oleh BESTRELOAD
Coba bayangkan jika ada seseorang yang ketemu sebongkah emas, tapi karena tidak mengerti bahwa emas itu mahal, dia buang begitu saja emas itu ke tong sampah. Padahal jika dijual, dia tidak perlu lagi bekerja seumur hidupnya. Perumpamaan ini sama seperti jika kamu, yang seorang Buddhis tidak mengerti bahwa hidup kita ini sangat berharga.
Kenapa berharga? Kok rasanya biasa saja ya? Makanya baca artikel ini sampai kelar, ya!
Pertama-tama, kenyataan bahwa kamu bisa membaca artikel ini, membuktikan bahwa kamu adalah manusia dengan 8 kebebasan dan 10 keberuntungan (atau biasa disebut 18 permata). Di kesempatan ini, penulis mau cerita tentang 8 kebebasan dulu. Sepuluh keberuntungan akan dibahas di artikel selanjutnya. Yuk kita mulai!
Delapan Kebebasan
Dalam hidup, kita pasti pernah merasa nggak bebas. Waktu kecil kita nggak bebas main ke mana-mana karena orang tua melarang. Waktu sekolah dan kuliah kita nggak bebas main sesuka hati karena harus belajar. Setelah lulus dan terjun ke masyarakat, kita nggak bebas karena harus menyesuaikan diri dengan lingkungan. Sekarang kita nggak bebas beraktivitas karena COVID-19. Segala macam ketidakbebasan sehari-hari ini bisa bikin kita lupa bahwa kita masih punya kebebasan yang jauh lebih penting dan berharga. Kebebasan seperti apa sih itu?
Ada 8 kebebasan yang berkaitan dengan kelahiran kita sebagai manusia. Kebebasan-kebebasan ini bisa dikelompokkan jadi dua dengan rincian sebagai berikut:
4 kebebasan yang berhubungan dengan kelahiran di alam lain
- Bebas dari kelahiran sebagai makhluk neraka:
- Bebas dari kelahiran sebagai hantu kelaparan:
- Bebas dari kelahiran sebagai binatang:
- Bebas dari kelahiran sebagai dewa berumur panjang.
Semua kebebasan ini kamu pasti sudah punya. Kalau ada yang kurang, pasti kamu nggak bisa baca artikel ini! Sadar nggak sadar, segala macam permasalahan kita sehari-hari bikin kita take our human life for granted. Coba deh bayangkan kalau kita terlahir di neraka, disiksa terus-terusan dalam waktu yang sangat lama. Sekarang kita kesandung dikit aja bisa menjerit, apalagi kalau dibakar selama puluhan kalpa? Begitu juga kalau kita lahir jadi setan kelaparan. Skip makan siang aja bikin nggak nyaman, pusing, nggak bisa mikir, apalagi kalau jadi setan kelaparan yang mulutnya cuma seukuran lubang jarum? Ada makanan di depan mata pun nggak bisa makan karena makanannya langsung berubah jadi api.
Kita kadang berandai-andai bisa jadi kucing atau anjing peliharan kita yang hidupnya santai, goleran sepanjang hari, makanan disediain, nggak usah capek kerja atau belajar. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, cuma sebagian kecil hewan yang hidupnya se-”makmur” itu. Sebagian besar hewan harus berjuang di alam liar, berkompetisi dan bahkan saling memakan untuk bisa hidup. Bahkan hewan peliharaan pun nggak punya kebebasan karena bergantung sama tuannya. Kalau anjingmu lapar, dia bisa mencoba menarik perhatianmu, tapi kalau kamu nggak kasih ya dia nggak bisa makan. Kalau dia goleran sepanjang hari nggak ngapa-ngapain, itu juga bukan karena dia maunya begitu, tapi otak dan tubuh fisiknya nggak punya kemampuan untuk melakukan aktivitas lain yang lebih bermakna.
Terus kenapa jadi dewa berumur panjang dianggap nggak bebas? Bukannya enak jadi dewa? Eits, tunggu dulu… Coba dipikir-pikir lagi. “Kenikmatan” yang kita rasakan di alam dewa berasal dari kebajikan kita. Makin nikmat, makin banyak kebajikan yang terpakai. Nah, selagi tabungan karma baik kita terpakai terus-menerus, apakah kita ingat untuk bikin karma baik baru? Kita tenggelam dalam kenikmatan dan kalaupun muncul pikiran bajik untuk memikirkan makhluk lain, semua makhluk di sekitar kita adalah dewa juga yang nggak butuh pertolongan. Kalau makhluk di alam rendah nggak bebas karena terkekang oleh penderitaan, sama saja di alam dewa kita akan “terkekang” oleh kenikmatan. Secara khusus, dewa berumur panjang konon hanya memiliki 2 bentuk pikiran:“Saya terlahir sebagai dewa” saat lahir dan “saya telah meninggalkan alam dewa ini” saat mati. Kamu akan berdiam dalam konsentrasi terpusat bagaikan tidur selama ribuan tahun dan selama itu pula kamu menghabiskan karma baikmu tanpa ada kesempatan melakukan karma baik baru. Coba bayangkan sendiri deh, bebas nggak itu?
4 kebebasan berhubungan dengan kelahiran manusia
- Bebas dari kelahiran di tempat terpencil yang tidak ada baca-tulis sama sekali.
- Bebas dari tempat yang tidak ada ajaran Buddha.
- Bebas dari disabilitas yang bisa membuatmu tidak bisa belajar.
- Bebas dari pandangan salah:
Setelah melihat 4 kebebasan yang ini, kamu mungkin sudah lebih paham kebebasan macam apa yang dimaksud. Delapan permata kebebasan dari kelahiran sebagai manusia yang kita miliki saat ini merujuk pada kebebasan untuk praktik Dharma! Lebih tepatnya lagi, ini semua adalah kebebasan yang memungkinkan kita untuk melatih diri di kehidupan ini agar dapat “bebas” menentukan masa depan kita. Dengan delapan kebebasan ini, kita tahu dan mampu mengatur hidup kita agar dapat meraih kebahagiaan di kehidupan mendatang, pembebasan dari penderitaan samsara, atau bahkan Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna.
Dengan lahir jadi manusia, kita bebas dari penderitaan di alam-alam lain. Namun, itu saja nggak cukup. Sebagai manusia pun kita masih nggak bebas dari karma dan klesha (faktor mental pengganggu) yang kita bawa dari kehidupan lampau. Akibat dari karma yang kita miliki membuat kita mengalami pengalaman tertentu dan cenderung melakukan tindakan tertentu. Jika lebih banyak buruknya daripada baiknya, kita bakal terus terjebak untuk jatuh berkali-kali di lubang yang sama.
Empat kebebasan yang berhubungan dengan kelahiran manusialah yang menjamin kita bertemu dengan Dharma sehingga bisa mengambil kendali atas hidup kita dan meraih kebebasan yang sesungguhnya. Coba bayangkan kita lahir di hutan atau gurun pasir yang masih primitif, belum ada aksara dan terisolasi dengan dunia luar. Suku pedalaman biasanya memang punya kearifannya tersendiri, tapi apakah itu cukup? Untuk bertahan hidup saja kita harus berjuang setengah mati. Kita juga nggak kenal dunia luar, jadi pengetahuan kita sangat terbatas. Kita bakal mengira hidup yang kita jalani adalah satu-satunya cara untuk hidup. Kita jadi nggak bebas karena kita nggak punya pilihan. Secara khusus, kita juga nggak punya kesempatan untuk mengenal Buddhadharma. Kita nggak kenal dengan hukum karma, ketidakkekalan, kesalingbergantungan, bodhicita… Pokoknya keseluruhan Dharma yang seharusnya bisa membuat kita sadar bahwa segala masalah hidup kita sebenarnya ada jalan keluarnya.
Saat ini sebagian besar dari pembaca artikel ini tinggal di Indonesia. Artinya sebagian besar sudah terbebas dari kelahiran di tempat terpencil dan tidak ada Buddhadharma. Namun, masih ada hal-hal lain yang bisa mengekang kita sehingga tidak bisa belajar dan praktik Dharma. Kita perlu bebas dari disabilitas yang membuat kita tidak bisa belajar, misalnya gangguan mental yang parah. Ada jenis-jenis gangguan mental tertentu yang merusak kemampuan berpikir kita sehingga kita tidak bisa memproses informasi dengan benar. Jika kita nggak bebas dari itu semua, artinya kita nggak punya kebebasan berpikir!
Selain itu, kita juga perlu bebas dari pandangan salah, misalnya nggak percaya pada hukum karma dan tumimbal lahir. Ada lho orang yang nggak percaya karma. Gara-gara itu, mereka nggak ragu-ragu ngejahatin orang karena yakin nggak bakal mengalami akibat apapun. Nah, kalau sudah parah banget pandangan salahnya, mau Buddha hadir di depannya pun dia nggak akan percaya! Coba bayangkan kamu jadi orang yang seperti itu. Sepanjang hidupmu, kamu akan terjerat dalam ketidakbajikanmu sendiri dan setelah meninggal, kamu akan terjerat oleh kelahiran di alam rendah.
Delapan Kebebasan, Delapan Permata
Saat kamu merasa terkekang dan nggak bebas, baik itu karena COVID-19, masalah keluarga, masalah keuangan, atau masalah-masalah lainnya, coba deh belajar lebih lanjut tentang 8 kebebasan ini dari buku atau guru Dharma, lalu benar-benar renungkan. Dijamin efeknya bakal mindblowing banget. Kamu akan sadar bahwa walau kamu nggak bebas bertindak sesuka hati di saat ini, kamu masih punya kebebasan yang nggak terbatas untuk membentuk masa depanmu. Delapan kebebasan ini memberimu kesempatan untuk bertemu Dharma yang akan mengubah cara pandangmu terhadap dunia. Dengan Dharma, kamu bisa mengubah kesulitan yang menjeratmu menjadi sebab-sebab bagi kebahagiaan bagi dirimu dan banyak orang. Karena itulah 8 kebebasan ini diibaratkan permata yang amat berharga dan tak ternilai. Hebatnya lagi, selain 8 kebebasan ini, kamu masih punya 10 permata lagi yang akan kita bahas sama-sama di artikel berikutnya!
Setelah baca ocehan penulis di atas, coba tanya pada dirimu sendiri. Kalau ada yang memberimu tawaran untuk menukar satu saja dari 8 kebebasan itu dengan berlian seukuran kepalamu, kamu terima nggak?
Referensi:
1. “Pembebasan di Tangan Kita” oleh Phabongkha Rinpoche
2. “Steps on the Path to Enlightenment” oleh Geshe Lhundup Sopa