Facebook Twitter Instagram
    Trending
    • SELAMAT HARI ANTIDISKRIMINASI RASIAL INTERNASIONAL
    • Analisis Klesha di Balik Film “The Glory”
    • Bystander Effect, Di Balik Bullying yang Semakin Marak
    • Bullying di Depan Mata. Apa yang kamu lakukan?
    • 23 Buku Dharma Sudah Bisa Dibaca di Scribd
    • Donasi untuk melestarikan dan mengembangkan Buddhadharma
    • Sing Penting Yakin
    • Tiga Bulan YPPLN Berkarya–Triwulan Keempat Tahun 2022
    Lamrimnesia
    • Home
    • Mari Belajar
      • Apa itu Lamrim?
      • Peta Lamrim
      • Topik-Topik Lamrim
    • Wacana
      • Berita
      • Artikel
      • Infografis
    • Buku
      • Daftar Buku Tak Berbayar
      • Resensi
    • Kegiatan
      • Festival Seni & Budaya Buddhis 2018
      • Ananda Project
      • Berbagi Dharma
      • Drepung Tripa Khenzur Rinpoche Indonesia Visit 2017
      • Indonesia Lamrim Retreat 2017
    • Dukungan
      • Dharma Patriot
        • Be a Dharma Patriot
        • Our Patriot’s Adventure
      • Dharma Patron
      • Donasi Buku Berbayar
      • Penyaluran Buku Tidak Berbayar
      • Laporan Tahunan YPPLN
      • Laporan Triwulan
    • Tentang Kami
    • Store
    Lamrimnesia
    You are at:Home » Wacana » Liputan: Belajar Matematika Ala Sriwijaya-Nalanda
    "Mengintip Matematika Sriwijaya Nalanda" - Iwan Pranoto - Jaya Suprana Show

    Liputan: Belajar Matematika Ala Sriwijaya-Nalanda

    0
    By Redaksi Lamrimnesia on December 14, 2020 Berita, Wacana

    oleh Junarsih

    Di mana bilangan tertua? Dan dari mana bilangan tua itu berasal? Inilah pertanyaan saya sampai akhirnya saya dikabari salah seorang teman untuk menonton live streaming “Mengintip Matematika Sriwijaya-Nalanda” di akun Youtube Jaya Suprana Show bersama Iwan Pranoto pada Selasa (8/12). Pak Iwan adalah penulis buku “Mengembalikan Budaya Belajar” yang juga berprofesi sebagai guru besar matematika di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung (ITB).

    Pak Iwan mengawali dengan penjelasan tentang awal mula hancurnya kampus Nalanda di India. Biara Nalanda yang dihuni oleh biarawan yang tak mengenal kekerasan dengan mudah diserang dan dihanguskan oleh serangan dari Turki yang dipimpin oleh Bakthiar Kilji. Nalanda sendiri memiliki hubungan yang erat dengan Sriwijaya. Bisa dikatakan kalau kita mempelajari Sriwijaya sama dengan mempelajari Nalanda, begitu pula sebaliknya. Seperti dalam catatan I-Tsing, pendidikan di Sriwijaya tidak berbeda dengan Nalanda. Studi Nalanda tidak akan lengkap bila tidak belajar di Sriwijaya, jadi Nalanda dan Sriwijaya itu saling melengkapi. 

    Karena zaman dahulu banyak orang India melakukan pelayaran menuju Indonesia untuk belajar di Sriwijaya, banyak terjadi pertukaran budaya, misalnya makanan. Saat itu, nenek moyang kita tidak hanya menyerap budaya tapi juga mengembangkannya sambil tetap mempertahankan budaya lokal. Jadi, sulit bagi kita untuk menemukan sesuatu yang asli dari makanan atau budaya yang lain karena memang sudah sejak zaman dahulu tradisi dan budaya kita itu berasimilasi dengan bangsa lain. Dapat dikatakan bahwa budaya itu maju ke depan mengikuti perkembangan zaman, jadi sulit untuk menemukan yang asli.

    Lebih lanjut, Pak Iwan membicarakan tentang asal mula bilangan. Pada abad ke 7, sistem nilai berbasis sepuluh dilihat dari sistem tempat terdapat di prasasti Kedukan Bukit di Sumatra dan prasasti Trapang Prei di Kamboja. Di kedua prasasti tersebut sama-sama dituliskan “tahun 604 tahun saka”. 

    “Saat abad ke-9, tidak bisa dibilang bahwa bilangan nol itu berasal dari India, karena saat itu pedagang Arab sudah masuk ke sub benua India. Kalau bilangan nol berdasar nilai nilai tempat berbasis sepuluh itu dari India tidak ada bukti yang kuat,” ujar Pak Iwan. Bukti yang kuat tentang keberadaan bilangan nol itu hanya ada ada di Sumatera dan Kamboja. Prasasti Kedukan Bukit yang memuat bilangan tersebut kini disimpan di Museum Nasional Jakarta.

    Berdasarkan bukti prasasti yang berasal dari Sumatra ini, saya menjadi tahu bahwa puncak peradaban Nusantara adalah bukan pada masa Majapahit, melainkan sudah dimulai sejak masa Sriwijaya. Pada masa Sriwijaya sudah dikenal bilangan yang akhirnya bisa dipelajari hingga kini. Belajar itu sepanjang hayat, tidak ada putusnya. Sampai tua pun kita masih harus belajar karena ada hal-hal baru setiap harinya. Bedanya, kalau sekarang itu ego sangat ditinggikan ketika belajar. Berbeda dengan zaman dahulu, “Kalau dulu pengetahuan berkembang di mana itu kita suka semua. Tapi kalau sekarang kan tidak, semua ya harus ada di kita gitu. Melihat itu ego jadi besar daripada dulu,” jelas Pak Iwan. 

    Banyak hal yang bisa saya pelajari dari webinar ini, mulai dari belajar itu penting untuk dibagikan kepada orang lain. Sebenarnya paling penting itu kita belajar sejarah, karena di sana kita bisa belajar tentang asal mula sesuatu agar tidak terjadi salah tafsir dan kita belajar untuk bijak dengan memetik pengalaman berharga dari masa lampau.

    —

    Gali lebih banyak ilmu seputar pembelajaran di Sriwijaya dan Nalanda dari karya Pak Iwan yang berjudul “Mengembalikan Budaya Belajar”.

    FMIP ITB Iwan Pranoto matematika Mengembalikan Budaya Belajar nalanda sriwijaya

    Website dan artikel ini dapat Anda baca berkat dukungan dari Dharma Patron, penyokong Dharma Mulia dengan berdana secara rutin setiap bulannya untuk menjaga kesinambungan pelestarian dan pengembangan Dharma di Nusantara.

    Jika Anda berkenan, kami mengundang Anda untuk bergabung sebagai Dharma Patriot melalui donasi rutin setiap bulan. Berapapun nominalnya akan sangat bermanfaat bagi Buddhadharma di Indonesia. Klik di sini atau hubungi Lamrimnesia Care (+6285 2112 2014 1).

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    Previous ArticleVirtual Tour & Bedah Buku “Tibet Sebuah Hikayat”: Membongkar Mitos Dunia Fantasi Bernama Tibet
    Next Article Bahagia dari Kacamata si Perfeksionis
    Redaksi Lamrimnesia

    Related Posts

    Bhinneka Tunggal Ika Warisan Buddhis Indonesia

    Pesan Waisak dari Y. M. S. Dalai Lama XIV

    Membangkitkan Kembali Lintasan Peradaban Sriwijaya-Nalanda

    Leave A Reply Cancel Reply

    Dharma Patron Rutin
    Dharma Patron Rutin

    Penyokong Dharma Mulia dengan berdana secara rutin setiap bulannya untuk menjaga kesinambungan pelestarian dan pengembangan Dharma di Nusantara. Berapapun nominalnya, akan sangat bermanfaat bagi Buddhadharma di Indonesia.


    Dharma Patron Non-Rutin
    Dharma Patron Non-Rutin

    Penyokong Dharma Mulia dengan berdana sekali waktu untuk pelestarian dan pengembangan Dharma di Nusantara. Berapapun nominalnya, akan sangat bermanfaat bagi Buddha dharma di Indonesia.


    MEMBERSHIP
    • login
    • register

    Infografis

    Find us At
    • facebook
    • instagram
    Lamrimnesia

    Lamrimnesia

    Yayasan Pelestarian dan Pengembangan Lamrim merupakan sebuah yayasan yang dirikan untuk melestarikan dan menyebarkan tradisi Lamrim guna mendorong bangsa Indonesia, khususnya generasi muda, untuk melakukan praktik Dharma yang didasari oleh ilmu yang nyata sehingga menciptakan perubahan positif bagi seluruh Nusantara.

    Hubungi Kami:

    Call Center Lamrimnesia
    Care - +6285 2112 2014 1
    Info - +6285 2112 2014 2
    email: [email protected]
    facebook: facebook.com/lamrimnesia

    Recent Posts
    March 21, 2023

    SELAMAT HARI ANTIDISKRIMINASI RASIAL INTERNASIONAL

    March 20, 2023

    Analisis Klesha di Balik Film “The Glory”

    March 17, 2023

    Bystander Effect, Di Balik Bullying yang Semakin Marak

    Store
    © 2023 ThemeSphere. Designed by ThemeSphere.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.