oleh BESTRELOAD
Ada orang yang panic buying karena ketakutan, ada juga yang tetap waspada tapi tidak sampai ketakutan. Mengapa orang-orang ini memiliki kecenderungan yang berbeda?
Rasa takut adalah hal biasa. Jika tidak ada rasa takut, kita mungkin tidak bisa bertahan hidup sampai sekarang ini. Namun, apa yang terjadi ketika rasa takut itu berlebihan dan tak pernah pergi? Kita ambil contoh kasus pandemi global virus corona. Saat ini banyak orang yang merasa ketakutan, sampai melakukan panic buying, tapi ada juga orang yang tetap waspada tapi tidak sampai takut dan panik. Kira-kira apa yang menyebabkan seseorang memiliki rasa takut lebih dibandingkan orang lain? Berdasarkan aspek karma dan akibatnya, hal ini merupakan akibat dari salah satu dari sepuluh jalan karma hitam (akusala kamma), yaitu niat jahat.
Niat jahat merupakan satu dari tiga jalan karma hitam pikiran (dua lainnya adalah keserakahan dan pandangan salah). Secara esensi, niat jahat merupakan suatu pemikiran yang mengharapkan orang/suatu pihak lain mengalami hal buruk seperti meninggal, terluka, atau kehilangan barang-barang. Nah, biasanya kalau ada seseorang yang kita tidak senangi atau kalau kita punya musuh, niat jahat ini mudah banget muncul. Bahkan kadang-kadang dia muncul secara spontan. Saya ambilkan contoh teman saya yang kehilangan ponsel karena dicuri, dia langsung menyumpahi agar si pencuri itu mendapat balasan yang berat, ini adalah satu dari banyak contoh niat jahat.
Lalu apa akibat dari niat jahat?
1. Akibat yang matang sepenuhnya:
lahir di alam rendah neraka, hantu kelaparan, atau binatang.
2. Akibat yang serupa dengan penyebabnya:
a. Pengalaman yang serupa dengan penyebab: mudah merasa takut atau khawatir, sering disakiti orang lain, tertarik pada hal yang tak berguna dan cenderung merugikan diri sendiri.
b. Perilaku yang serupa dengan penyebab: niat jahat muncul dengan mudah karena terbiasa, sering menyakiti orang lain.
3. Akibat yang menentukan lingkungan:
terlahir di tempat yang memiliki banyak peperangan dan wabah, barang yang seharusnya melimpah menjadi langka. Termasuk juga terlahir di tempat yang memiliki binatang buas seperti singa, harimau, dan sebagainya.
Setelah melihat akibatnya, apa yang bisa kita lakukan untuk mengurangi niat jahat? Karena niat jahat biasanya dilandasi oleh kebencian, seharusnya kita bisa merenungkan kesalingbergantungan saat niat jahat sudah mulai muncul. Kesalingbergantungan merupakan konsep Buddhis yang melihat bahwa tidak ada suatu hal yang berdiri sendiri (atau memiliki inti sejati), misalnya seorang musuh yang berbuat jahat, perbuatannya tersebut bisa saja dilakukan untuk keluarganya, atau misalnya kebiasaan dari jejak-jejak karmanya. Kesimpulannya perbuatan jahatnya pasti didukung faktor-faktor lain, bukan semata-mata karena dia jahat dari sananya. Jika kita benar-benar merenungkannya, lama-kelamaan kita bisa mengerti bahwa dia pun menderita sehingga melakukan hal buruk pada kita yang nantinya akan membuatnya makin menderita. Alih-alih kita membangkitkan niat jahat dengan mengharapkan dia mengalami musibah, dengan merenungkan hal ini kita malah bisa membangkitkan pemikiran yang bajik, yaitu welas asih.
Dalam kitab disebutkan juga bahwa hidup di tempat dengan wabah penyakit dan kelangkaan barang yang seharusnya melimpah merupakan salah satu akibat niat jahat yang menentukan lingkungan. Saat ini seluruh dunia terkena wabah COVID-19, mungkin ini tandanya kita semua di masa lampau terlalu banyak julid. Coba dalam sehari kita hitung, berapa kali kita ‘menyumpahi’ orang baik serius ataupun bercanda? Jangankan yang benar-benar jahat pada kita secara langsung, kita bisa dengan ringan menganggap orang ‘jahat’ seperti koruptor, pencuri, pelakor, dan sebagainya yang tidak kita kenal dan berkata, “Semoga mereka sengsara tujuh turunan!”. Padahal kita sumpahi atau tidak, mereka tetap akan mengalami akibat karma entah di kehidupan ini atau kehidupan mendatang. Eh, kita malah nambah-nambah karma buruk bagi diri kita sendiri. Kalau memang sulit bagi kita membangkitkan welas asih pada mereka yang membuat orang lain menderita dan melakukan kritik atau aksi yang sesuai untuk menghadapinya, seharusnya kita masih bisa berpaling pada kabar-kabar baik dan banyak-banyak membangkitkan mudita.
Sama halnya dengan saat ketakutan melanda, misalnya gara-gara wabah COVID-19. Kita harus sadar bahwa kita berada di bawah pengaruh buah karma buruk kita, tapi kita bisa menentukan seperti apa karma kita di masa mendatang. Ingat untuk memikirkan orang lain saat belanja stok kebutuhan. Pelajari tentang COVID-19 dari sumber-sumber yang terpercaya, cukup ikuti petunjuk pencegahan yang ada. Lakukan banyak kebajikan dan baca buku Dharma selagi tinggal di rumah untuk physical distancing. Seiring dengan bertambahnya faktor mental bajik, rasa takut perlahan-lahan pasti berkurang.
Artikel ini dibuat bukan untuk mengomentari atau mengambil kesempatan di tengah wabah COVID-19, namun ini merupakan satu hal kecil yang bisa penulis lakukan agar kita bisa sama-sama mengurangi karma pikiran niat jahat, apalagi saat banyak hal negatif terjadi di dunia. Wabah ini tidak bisa diatasi dengan rasa takut, panik, dan saling menyalahkan. Hanya dengan sikap waspada dan saling support dari semua pihaklah baru kita bisa melewatinya.
Sumber:
- “Pembebasan di Tangan Kita” oleh Phabongkha Rinpoche
- “Karma” oleh Guru Dagpo Rinpoche
- “Steps on The Path to Enlightenment” oleh Geshe Lhundup Sopa
Baca juga panduan lengkap Buddhis menghadapi COVID-19.