Close Menu
    Facebook X (Twitter) Instagram
    Trending
    • Merenungkan Demo Hari Buruh dari Sudut Pandang Buddhis
    • Tiga Bulan YPPLN Berkarya – Triwulan Pertama 2025
    • Melampaui Gender: Potret Perempuan dalam Sutra Agama Buddha
    • Belajar Dharma dari Ne Zha 2
    • Kelahiran, Kematian, dan Kemanusiaan dalam Film Mickey 17
    • Agama Buddha dan Kemerosotan Moral
    • Lagu Titiek Puspa Yang Wajib Direnungkan
    • Brave Bang Bravern! adalah Anime Religi?
    Lamrimnesia
    • Home
    • Mari Belajar
      • Apa itu Lamrim?
      • Peta Lamrim
      • Topik-Topik Lamrim
    • Wacana
      • Berita
      • Artikel
      • Infografis
    • Buku
      • Audiobook
      • Daftar Buku Tak Berbayar
      • Resensi
    • Kegiatan
      • Festival Seni & Budaya Buddhis 2018
      • Ananda Project
      • Berbagi Dharma
      • Drepung Tripa Khenzur Rinpoche Indonesia Visit 2017
      • Indonesia Lamrim Retreat 2017
    • Dukungan
      • Dharma Patriot
        • Be a Dharma Patriot
        • Our Patriot’s Adventure
      • Dharma Patron
      • Donasi Buku Berbayar
      • Penyaluran Buku Tidak Berbayar
      • Laporan Tahunan YPPLN
      • Laporan Triwulan YPPLN
      • Laporan Keuangan YPPLN
    • Tentang Kami
    • Store
    Lamrimnesia
    You are at:Home » Wacana » Artikel » Melampaui Gender: Potret Perempuan dalam Sutra Agama Buddha

    Melampaui Gender: Potret Perempuan dalam Sutra Agama Buddha

    0
    By Redaksi Lamrimnesia on April 21, 2025 Artikel, Featured, Wacana

    Kontribusi dan pencapaian perempuan dirayakan dalam Hari Perempuan Internasional pada tanggal 8 Maret di lebih dari 25 negara, sementara Amerika Serikat juga menjadikan seluruh bulan Maret sebagai Bulan Sejarah Perempuan. Peringatan ini berperan sebagai panggilan aksi untuk keadilan dan kesetaraan gender. Dalam Sutra-Sutra Buddhis, perempuan muncul sebagai anak perempuan, ratu, istri dan ibu, guru dan murid, biarawati, wanita penghibur, perumah tangga, dewi, dan Bodhisatwa. 

    Sujata, seorang wanita muda, mempersembahkan bubur susu kepada Buddha
    (dari Ayutthaya; kisah selengkapnya: The Play in Full.)

    Dalam Sutra-Sutra seperti Pertanyaan Gangottara (Gaṅgottara­pari­pṛcchā), Pertanyaan Perempuan Tua (Mahallikā­paripṛcchā), Pertanyaan Gadis Sumati (Sumatidārikā­pari­pṛcchā­sūtra), dan Perempuan Pengemis Kota (Nagarāvalambikā), kita membaca kisah-kisah tentang perempuan yang, melalui kebajikan, doa tulus, kecerdasan, tindakan bajik, dan sifat positif lainnya, berhasil melampaui kondisi duniawi mereka dan menerima ramalan dari Buddha tentang pencerahan mereka di masa depan. Lakon Ajaib Manjushri (Mañjuśrī­vikrīḍita) menghadirkan tokoh wanita penghibur yang menerima ramalan serupa. Kisah-kisah ini mendorong kita untuk mengenali potensi inheren dalam setiap individu dan menegaskan bahwa pencerahan melampaui gender.

    Sebagai contoh, Gangottara adalah wanita perumah tangga yang meninggalkan rumahnya untuk mengunjungi Buddha Sakyamuni di Hutan Pangeran Jeta, Taman Anathapindada. Buddha bertanya kepadanya dari mana dia berasal, memantik percakapan tentang sifat sejati hal-ihwal. Di antaranya, mereka mendiskusikan fakta bahwa, dari sudut pandang kebenaran tertinggi, segala hal, termasuk Gangottara sendiri, adalah ibarat ciptaan sulap, dan karenanya tidak ada yang datang atau pergi atau mengejar nirwana. Setelah percakapan mereka, sang Buddha tersenyum dan mengatakan bahwa ia akan mencapai parinirwana, sama seperti seribu perempuan perumah tangga lain yang bernama Gangottara.

    Dalam Perempuan Pengemis Kota, persembahan satu pelita kecil dari perempuan miskin dibandingkan dengan ribuan pelita besar yang menyala terang dari persembahan raja setempat kepada Buddha. Ketika menyalakan pelita kecilnya dengan sangat sedikit minyak, perempuan itu membuat doa yang amat tulus agar ia juga suatu hari nanti mencapai pencerahan dan menjadi guru yang membabarkan Dharma, sama seperti sang Buddha. Setelah ia pergi untuk kembali kota, pelitanya yang sederhana menyala terang sepanjang malam dan tak bisa dipadamkan bahkan oleh angin badai dan hujan deras. Ketika Buddha menyaksikan hal ini, Beliau tersenyum dan meramalkan pencerahan perempuan itu sebagai Buddha yang lengkap sempurna.

    “Perempuan pengemis kota menyalakan pelita dengan secuil minyak
    Dan, dengan kekuatan bodhicita, ia menerangi seluruh dunia.”

    Āryanagarāvalambikānāmamahāyānasūtra

    Dalam Ramalan Asokadatta, Asokadatta, putri Raja Ajatasatru, awalnya dikira lancang karena tetap duduk ketika murid-murid Buddha yang termasyhur datang ke istana. Namun belakangan, gadis muda ini mengesankan para tetua dengan kefasihannya dan kemampuannya untuk mengungkapkan ajaran mendalam tentang kesunyataan segala fenomena–sedemikian hebat hingga ia pada akhirnya meraih pencerahan.

    Sosok perempuan banyak hadir sebagai guru-guru bagi perumah tangga muda Sudhana dalam Gandawyuha, bab terakhir dari Sutra Avatamsaka. Sudhana menerima instruksi dari lima puluh kalyanamitra: laki-laki dan perempuan, anak-anak dan dewasa, manusia dan dewa, biarawan dan permuah tangga, termasuk dewi-dewi malam yang mengelilingi Buddha sera istri dan ibu sang Buddha.

    Selain itu, dalam kitab suci, kita bisa menemukan contoh-contoh perempuan kuat lainnya yang menggugah, walau tidak semuanya condong ke arah pencapaian spiritual. Rekan Penerjemah Dr. Annie Heckman mencatat, “Dalam beberapa kasus, perempuan yang sangat independen dalam materi yang saya terjemahkan merupakan pembuat onar atau penantang batas dalam kasus aturan monastik Buddhis, seperti tokoh Sthulananda, seorang biksuni yang muncul di bagian Vinaya.”

    Meskipun banyak contoh perempuan sebagai pengaruh positif dalam kanon Buddhis, ada paradoks yang mencerminkan pandangan yang bertentangan tentang perempuan. DI satu sisi, kita membaca penggambaran perempuan yang bijaksana, cerdas, dan fasih seperti Asokadatta. Di sisi lain, ada juga bait-bait di banyak kitab yang menggambarkan perempuan dengan cara yang merendahkan jika dilihat dari sudut pandang modern. Pada akhirnya, perempuan harus bertransformasi menjadi laki-laki untuk mencapai penerangan sempurna.

    Baca juga: Spiritual Healing ke Alam Tara, Buddha Perempuan

    “Sang membantu untuk mengingat bahwa kitab-kitab ini dibuat dalam lingkungan monastik dan mencerminkan apa yang tampak sebagai kepercayaan dominan bahwa Anda tidak bisa menjadi tercerahkan sepenuhnya sebagai seorang perempuan,” kata Dr. George FitzHerbert, penyunting penelitian 84000 yang mengulas Ramalan Asokadatta, “Kita bisa menerima ini sebagai semacam kiasan–bahwa Bodhisatwa perempuan harus bertransformasi menjadi laki-laki untuk menyesuaikan dengan norma sosial yang darinya kitab ini berasal,” ia menambahkan bahwa “ajaran yang sesungguhnya mengatakan bahwa itu semua adalah ilusi, gender tidaklah penting.”

    Dr. Ana Cristina O. Lopes, rekan penerjemah 84000, mengatakan bahwa pendekatan kaku terhadap gender bisa dibandingkan dengan doktrin-doktrin seputar kesunyataan dan nondualitas untuk menciptakan semacam tensi yang produktif. Ajaran Vimalakirti memunculkan tensi ini melalui kisah seorang dewi yang mengubah Sariputra menjadi perempuan dan dirinya sendiri mengambil wujud Sariputra.

    “Narasi seperti ini bisa membantu praktisi kontemporer untuk membedakan ajaran inti Buddhisme dari pengaruh sosial dan norma-norma pada masa itu yang merendahkan perempuan,” terang Ana, “Pendekatan ini memungkinkan pemahaman yang lebih berimbang yang menghormati tradisi sekaligus merangkul kemajuan.”

    Diterjemahkan dari “Beyond Gender: Portrayals of Women in Sutras” oleh Carol Tucker dari 84000.co

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    Previous ArticleBelajar Dharma dari Ne Zha 2
    Next Article Tiga Bulan YPPLN Berkarya – Triwulan Pertama 2025
    Redaksi Lamrimnesia

    Related Posts

    Merenungkan Demo Hari Buruh dari Sudut Pandang Buddhis

    Tiga Bulan YPPLN Berkarya – Triwulan Pertama 2025

    Belajar Dharma dari Ne Zha 2

    Leave A Reply Cancel Reply

    Dharma Patron Rutin
    Dharma Patron Rutin

    Penyokong Dharma Mulia dengan berdana secara rutin setiap bulannya untuk menjaga kesinambungan pelestarian dan pengembangan Dharma di Nusantara. Berapapun nominalnya, akan sangat bermanfaat bagi Buddhadharma di Indonesia.


    Dharma Patron Non-Rutin
    Dharma Patron Non-Rutin

    Penyokong Dharma Mulia dengan berdana sekali waktu untuk pelestarian dan pengembangan Dharma di Nusantara. Berapapun nominalnya, akan sangat bermanfaat bagi Buddha dharma di Indonesia.


    MEMBERSHIP
    • login
    • register

    Infografis

    Find us At
    • facebook
    • instagram
    Lamrimnesia

    Lamrimnesia

    Yayasan Pelestarian dan Pengembangan Lamrim merupakan sebuah yayasan yang dirikan untuk melestarikan dan menyebarkan tradisi Lamrim guna mendorong bangsa Indonesia, khususnya generasi muda, untuk melakukan praktik Dharma yang didasari oleh ilmu yang nyata sehingga menciptakan perubahan positif bagi seluruh Nusantara.

    Hubungi Kami:

    Call Center Lamrimnesia
    Care - +6285 2112 2014 1
    Info - +6285 2112 2014 2
    email: [email protected]
    facebook: facebook.com/lamrimnesia

    Recent Posts
    April 30, 2025

    Merenungkan Demo Hari Buruh dari Sudut Pandang Buddhis

    April 25, 2025

    Tiga Bulan YPPLN Berkarya – Triwulan Pertama 2025

    April 21, 2025

    Melampaui Gender: Potret Perempuan dalam Sutra Agama Buddha

    Store
    © 2025 ThemeSphere. Designed by ThemeSphere.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.