Facebook Twitter Instagram
    Trending
    • SELAMAT HARI ANTIDISKRIMINASI RASIAL INTERNASIONAL
    • Analisis Klesha di Balik Film “The Glory”
    • Bystander Effect, Di Balik Bullying yang Semakin Marak
    • Bullying di Depan Mata. Apa yang kamu lakukan?
    • 23 Buku Dharma Sudah Bisa Dibaca di Scribd
    • Donasi untuk melestarikan dan mengembangkan Buddhadharma
    • Sing Penting Yakin
    • Tiga Bulan YPPLN Berkarya–Triwulan Keempat Tahun 2022
    Lamrimnesia
    • Home
    • Mari Belajar
      • Apa itu Lamrim?
      • Peta Lamrim
      • Topik-Topik Lamrim
    • Wacana
      • Berita
      • Artikel
      • Infografis
    • Buku
      • Daftar Buku Tak Berbayar
      • Resensi
    • Kegiatan
      • Festival Seni & Budaya Buddhis 2018
      • Ananda Project
      • Berbagi Dharma
      • Drepung Tripa Khenzur Rinpoche Indonesia Visit 2017
      • Indonesia Lamrim Retreat 2017
    • Dukungan
      • Dharma Patriot
        • Be a Dharma Patriot
        • Our Patriot’s Adventure
      • Dharma Patron
      • Donasi Buku Berbayar
      • Penyaluran Buku Tidak Berbayar
      • Laporan Tahunan YPPLN
      • Laporan Triwulan
    • Tentang Kami
    • Store
    Lamrimnesia
    You are at:Home » Featured » Menemukan Kembali Makna Sesajen dan Persembahan

    Menemukan Kembali Makna Sesajen dan Persembahan

    0
    By itsupport on February 24, 2022 Berita, Featured, Wacana

    Jumat (18/2) Yayasan Pelestarian dan Pengembangan Lamrim Nusantara (YPPLN) mengadakan Lamrim Talk via aplikasi Zoom dengan tajuk “Apakah Persembahan Sama dengan Sesajen?” bersama Sramanera Guna Sagara sebagai narasumber dan Stiven Piu sebagai moderator. 

    Sebelum acara dimulai, moderator mengungkapkan terlebih dahulu alasan diselenggarakan acara ini. Stiven menuturkan bahwa pertengahan Januari lalu, kita sempat dihebohkan dengan video viral seorang pria yang menendang sesajen di lokasi erupsi Gunung Semeru. Pria tersebut juga mengatakan kalau sesajen dapat membuat Tuhan murka dan menjadi pemicu erupsi gunung tersebut. Hal ini menyebabkan pria tersebut ditangkap oleh polisi. Banyak pihak yang mengatakan pria ini dianggap tidak menghargai tradisi Indonesia berhubung sesajen sudah menjadi bagian dari budaya Nusantara sejak lama.

    Menanggapi peristiwa tersebut, Sramanera Guna Sagara berkata, “Ada sekelompok orang yang protes, nggak terima kejadian ini terjadi. Sebenarnya praktik sesajen ini tidak sesuai dengan apa yang dikatakan pemuda itu.”

    Menurut Sramanera, kasus ini menyinggung banyak pihak yang masih peduli dengan budaya, identitas kebangsaan, dan kebhinekaan. Bahkan Beliau juga menambahkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh pria tersebut bisa menyinggung leluhur bangsa Indonesia. Apalagi praktik sesajen yang berlangsung tidaklah seperti yang diungkapkan pria itu.

    Terkait dengan ungkapan Sramanera tentang “menyinggung leluhur bangsa Indonesia”, Beliau kemudian menjelaskan bahwa bangsa Indonesia tidak bisa lepas dari praktik persembahan. Sebelum pasar berkembang seperti saat ini, para leluhur mengandalkan alam untuk memperoleh makanan demi menunjang kehidupan. Mereka juga memiliki keyakinan besar terhadap kekuatan alam dan dewa yang telah membantu kehidupan manusia. Karena itu, para leluhur memberikan sesajen sebagai berkomunikasi dengan alam, khususnya untuk mengungkapkan rasa syukur tersebut. 

    Bagi Sramanera, praktik sesajen untuk mengungkapkan rasa syukur ini adalah bukti bahwa bangsa Indonesia memiliki hati yang baik. Tidak hanya berlaku di masa lampau, praktik seperti ini pun masih bisa kita temui di banyak kebudayaan di Nusantara masa kini, misalnya di Pulau Bali.

    Penulis: Junarsih

    Persamaan Persembahan dan Sesajen

    “Kata sesajen berasal dari bahasa Jawa Kuno. Kata dasarnya adalah saji, yang berarti sesuatu yang dipersiapkan, dipersembahkan dalam bentuk makanan, buah, dan sebagainya. Persembahan sendiri adalah sesuatu yang dihaturkan pada makhluk yang statusnya lebih tinggi,” ujar Sramanera.

    Persembahan dan sesajen sama-sama disiapkan terlebih dahulu sebelum dihaturkan pada objek penerimanya. Akan tetapi dalam teks Jawa Kuno, “sesajen” lebih umum digunakan dibanding “persembahan” karena tidak ada pembagian untuk leluhur yang posisinya lebih tinggi atau tidak. Lebih lanjut, Sramanera merujuk dua teks Jawa Kuno, Adi Parwa dan Ramayanam, yang membahas sesajen dan persembahan. 

    Dalam teks Adi Parwa dikatakan: dupadipa suganda vastralangkala sasajening abhiseka yang artinya bahwa dupa, wewangian, pakaian, perhiasan adalah sesajian dalam abhiseka. Sedangkan dalam teks Ramayanam dikatakan: sajining yatna tarumadang sriweksa samidapuspa gandapala berarti kayu sriweksa, kayu bakar, bunga, wewangian, dan buah-buahan adalah sesajian. 

    Negeri Tibet Berutang pada Indonesia Perihal Praktik Persembahan

    Ternyata, budaya persembahan di Nusantara juga menyebar sampai ke negeri Tibet. Sramanera menceritakan pada abad ke-11, seorang guru Dharma termasyhur bernama Guru Atisha berangkat dari India menuju Serling (Sumatera saat ini). Di sana, Beliau bertemu dengan Guru Besar Serlingpa Dharmakirti. Selama belajar di Serling, Guru Atisha memperoleh banyak hal, salah satunya adalah pengetahuan tentang praktik persembahan. 

    Praktik persembahan yang diajarkan Guru Dharmakirti kini dikenal dengan sebutan Jorchoy atau Praktik Pendahuluan, yaitu serangkaian praktik pemurnian dan pengumpulan kebajikan untuk mengawali hari. Guru Atisha belakangan kembali ke India, lalu pergi ke Tibet dengan membawa ajaran praktik persembahan ini dan dipraktikkan hingga sekarang serta menyebar ke seluruh dunia bersamaan dengan menyebarnya Buddhisme Tibet.

    Cari tahu lebih lanjut tentang praktik persembahan warisan Guru Dharmakirti di sini!

    Persembahan yang Dilakukan Seorang Buddhis

    Ajaran praktik persembahan telah ada sejak masa Guru Besar Serlingpa Dharmakirti, sehingga bisa dikatakan bahwa praktik ini juga merupakan bagian dari tradisi Buddhis. Sramanera berpendapat kalau persembahan dalam Buddhis itu sangat luas maknanya dan mudah dilakukan. Misalnya seseorang bisa mempersembahkan waktu dan tenaga untuk beraktivitas demi kepentingan semua makhluk. Bisa juga melalui persembahan makan dan minum.

    Sramanera menambahkan bila seorang Buddhis hendak melakukan persembahan, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah membangkitkan motivasi bajik. Dengan motivasi tersebut, praktisi membersihkan ruangan dan tempat untuk melakukan persembahan. Setelah bersih barulah persembahan untuk Guru dan Buddha sebagai ladang kebajikan diletakkan. Selanjutnya, praktisi bisa mulai melantunkan doa-doa seperti Doa Tujuh Bagian serta memanjatkan permohonan. 

    Permohonan terhadap Guru dan Buddha bertujuan agar kita mencapai kondisi matang untuk praktik Dharma. Saat melantunkan permohonan ini, kita harus memiliki keyakinan bahwa ladang kebajikan benar-benar hadir di hadapan kita. Dengan berkeyakinan penuh saat membuat permohonan, maka praktik persembahan yang kita lakukan akan membuahkan hasil.

    Di akhir acara, Beliau menjawab sebuah pertanyaan yang menarik, yaitu berapa lama sebaiknya persembahan dihaturkan di altar. Beliau kemudian berkata, “Kalau bisa ganti dalam tiap berapa menit sekali itu malah sangat bagus. Nggak ada aturan berapa lama persembahan ada di altar. Minimal kita ganti sehari sekali.”

    Meski tidak ada aturan baku perihal berapa lama persembahan harus diletakkan di altar, lebih baik bila kita sering menggantinya agar persembahan itu tidak kotor terkena debu. Bagaimanapun juga, hal yang terpenting dari praktik persembahan persembahan untuk Guru dan Buddha adalah keyakinan dan kemurnian objek persembahannya.

    Kesimpulan

    Jadi, praktik sesajen adalah tradisi menyuguhkan aneka benda untuk berkomunikasi dengan alam dan mengungkapkan rasa syukur yang diwariskan oleh leluhur bangsa kita. Sementara itu, persembahan sifatnya lebih khusus karena dihaturkan kepada makhluk yang lebih tinggi statusnya. Dalam Buddhisme, kita bisa mengumpulkan kebajikan dengan menghaturkan persembahan kepada Triratna.

    Hal terpenting saat memberi persembahan adalah keyakinan dan motivasi kita untuk bisa praktik Dharma  demi mencapai Kebuddhaan sehingga bisa menolong semua makhluk dari penderitaan.

    Penulis: Junarsih

    6 praktik pendahuluan buddhisme Guru Atisha Guru Suwarnadwipa Dharmakirti lamrim lamrimnesia nusantara Sesajen warisan budaya welas asih

    Website dan artikel ini dapat Anda baca berkat dukungan dari Dharma Patron, penyokong Dharma Mulia dengan berdana secara rutin setiap bulannya untuk menjaga kesinambungan pelestarian dan pengembangan Dharma di Nusantara.

    Jika Anda berkenan, kami mengundang Anda untuk bergabung sebagai Dharma Patriot melalui donasi rutin setiap bulan. Berapapun nominalnya akan sangat bermanfaat bagi Buddhadharma di Indonesia. Klik di sini atau hubungi Lamrimnesia Care (+6285 2112 2014 1).

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    Previous ArticleCinta Ternoda Klesha, Deritanya Tiada Akhir
    Next Article Sukses di Tempat Kerja Ala Sang Buddha
    itsupport

    Related Posts

    SELAMAT HARI ANTIDISKRIMINASI RASIAL INTERNASIONAL

    Analisis Klesha di Balik Film “The Glory”

    Bystander Effect, Di Balik Bullying yang Semakin Marak

    Leave A Reply Cancel Reply

    Dharma Patron Rutin
    Dharma Patron Rutin

    Penyokong Dharma Mulia dengan berdana secara rutin setiap bulannya untuk menjaga kesinambungan pelestarian dan pengembangan Dharma di Nusantara. Berapapun nominalnya, akan sangat bermanfaat bagi Buddhadharma di Indonesia.


    Dharma Patron Non-Rutin
    Dharma Patron Non-Rutin

    Penyokong Dharma Mulia dengan berdana sekali waktu untuk pelestarian dan pengembangan Dharma di Nusantara. Berapapun nominalnya, akan sangat bermanfaat bagi Buddha dharma di Indonesia.


    MEMBERSHIP
    • login
    • register

    Infografis

    Find us At
    • facebook
    • instagram
    Lamrimnesia

    Lamrimnesia

    Yayasan Pelestarian dan Pengembangan Lamrim merupakan sebuah yayasan yang dirikan untuk melestarikan dan menyebarkan tradisi Lamrim guna mendorong bangsa Indonesia, khususnya generasi muda, untuk melakukan praktik Dharma yang didasari oleh ilmu yang nyata sehingga menciptakan perubahan positif bagi seluruh Nusantara.

    Hubungi Kami:

    Call Center Lamrimnesia
    Care - +6285 2112 2014 1
    Info - +6285 2112 2014 2
    email: [email protected]
    facebook: facebook.com/lamrimnesia

    Recent Posts
    March 21, 2023

    SELAMAT HARI ANTIDISKRIMINASI RASIAL INTERNASIONAL

    March 20, 2023

    Analisis Klesha di Balik Film “The Glory”

    March 17, 2023

    Bystander Effect, Di Balik Bullying yang Semakin Marak

    Store
    © 2023 ThemeSphere. Designed by ThemeSphere.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.