Akhirnya kita sampai juga ke poin ketiga sekaligus poin terakhir dari perenungan tentang kematian dalam Lamrim. Poin yang dibahas pada artikel ini adalah tidak ada yang bisa kita andalkan saat kematian tiba kecuali Dharma. Setelah kita menyadari bahwa kematian bisa datang lebih dulu dibanding pesanan ojol, kita harusnya mulai memilah-milah mana yang sebenarnya hal paling penting yang harus kita perjuangkan dari sekarang.
Ketika tiba-tiba malam ini kita mati, setidaknya kita sudah siap dan tidak menyesal karena kita telah mengumpulkan satu hal yang sangat-sangat berguna untuk kita bawa ketika bertemu dengan ‘Raja Kematian’. Apakah itu harta kekayaan kita? Keluarga, teman, dan pacar kita? Atau bahkan mungkin tubuh kita sendiri karena tubuh kita inilah yang selalu menemani kita sejak kita lahir? No, no! Sayangnya, jawabannya bukanlah ketiga hal tersebut. Lah, kenapa begitu? Makanya, yuk simak penjelasannya!
- Sekaya apa pun kita, duitnya gak bisa dibawa mati
Selama hidup, kita capek-capek kerja ngumpulin duit buat beli sports car yang keren, gadget keluaran terbaru biar gak ketinggalan zaman, atau tas branded biar bisa tampil lebih percaya diri di depan teman-teman. Namun, setelah mati nanti, apakah semua barang-barang tersebut bisa ikut bersama kita juga? Ya enggak lah. Apakah semua uang yang telah kita kumpulkan selama hidup kita bisa kita bawa saat kematian kita? Tentu juga tidak. Saat kematian tiba, semua harta dan kekayaan yang telah kita simpan ibarat di-reset kembali. Tidak ada satu rupiah pun yang bisa menolong kita di kehidupan berikutnya.
- Kita akan mati dalam kesendirian walaupun teman-teman dan keluarga mengelilingi ranjang kematian kita
Selama ini, kita selalu berpikir bahwa mungkin pacar atau istri kita adalah orang yang paling setia menemani kita sampai kapan pun. Nyatanya, dia tidak akan bisa menolong kita saat ajal kita tiba. Lalu, kita berpikir bahwa sahabat kita mungkin akan lebih setia dibanding pacar kita. Hal ini juga mustahil karena mereka juga tidak akan berdaya saat kita menghadapi proses kematian. Terakhir, kita sangat yakin bahwa orang tua yang telah melahirkan, membesarkan, dan menyayangi kita dengan sepenuh hati tidak akan mengkhianati kita. Sayangnya, hal ini juga sia-sia. Pada akhirnya, tidak ada satu orang pun dari mereka yang bisa mencegah kita dari kematian. Mentok-mentok, mereka cuma bisa berkumpul mengelilingi ranjang kematian kita dengan menggenggam tangan kita sambil menangis. Tetap saja kita akan melewati proses kematian sendirian ditengah kerumunan orang-orang kesayangan kita.
- Bahkan tubuh kita yang sangat setia ini pun tidak bisa menemani kita setelah kematian 🙁
Setelah tidak ada satu barang atau orang pun yang bisa kita percaya untuk menemani kita melewati proses kematian, kita merasa sangat putus asa. Lalu, kita sadar kalau satu-satunya hal yang bisa kita andalkan dalam menghadapi ajal kita adalah diri kita sendiri. Iya, tubuh kita ini yang sudah bersama dengan kita sejak kita dilahirkan ke dunia. Tubuh yang selama ini kita rawat dengan penuh kasih sayang. Tubuh yang selalu kita beri makan ketika ia lapar, yang selalu kita lindungi saat kedinginan atau kepanasan, dan yang selalu kita rawat agar ia tidak sakit. Dengan segala usaha kita, kita sangat yakin bahwa tubuh kita ini juga akan memberikan imbalan yang setimpal kepada kita saat kita meninggal. Namun tampaknya, kita juga tetap dikhianati oleh tubuh ini karena nyatanya ia juga tidak bisa diandalkan untuk menghadapi kematian.
Sebenarnya tubuh kita ini sangat berharga karena melalui tubuh ini, kita bisa melakukan aktivitas-aktivitas yang berguna untuk mencapai kebahagiaan atau memberikan kebahagiaan kepada orang lain. Sayangnya, tubuh kita ini memiliki batas waktu. Setelah meninggal, tubuh kita ini akan menjadi tidak berguna sama sekali. Oleh karena itu, selama masih hidup, kita harus memanfaatkan tubuh manusia ini sebaik-baiknya (baca: Kamu Manusia? Apa Kamu Punya 8 Permata ini?) karena kita tidak bisa membawa tubuh kita ini ke kehidupan selanjutnya. Jika kita gagal memanfaatkannya, tubuh ini akan benar-benar tidak berguna saat kita sudah terkapar di ranjang kematian.
Jika bukan harta, teman-teman dan keluarga, atau bahkan diri kita sendiri yang bisa kita andalkan untuk menghadapi kematian, terus apa dong? Jawabannya adalah praktik Dharma kita! Mengapa hanya praktik Dharma yang bisa diandalkan? Karena melalui praktik Dharma, ibarat menyiapkan bekal, kita bisa menanam benih-benih berupa karma bajik yang akan mengarahkan kita pada pencapaian kualitas-kualitas baik pada kehidupan selanjutnya. Percaya deh, praktik Dharma pasti tidak akan mengkhianati kita kok! Saat kematian tiba, Dharma inilah yang akan menjadi penunjuk jalan kita.
Sebenarnya, praktik Dharma dan mengingat kematian itu sendiri adalah dua poin yang sangat berhubungan satu sama lain. Akar dari praktik Dharma adalah mengingat kematian. Kematian jugalah yang merupakan salah satu hal yang memacu kita untuk praktik Dharma.
Kita perlu sadar bahwa kematian itu pasti, waktunya tidak pasti, dan hanya Dharma–sahabat sehidup semati kita yang sesungguhnya–yang bisa kita andalkan saat kematian. Ketika kita merenungkan kematian, secara otomatis kemelekatan kita terhadap hal-hal duniawi juga akan berkurang karena kita menyadari betul bahwa tidak ada satu pun dari hal-hal tersebut yang berguna saat ajal kita tiba selain praktik Dharma. Oleh karena itu, ayo kita mulai praktik Dharma dari sekarang sebelum kita menghadap ‘Raja Kematian’!
Referensi:
Pembebasan di Tangan Kita Jilid II oleh Phabongkha Rinpoche
Risalah Agung Tahapan Jalan Menuju Pencerahan: Lamrim Chenmo Jilid 1 oleh Je Tsongkhapa
Jika Hidupku Tinggal Sehari: Apa yang Bisa Kuperbuat? oleh Dagpo Rinpoche