Facebook Twitter Instagram
    Trending
    • A Space for the Unbound: Petualangan Menyelam ke Dalam Batin
    • Puja 3 Tradisi untuk Bhante Jinadhammo
    • Biksu Indonesia Menjadi Narasumber dalam Konferensi Vinaya Internasional
    • RENT the Musical: Buddhis Berkaca dari Komunitas ODHA
    • Dharma vs Paham Apokaliptik
    • Benarkah You Only Live Once (YOLO)?
    • Tiga Bulan YPPLN Berkarya–Triwulan Ketiga Tahun 2022
    • APRESIASI MENDALAM ATAS KEBAIKAN HATI SANG GURU
    Lamrimnesia
    • Home
    • Mari Belajar
      • Apa itu Lamrim?
      • Peta Lamrim
      • Topik-Topik Lamrim
    • Wacana
      • Berita
      • Artikel
      • Infografis
    • Buku
      • Daftar Buku Tak Berbayar
      • Resensi
    • Kegiatan
      • Festival Seni & Budaya Buddhis 2018
      • Ananda Project
      • Berbagi Dharma
      • Drepung Tripa Khenzur Rinpoche Indonesia Visit 2017
      • Indonesia Lamrim Retreat 2017
    • Dukungan
      • Dharma Patriot
        • Be a Dharma Patriot
        • Our Patriot’s Adventure
      • Dharma Patron
      • Donasi Buku Berbayar
      • Penyaluran Buku Tidak Berbayar
      • Laporan Tahunan YPPLN
      • Laporan Triwulan
    • Tentang Kami
    • Store
    Lamrimnesia
    You are at:Home » Wacana » Tabu Ngomongin Kematian? Sampai Kapan Lari dari Kenyataan?

    Tabu Ngomongin Kematian? Sampai Kapan Lari dari Kenyataan?

    0
    By itsupport on February 9, 2021 Artikel, Featured, Wacana

    “Kok menyedihkan banget ngomongin kematian?”
    “Hus amit-amit, jangan ngomongin mati lah!”

    Kematian bukanlah hal yang asing. Setiap hari orang-orang di dunia pasti ada yang mati. Akan tetapi, di Indonesia, kematian seolah-olah merupakan hal yang tabu untuk dibicarakan. Memang kecenderungan menjauhi topik “kematian” ini merupakan salah satu elemen budaya timur yang bertujuan untuk “menjaga perasaan” orang lain. Selain itu, topik ini juga dijauhi karena melibatkan kemungkinan berpisah dari hal-hal yang kita anggap “penting’ seperti harta, reputasi, pasangan, keluarga, atau bahkan tubuh kita sendiri. Pola pikir seperti ini lama kelamaan tertanam di alam bawah sadar kita, bahwa kita tidak akan mati, “paling tidak dalam waktu dekat aman lah”. Dengan menolak memikirkan atau membahas kematian, kita membiasakan diri untuk lari dari kenyataan bahwa suatu saat kita pasti akan mati. Kita bisa lari sejauh yang kita mau, tapi kematian pasti akan tiba! 

    “…sepertinya ada seribu cara untuk mati, dan hanya satu cara untuk hidup. Ini bukan pesimisme khas Buddhis. Jika kita meluangkan sedikit waktu untuk merenung baik-baik, kita akan tahu bahwa ada lebih banyak faktor penyebab kematian ketimbang faktor penyokong kehidupan di dunia ini. Kematian senantiasa membayangi kita, namun kita malah cenderung masa bodoh atau pura-pura tidak tahu.“

    -Y.M. Biksu Bhadra Ruci (dikutip dari buku “Bertuhan, Beragama, dan Hal-Hal yang Belum Selesai”)

    Kematian memang hal yang secara umum menyedihkan, tapi ada fakta bahwa…

    Tahu negara Bhutan kan? Negara Buddhis yang satu ini terkenal sebagai negara paling bahagia dunia. Di sana, penduduknya punya kebiasaan mengingat kematian 5 kali sehari, lho!

    Dari sudut pandang Buddhis, kematian merupakan salah satu bentuk ketidakkekalan, suatu hal yang alamiah. Jika ada kelahiran, pasti ada kematian. Ketidakkekalan bukanlah suatu konsep yang bertujuan untuk menakut-nakuti atau bisa dinilai positif atau negatif. Itu hanyalah sifat alami dari segala hal yang terbentuk. Jadi ,seorang manusia seyogyanya memahami secara penuh hakikat kehidupan yang satu ini, bukannya denial dan bersikap seolah-olah itu tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Apa gunanya? Yang utama adalah kita bisa menjadi orang yang realistis dan siap menghadapi fenomena apapun yang menimpa kita, termasuk kematian.

    Secara tidak langsung, mengingat kematian juga mengingatkan kita soal waktu yang terbatas, bahwa pasti ada waktunya kita harus meninggalkan tubuh manusia yang berharga ini. Kemungkinan kita mati sepuluh tahun lagi sama besarnya dengan kemungkinan kita mati besok! Mengingat kematian membuat kita benar-benar memikirkan mana yang penting atau tidak penting dalam hidup kita dan bertindak sesuai dengan prioritas itu, bukannya terjebak dalam rutinitas dan menyia-nyiakan makna besar kehidupan ini sementara waktu kematian semakin dekat.

    Baca juga: “Lebih Langka dari SSR – Nilai Besar Kelahiranmu Sebagai Manusia”

    Kehidupan setelah Kematian

    Dalam konteks Buddhis, kita tentunya tahu bahwa ada kelahiran kembali setelah kematian. Namun, tidak ada yang tahu kita akan dilahirkan di alam mana di antara 31 alam kehidupan. Idealnya, tujuan seorang Buddhis adalah mencapai Kebuddhaan atau pembebasan dari lingkaran samsara/kelahiran berulang-ulang (nirwana). Namun, dengan kapasitas kita saat ini, setidaknya kita harus berjaga-jaga agar tidak berbuat karma buruk yang dapat menyebabkan kelahiran di alam menderita (binatang, hantu kelaparan, atau neraka). Mengingat kematian merupakan reminder bahwa kita harus berpikir secara long term, bahwa masih ada kehidupan berikutnya, bahkan kehidupan-kehidupan setelahnya lagi. Jadi, karena perjalanan kita masih sangat panjang, sudah seharusnya kita berhenti hanya memikirkan kehidupan saat ini saja dan melakukan sesuatu sebelum deadline berupa kematian tiba.

    Poin ini bukannya bertujuan untuk membuat kita cemas akan masa depan. Seharusnya kita fokus pada apa yang harus saya lakukan sekarang untuk membuat sebab-sebab baik bagi kehidupan yang akan datang, misalnya berbuat karma baik seperti menolong orang dan sebagainya. Tidak ada waktu lain selain sekarang karena kematian bisa datang kapan saja! Dengan demikian, mengingat kematian pun bisa mengatasi rasa malas dan kebiasaan menunda-nunda.

    Baca juga: “Jika Hidupku Tinggal Sehari” & “Ini yang Harus Kuperbuat”

    Nah, sekarang kita tahu bahwa kita tidak seharusnya menganggap kematian itu tabu. Tapi  apakah kita harus mempromosikan kematian ke orang-orang? Ya nggak juga keles! Konteks artikel ini adalah agar kita tidak lagi alergi pada topik kematian dan mulai merasa ingin merenungkannya. Selain itu, mungkin saat berdiskusi Dharma, kita tidak lagi menganggap topik kematian sebagai hal yang harus dihindari. 

    Lalu, bagaimanakah caranya untuk merenungkan kematian? Tunggu artikel tentang kematian berikutnya ya, Sahabat Lamrimnesia! 

    Referensi:

    What’s Makes You Not a Buddhist oleh Dzongsar Jamyang Khentse Rinpoche

    “Buddhist Advice on Death and Dying” oleh Y.M.S. Dalai Lama XIV

    “In Bhutan People Think About Death 5 Times A Day” oleh Ester Bhrlik 

    “Bertuhan, Beragama, dan Hal-Hal Lain yang Belum Selesai” oleh Y.M. Biksu Bhadra Ruci

    Website dan artikel ini dapat Anda baca berkat dukungan dari Dharma Patron, penyokong Dharma Mulia dengan berdana secara rutin setiap bulannya untuk menjaga kesinambungan pelestarian dan pengembangan Dharma di Nusantara.

    Jika Anda berkenan, kami mengundang Anda untuk bergabung sebagai Dharma Patriot melalui donasi rutin setiap bulan. Berapapun nominalnya akan sangat bermanfaat bagi Buddhadharma di Indonesia. Klik di sini atau hubungi Lamrimnesia Care (+6285 2112 2014 1).

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    Previous ArticleINFOGRAFIS: Suwarnadwipa Dharmakirti Guru Buddhis dari Nusantara
    Next Article Yakuza Like A Dragon – “Privilege” itu adalah Kebaikan Hati
    itsupport

    Related Posts

    A Space for the Unbound: Petualangan Menyelam ke Dalam Batin

    Puja 3 Tradisi untuk Bhante Jinadhammo

    Biksu Indonesia Menjadi Narasumber dalam Konferensi Vinaya Internasional

    Leave A Reply Cancel Reply

    Dharma Patron Rutin
    Dharma Patron Rutin

    Penyokong Dharma Mulia dengan berdana secara rutin setiap bulannya untuk menjaga kesinambungan pelestarian dan pengembangan Dharma di Nusantara. Berapapun nominalnya, akan sangat bermanfaat bagi Buddhadharma di Indonesia.


    Dharma Patron Non-Rutin
    Dharma Patron Non-Rutin

    Penyokong Dharma Mulia dengan berdana sekali waktu untuk pelestarian dan pengembangan Dharma di Nusantara. Berapapun nominalnya, akan sangat bermanfaat bagi Buddha dharma di Indonesia.


    MEMBERSHIP
    • login
    • register

    Infografis

    Berpendapat? Kenapa Tidak?
    Find us At
    • facebook
    • instagram
    Lamrimnesia

    Lamrimnesia

    Yayasan Pelestarian dan Pengembangan Lamrim merupakan sebuah yayasan yang dirikan untuk melestarikan dan menyebarkan tradisi Lamrim guna mendorong bangsa Indonesia, khususnya generasi muda, untuk melakukan praktik Dharma yang didasari oleh ilmu yang nyata sehingga menciptakan perubahan positif bagi seluruh Nusantara.

    Hubungi Kami:

    Call Center Lamrimnesia
    Care - +6285 2112 2014 1
    Info - +6285 2112 2014 2
    email: [email protected]
    facebook: facebook.com/lamrimnesia

    Recent Posts
    February 1, 2023

    A Space for the Unbound: Petualangan Menyelam ke Dalam Batin

    January 27, 2023

    Puja 3 Tradisi untuk Bhante Jinadhammo

    December 2, 2022

    Biksu Indonesia Menjadi Narasumber dalam Konferensi Vinaya Internasional

    Store
    © 2023 ThemeSphere. Designed by ThemeSphere.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.