oleh Silvi Wilanda
Siapa sih yang nggak ingin jadi cerdas? Kadang kita ketemu berita tentang anak-anak jenius yang masih kecil sudah lulus kuliah, ada juga orang-orang yang masih muda udah bikin penemuan-penemuan luar biasa. Saat itu kita mungkin berandai-andai, “Andai aku terlahir jenius…” Tapi di sisi lain, ada juga orang-orang jenius yang kejeniusannya malah dipakai untuk bikin hal-hal yang merugikan orang banyak. Saat itu kita lalu berpikir, “Ah, untung aku nggak pintar-pintar amat, hehehe…”
Kecerdasan otak itu berbahaya kalau nggak dibarengi dengan kebijaksanaan dan welas asih. Namun, punya kecerdasan otak jelas bisa sangat mempermudah hidup kita. Kita nggak cuma butuh kecerdasan untuk sekolah atau kerja, tapi melatih batin dan menolong orang banyak pun lebih mudah kalau kita punya kecerdasan. Memahami Dharma pun membutuhkan kecerdasan. Lihat saja guru-guru besar Buddhis dari masa ke masa. Arya Nagarjuna, Je Tsongkhapa, Guru Dagpo Rinpoche, Y.M.S. Dalai Lama XIV… Mereka semua cerdas luar biasa kan? Apa sih rahasianya?
Saat menyapa umat Buddha dari Indonesia yang berkunjung ke kediaman Beliau, Y.M.S. Dalai Lama XIV bercerita bahwa Beliau menjadi cerdas berkat mantra Arya Manjushri. Siapa sih Arya Manjushri itu? Yuk simak di tulisan berikut!
—
Arya Manjushri merupakan perwujudan dari kualitas tercerahkan kebijaksanaan Buddha di tiga masa (lampau, sekarang, dan masa yang akan datang). Umumnya, Beliau dikenali sebagai seorang Arya Bodhisatwa, yaitu makhluk yang memiliki semangat Bodhicita, yakni aspirasi untuk menjadi tercerahkan sepenuhnya (Kebuddhaan) demi kepentingan semua makhluk. Dalam situasi tertentu, Beliau dapat muncul sebagai Buddha yang lengkap dan sempurna, sebagai salah seorang Putra Penakluk, praktisi yang sedang dalam tahapan belajar, atau bahkan makhluk biasa di keenam alam kehidupan. Melalui berbagai perwujudan ini, Arya Manjushri menolong semua makhluk dengan karakteristik dan kualitas yang berbeda-beda. Arya Manjushri sering digambarkan berdampingan dengan Arya Awalokiteshwara dan Arya Wajrapani karena ketiganya merupakan Bodhisatwa pelindung.
Nama “Manjushri” sendiri berarti “Keagungan Lembut” (“Gentle Splendor”). Beliau juga dikenal dengan nama, “Manjughosha”, berarti “Lantunan Lembut” (“Gentle Melody”). Manjushri juga sering disebut “Yang Terlihat Muda” (“Youthful”), “Manjushri Yang Muda” (“Manjushri, Still a Youth”), dan “Pangeran Manjushri” (Manjushri Prince) karena pertama kali muncul dalam wujud pemuda berperawakan 16 tahun, juga karena melambangkan kesadaran primordial yang selalu muda dan tak lekang oleh waktu.
Lambang wujud Arya Manjushri yang paling khas adalah pedang menyala yang dia pegang tinggi-tinggi di tangan kanan dan tangkai teratai yang diatasnya terdapat buku di tangan kiri. Pedang melambangkan kemampuan pikirannya untuk memotong belenggu yang mengikat makhluk pada siklus penderitaan. Nyala api dalam ikonografi Buddhis mewakili transformasi ketidaktahuan menjadi kebijaksanaan. Sedangkan buku mewakili kesempurnaan kebijaksanaan. Untuk itu, merenungkan Manjushri dapat meningkatkan kecerdasan, baik kecerdasan biasa, ketajaman mental, hingga kebijaksanaan transenden.
Arya Manjushri juga memiliki kaitan dengan Indonesia, lho! Ini ditandai dengan adanya bangunan Manjushrighra atau yang kini dikenal sebagai Candi Sewu di Jawa Tengah dan adanya arca Manjushri yang ditemukan di Candi Jago. Sekarang arca tersebut berada di Museum Ethnology Berlin dan duplikatnya terdapat di Museum Nasional Jakarta.
Dalam berbagai sutra, dijabarkan bahwa Arya Manjushri telah mematangkan batin banyak makhluk. Dengan bimbingan Arya Manjushri, jangankan menjadi cerdas dan bijak, mereka bahkan jadi membangkitkan Bodhicita! Dalam Sutra Pertobatan Ajatashatru, Buddha Shakyamuni membabarkan salah satu kehidupan lampau Arya Manjushri. Ketika terlahir sebagai seorang biksu, Beliau memberikan makanan kepada seorang anak pedagang kecil untuk dipersembahkan kepada Buddha. Bodhicita bangkit dalam diri si anak dan ia menjadi Buddha Shakyamuni di kemudian hari. Selain itu, dalam Sutra yang sama, dikatakan juga bahwa Arya Manjushri membimbing Pangeran Ajatashatru yang memiliki karma buruk sangat berat karena telah membunuh orang tuanya sendiri hingga dapat membangkitkan Bodhicita.
Perenungan kualitas Manjushri dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya merenungan perwujudan fisik Manjushri, merenungkan ajaran Manjushri, melafalkan nama Manjushri, ataupun dengan melafalkan mantra Manjushri. Praktik-praktik Bodhisatwa Manjushri ini dapat membantu kita membersihkan ketidaktahuan dan pikiran kita yang penuh delusi serta meningkatkan keterampilan belajar kita, baik dalam berdebat, menulis, ingatan, dan kebijaksanaan. Bahkan, praktik-praktik tersebut dapat mengarahkan diri kita untuk melihat, menerima ajaran, dan memperoleh wawasan spiritual dari Manjushri itu sendiri jika dilakukan dengan sungguh. Praktik-praktik ini diyakini juga akan memberikan diri kita perlindungan dan kebebasan dari kelahiran kembali di alam rendah. Secara khusus, pelafalan mantra Manjushri, yakni “Om A Ra Pa Tsa Na Dhih” diyakini dapat memberikan kecerdasan. Hal ini didukung oleh penelitian ilmiah yang dilakukan oleh Deepika Chamoli Shahi mengenai efek pelafalan mantra Manjushri bagi kecerdasan.
—
Nah, sekian penjelasan singkat tentang Bodhisatwa Manjushri. Menarik bukan? Sebagai perlambang kebijaksanaan Buddha, nggak heran kalau kita mengandalkan Beliau untuk mengembangkan kecerdasan dan kebijaksanaan. Ini tentunya harus dibarengi dengan usaha nyata seperti banyak membaca, merenung, dan bermeditasi. Jika kita berlatih secara rutin, perlahan tapi pasti kita pasti bisa bijaksana dan cerdas seperti Bodhisatwa Manjushri.
Selamat berlatih!
Daftar Pustaka:
“Garland of Jewels: The Eight Great Bodhisattvas” oleh Y. M. Jamgon Mipham
“Bebas dari Ketakutan.” oleh Y. M. Thubten Chodron
“Riset Membuktikan, Mantra Manjushri Tingkatkan Kecerdasan Kognitif” oleh Deny Hernawan (buddhazine.com.)
“The Signification Of Bodhisattva Manjushri In Mahayana Buddhism.” oleh D. M. Meshram