjalanan dalam Sutra Gandawyuha yang terukir di Candi Borobudur.
Ketika kita bisa merasakan kedekatan dengan makhluk lain, kita jadi tidak tahan melihat mereka menderita seperti kita sehingga kita tergerak, berani mengambil keputusan besar untuk meraih kesempurnaan agar bisa menolong mereka juga.
Jalan menuju kesempurnaan itu tidak gampang. Memunculkan rasa kedekatan itu saja butuh proses yang panjang. Untungnya Indonesia punya ilmunya. Setelah itu, kita akan banyak berkorban, sama seperti tokoh-tokoh Persona 5 yang harus mengorbankan kenyamanan pribadi mereka demi kebaikan banyak orang. Tapi sama seperti tokoh dalam game yang berani melakukan itu semua berkat kekuatan Persona, kita juga bisa mencapai Kebuddhaan karena kita punya Buddha, Dharma, dan Sangha.
Spill komitmen latihan menjadi Phantom Thief of Hearts Bodhisatwa di sini.
Keren ya game-nya ada Buddhis-Buddhisnya. Terus so what?
Serunya memanggil Persona dan melawan shadow bisa kita bawa untuk melawan kotoran batin kita sehari-hari. Sama juga seperti Persona yang naik level dan makin cepat mengalahkan musuh semakin sering bertarung, begitu juga batin kita. Masalah yang muncul bertubi-tubi bisa kita lihat sebagai proses grinding untuk menaikkan level batin kita. Kita jadi bisa menghadapi masalah dengan semangat alih-alih berputus asa.
Selain itu, jika kamu merasa tokoh-tokoh atau cerita Persona itu keren dan menyentuh, ingatlah kesamaan kisah mereka dengan motivasi dan topik-topik dalam praktik Dharma. Ingat juga bahwa kita bisa jadi keren seperti mereka dengan melatih hal yang sama. Ini berlaku bukan buat Persona saja, tapi bisa untuk banyak hal yang punya nilai serupa.
Persona hanyalah satu dari sekian banyak seri game, komik, film, dan media hiburan lain yang ada nilai Buddhisnya kalau kita gali. Bahkan di anime robot pun ada! Itu belum tentu karena yang bikin Buddhis atau memang sengaja masukin nilai Buddhis, tapi karena Dharma memang cuma kebenaran tentang dunia kita apa adanya. Seiring dengan pengetahuan kita tentang Buddhadharma meningkat, kita akan makin sering melihat Dharma dalam segala hal!