oleh Samantha J.
Pernah nggak ketemu orang yang hoki banget? Sering dapat giveaway, main game selalu dapat SSR, lagi jalan tahu-tahu ketemu artis idola dan dapat foto bareng… Sementara kamu ngumpulin bungkus permen karet Y*SAN aja huruf “N”-nya nggak pernah ketemu. Atau mungkin pernah terlintas di pikiranmu, Youtuber-Youtuber itu kok beruntung sekali, cuap-cuap depan kamera saja bisa punya subscriber jutaan dan jadi kaya raya. Sedih nggak? Atau mungkin iri?
Kamu nggak perlu menang lotere atau punya jutaan subscriber untuk merasa jadi orang paling beruntung sedunia. Kalau kamu bisa baca artikel ini, hampir pasti kamu punya 10 keberuntungan tak ternilai yang jauh lebih berharga dibanding hoki tujuh turunan. Nggak cuma satu lho, ada SEPULUH! Sepuluh keberuntungan ini juga satu paket dengan 8 kebebasan yang sudah kita bahas di artikel ini. Jadi, total kita punya 18 permata kelahiran sebagai manusia yang nilainya jauh di atas kekayaan orang paling kaya di dunia.
Nah, sebelumnya kan kita sudah bahas tentang 8 kebebasan. Sekarang, yuk kita ulas 10 keberuntungan yang kadang nggak kita sadari ini! Kesepuluh keberuntungan ini bisa dikelompokkan jadi dua, 5 yang berkaitan dengan diri sendiri dan 5 yang berkaitan dengan orang lain.
Lima keberuntungan yang berkaitan dengan diri sendiri:
- Menjadi seorang manusia
- Lahir di negeri pusat
- Memiliki indra-indra yang berfungsi dengan baik
- Memiliki kapasitas spiritual (misalnya: tidak melakukan 5 karma buruk berat)
- Memiliki keyakinan pada Tripitaka
Keberuntungan-keberuntungan ini merupakan cara lain memandang delapan kebebasan yang sebelumnya sudah dibahas. Kita sering berharap kejatuhan rezeki nomplok sampai-sampai lupa bahwa fakta kita bisa menjadi manusia saja merupakan keberuntungan yang luar biasa. Apalagi disertai dengan berbagai keberuntungan lainnya: lahir di negeri yang ada Dharma serta memiliki indra yang memadai untuk belajar, merenung, dan bermeditasi. Di antara begitu banyak makhluk yang tak terhingga jumlahnya, kita bisa menjadi satu dari segelintir yang memiliki semua keberuntungan ini. Luar biasa banget, kan?
Tidak melakukan lima karma buruk sangat berat (panca garuka kamma) ternyata juga merupakan sebuah keberuntungan yang istimewa. Secara sengaja membunuh ayah, membunuh ibu, membunuh arahat, melukai Buddha, dan memecah-belah Sangha menjamin kelahiran kembali di alam rendah. Tindakan-tindakan ini akan sangat menghambat praktik spiritual kita. Jika kita pernah melakukan salah satu dari kelima karma buruk itu, akan sangat sulit bagi kita untuk bisa menarik manfaat penuh dari kelahiran kita sebagai manusia.
Selain itu, bisa menumbuhkan keyakinan terhadap ajaran Buddha juga merupakan sebuah keberuntungan yang luar biasa. Pemahaman dangkal terhadap hukum karma dan kesalingbergantungan saja bisa membantu menghadapi berbagai permasalahan seperti kecemasan, krisis kepercayaan diri, pengelolaan emosi, dan sebagainya serta menjadi “rem” yang mencegah kita melakukan tindakan-tindakan yang bisa merugikan diri sendiri dan orang lain. Jadi, beruntung banget kan kalau kita bisa memiliki keyakinan terhadap Dharma?
Lima keberuntungan yang berkaitan dengan orang lain:
- Berada pada masa munculnya Buddha
- Berada pada masa Dharma dibabarkan oleh Buddha
- Berada pada masa Buddhadharma masih dipertahankan
- Berada pada masa Buddhadharma masih diteruskan
- Adanya kebaikan hati dari orang lain sehingga masih bisa menerima ajaran Buddha
Sahabat pasti pernah baca tentang langkanya kehadiran seorang Buddha. Seorang Sammasambuddha hanya muncul di masa yang disebut “kalpa terang”. Masa ini hanya terjadi sekali setelah beberapa puluh ribu “kalpa gelap”. Bahkan di kalpa terang yang terdiri atas 80 kalpa perantara, Sammasambuddha baru muncul hanya sesaat di 20 kalpa perantara terakhir, tepatnya ketika usia manusia tidak terlalu panjang atau terlalu pendek.
Munculnya Buddha di sini bukan berarti Buddha muncul secara fisik seperti saat Siddhartha Gautama hidup sekitar 2500 tahun yang lalu. Kita bisa tahu ada yang sosok agung yang disebut “Buddha” saja berarti kita hidup di masa Buddha muncul. Ada masa lain saat tak seorang pun pernah mendengar kata “Buddha” dan masa itu jauh lebih panjang dibanding masa yang kita tinggali saat ini. Jadi, kita bisa lahir sebagai manusia di masa sekarang ini jelas merupakan keberuntungan luar biasa.
Nah, keberuntungan kita nggak berhenti sampai di situ. Di masa hidup kita ini, Buddha muncul DAN membabarkan Dharma. Bisa lahir di masa Buddha muncul saja sudah sangat beruntung, tapi saat itu belum tentu Buddha mengajar. Kalaupun Buddha mengajar, belum tentu ajaran tersebut bisa bertahan dan sampai ke kita. Sejak kelahiran Buddha Shakyamuni hingga kini, sudah banyak sekali peradaban-peradaban Buddhis yang bangkit dan runtuh. Biara Universitas Nalanda yang merupakan pusat pembelajaran Buddhadharma terbesar pada masanya habis dibakar. Di negara kita sendiri, tradisi Buddhis dari masa Sriwijaya pun sulit sekali dicari jejaknya. Jadi, beruntung banget kan kita masih bisa kenal dan belajar Dharma sampai hari ini?
Keberuntungan berikutnya adalah Dharma diteruskan dari generasi ke generasi. Poin ini secara khusus merujuk pada keberadaan Sangha monastik yang secara khusus mendedikasikan seluruh hidup mereka untuk mempelajari dan mendalami Dharma serta mewariskannya ke generasi berikutnya. Waktu zaman Sriwijaya dulu, ada ribuan biksu yang tinggal dan belajar di Bumi Nusantara ini. Namun, sejak peradaban Hindu-Buddha mengalami kemunduran, kita sempat memasuki masa tanpa Sangha monastik sama sekali hingga akhirnya Y.M. Biksu Ashin Jinarakkhita ditahbiskan pada tahun 1953. Beruntung banget kan kita bisa lahir setelah itu, saat anggota Sangha dan wihara-wihara sudah banyak di Indonesia?
Keberuntungan terakhir adalah adanya kebaikan orang lain sehingga kita bisa menerima ajaran Buddha. Kebaikan seperti apa? Contohnya adalah kebaikan orang-orang yang mendirikan wihara, mencetak buku Dharma, berdana untuk kebutuhan hidup Sangha, dan sebagainya. Kalian yang membaca dan membagikan tulisan ini pun bisa jadi merupakan bagian dari keberuntungan ini lho!
Beruntung Buat Apa?
Siapa sih yang nggak mau hoki tujuh turunan? Kadang kita sampai rajin cek ramalan astrologi atau konsultasi ke ahli fengshui agar kita jadi orang yang beruntung. Meski begitu, kita mungkin nggak pernah benar-benar memikirkan buat apa kita jadi “beruntung”. Bisa jadi ini bukan sesuatu yang perlu dipikirkan karena dampaknya jelas. Dalam konteks duniawi, kalau kita beruntung, semua aktivitas yang kita lakukan akan berjalan lancar, bisa sukses dengan usaha minimal, bisa mengumpulkan barang-barang yang kita inginkan, dan sebagainya.
Bagaimana dengan sepuluh keberuntungan yang kita miliki dengan kelahiran kita sebagai manusia ini? Kita sudah beruntung bisa jadi manusia, lahir di negeri pusat, bisa belajar Buddhadharma, dan sebagainya. Lalu buat apa? Tentunya untuk memastikan kita bisa mengubah nasib kita di samsara!
Sebelumnya kita sudah membahas bahwa kita punya 8 kebebasan yang memungkinkan kita untuk melepaskan diri dari penderitaan dan meraih kesempurnaan. Namun, 8 kebebasan ini tidaklah cukup. Sepuluh keberuntungan ini adalah hal-hal yang kita butuhkan agar kita bisa melatih diri kita di jalan Dharma, sedikit demi sedikit mengikis ketidaktahuan kita, kemelekatan kita, kemarahan kita, dan segala hal yang membuat kita menderita selama berkehidupan-kehidupan sejak waktu tak bermula. Di saat yang sama, bisa bertemu dengan Dharma memungkinkan kita untuk menumbuhkan kemurahan hati, disiplin moral, kesabaran, welas asih, kebijaksanaan, dan sifat-sifat baik lainnya yang akan membuat kita berbahagia di kehidupan mendatang, lepas dari samsara, atau bahkan meraih Kebuddhaan dan memberi manfaat kepada semua makhluk.
Kalau manfaat 18 permata ini belum terbayang jelas, kamu bisa cari sendiri cerita orang-orang yang merasa hidupnya berubah menjadi lebih baik berkat Buddhadharma. Kamu akan sadar bahwa Buddhadharma benar-benar bisa mengubah hidup seseorang jadi lebih baik di kehidupan ini dan membawa kita ke kebahagiaan sejati dalam jangka panjang.
Setelah baca ocehan penulis yang satu ini, coba renungkan lagi. Lebih beruntung mana, kamu atau para Youtuber dan pemenang lotere?
Referensi:
1. “Pembebasan di Tangan Kita” oleh Phabongkha Rinpoche
2. “Steps on the Path to Enlightenment” oleh Geshe Lhundup Sopa