Salah satu tanda praktik Dharma berhasil adalah perubahan positif dalam diri. Namun, kadang muncul pertanyaan, “Belajar Dharma bertahun-tahun kok tidak ada yang berubah?” Hidup kita masih biasa-biasa saja, kebiasaan buruk tidak berkurang, masalah masih datang bertubi-tubi. Itu artinya ada yang salah dari cara kita belajar. Cara belajar yang benar inilah yang menjadi topik utama di hari kedua sesi pengajaran Indonesia Lamrim Retreat 2018 di Gedung Prasadha Jinarakkhita, Jakarta Barat.
Biksu Bhadra Ruci mengawali sesi pengajaran Dharma di hari Sabtu, tanggal 24 Desember 2018, dengan membangkitkan motivasi bajik. Kita diingatkan bahwa kita terlahir sebagai seorang manusia dengan tubuh lengkap sempurna, harus dimanfaatkan dan tidak boleh disia-siakan. Selama hidup, sudah apa saja yang telah kita lakukan dengan tubuh berharga ini? Kita hanya makan untuk kepuasan, bekerja untuk mendapatkan uang, tidur (bermalas-malasan), kemudian kita bersenang-senang. Kita tidak menyadari, hidup ini pasti akan berakhir seperti lilin yang dibakar, akan habis jika waktunya telah tiba. Kita tidak pernah menggunakan waktu yang kita miliki untuk mengisi batin kita dengan kualitas-kualitas yang kita butuhkan ketika kita meninggal. Kita tidak memupuknya sewaktu kita hidup. Kita malah menghabiskan waktu dalam hidup ini dengan hal-hal duniawi yang tidak akan kita bawa ketika kita meninggal. Hidup ini menjadi tidak berguna, kita selalu tidak puas, dan kita tidak menemukan kebahagiaan.
Yang perlu kita lakukan sekarang adalah membangkitkan keinginan untuk belajar dan bertekad untuk mengembangkan batin. Kita harus belajar Dharma untuk memahami apa yang perlu kita lakukan. Setelah belajar kita merenung dan mengkontemplasikan hal yang telah kita pelajari hingga menjadi sebuah kualitas yang tetap bertahan dalam batin dan akan terus berkembang sepanjang hidup kita.
Di dunia ini kita mengejar reputasi, harta, ambisi dan keinginan untuk dikenal semua orang. Semakin kita mendapatkan yang kita inginkan semakin tidak baik perilaku yang kita miliki karena kita sibuk mengejar hal yang tidak memberikan kemajuan terhadap batin kita dengan motivasi yang tidak benar. Ketika kita berada di puncak, kita semakin takut kehilangan apa yang telah kita miliki. Ketika kita mendapatkan banyak kekayaan kita menjadi pelit. Kita selalu memisahkan dunia ini dan praktik spiritual seperti memisahkan minyak dan air. Padahal kita dapat melakukan seluruh aktivitas dunia ini dengan motivasi yang baik dan menjadikannya praktik spiritual yang menghasilkan kita akan mendapatkan karma baik yang bisa kita bawa mati. Mengejar kekayaan dapat menjadi bajik jika kita melakukannya dengan motivasi yang benar, luas, dan dalam.
Dalam belajar dharma, kita akan mendengarkan hal-hal tidak mengenakkan telinga dan hati kita karena kita belajar bukan untuk menumbuh-kembangkan ego kita, tetapi mengoreksi yang salah dalam diri kita dan mencapai kapasitas besar serta kualitas yang tinggi. Dalam belajar Dharma, kita harus selalu merefleksikan apa yang kita pelajari ke diri sendiri. Ketika guru kita mengatakan suatu hal, jangan dijadikan bahan untuk mengoreksi orang lain. Sebaliknya, jadikan apa yang diajarkan sebagai parameter jntuk menilai apakah diri kita sendiri telah cukup baik sesuai dengan yang diadahkan. Panah Dharma seharusnya mengarah ke arah kita, ke dalam batin kita.
Kita semua setiap saat selalu berperasaan takut, takut akan tidak aman hidup di dunia ini, takut besok kita dapat makan atau tidak, takut semua hal yang telah kita lakukan hilang, dan lainnya. Kita memegang erat-erat ketakutan akan dunia sekarang ini, tetapi tidak kehidupan setelahnya. Kita fokus pada kenyamanan kehidupan duniawi.
Batin kita kosong, tidak ada kualitas. Itu terjadi karena kita tidak mengisi batin kita dengan kualitas-kualitas yang harus kita kembangkan. Sehubungan dengan fenomena ini, Guru Shantidewa pernah berkata, “Tidak ada yang lebih bodoh dan tidak ada yang lebih besar menipu diri sendiri karena kita gagal mempraktikkan kebajikan setelah mendapatkan kelahiran sebagai manusia ini”.
Lamrim merupakan metode belajar dan praktik Dharma yang mengandalkan perenungan. Perenungan pada topik-topik Dharma yang telah disusun sedemikian rupa itulah yang mengubah batin kita secara bertahap hingga pencerahan bisa dicapai. Proses menuju pencerahan ini panjang sehingga harus serius berpraktik. Pertama kita berlatih mengurangi ketertarikan pada kehidupan saat ini saja. Kedua kita harus menyadari kekurangan samsara dan berusaha meninggalkan samsara ini. Ketiga kita harus kembali untuk menolong semua makhluk. Semua tahapan ini ada dalam Lamrim yang berfungsi sebagai peta. Titik-titik dalam peta ini saling berkaitan antara satu dengan yang lain.
Agar bisa praktik Dharma dengan benar, kita harus belajar cara mendengarkan Dharma. Cara mendengarkan Dharma adalah pelajaran yang besar sekali. Kita selama ini cenderung ingin memelintir ajaran yang kita dengar sesuai kehendak kita, bukannya mengubah diri kita agar sesuai dengan Dharma. Telinga kita menyaring apa yang kita dengar sehinga hanya menangkap hal-hal yang kita sukai. Batin kita bebal, sangat sensitif atau gampang tersinggung. Dharma pun tidak bisa menjadi obat untuk mengubah kualitas batin kita. Renungkan lagi, seharusnya Dharma yang ikut kita atau kita mengikuti Dharma?
Syarat menjadi murid adalah jujur pada diri sendiri, mengakui bahwa ada kekurangan dalam diri kita yang mungkin sulit kita terima, kemudian membangkitkan tekad untuk memperbaikinya. Dalam mendengarkan Dharma, kita bukan sekedar mengoleksi barang-barang antik, dengar ajaran sebanyak mungkin tapi tidak dilatih atau dipraktikkan. Kita haru mempraktikkan Dharma yang kita dengar hingga dapat menjinakkan hati setahap demi setahap.
Setelah cara mendengarkan Dharma, bab berikutnya dalam Instruksi Guru Yang Berharga adalah bagaimana menuntun murid dalam tahapan jalan yang sesungguhnya. Bab ini dibagi dua, bagaimana bertumpu pada guru spiritual dan bagaimana mengembangkan batin setelah bertumpu pada guru spiritual. Bagian pertama tentang bertumpu pada guru spiritual dibagi dua, sesi meditasi dan di antara sesi meditasi. Sesi meditasi ini kemudian dibagi lagi menjadi praktik pendahuluan, praktik utama, dan penutup.
Enam Praktik Pendahuluan adalah kunci praktik Dharma, khususnya bertumpu pada guru spiritual. Enam praktik pendahuluan harus dilakukan dengan benar dan khusyuk. Bagian pertama dari enam praktik pendahuluan adalah bersih-bersih, membersihkan ruangan dan membersihkan diri sendiri. Tradisi ini merupakan warisan dari Guru Suwarnadwipa Dharmakirti. Praktik pendahuluan berikutnya adalah menyusun lambang tubuh, ucapan, dan batin Buddha serta persembahan, duduk yang nyaman dengan postur vajrasana, berlindung dan membangkitkan Bodhicita, mengundang ladang kebajikan dan mempersembahkan doa 7 bagian, lalu memanjatkan permohonan kepada guru silsilah. Kita harus melakukan praktik pendahuluan ini dengan serius, memohon dengan tulus kepada para Buddha dan guru-guru spiritual agar kita dapat mencapai realisasi dalam pembelajaran Dharma.