oleh Junarsih
Tak hanya kesehatan fisik, tapi kesehatan mental menjadi barang yang sangat memprihatinkan di kala pandemi yang tak kunjung usai. Kehilangan pekerjaan dan sulit mendapat pekerjaan kembali membuat mental banyak orang terguncang, sehingga mereka merasa khawatir tidak bisa menghidupi diri sendiri dan keluarga. Tak sedikit juga masyarakat yang cemas akan tertular virus corona dan bahkan khawatir akan meninggal tiba-tiba dalam kondisi mengembang tanggung jawab.
Perasaan cemas dan khawatir akan rasa sakit dan kemudian meninggal ini sebenarnya bisa kita atasi kalau kita sebagai umat Buddha memahami konsep 4 Kebenaran Mulia. Sayangnya, yang menjadi umat Buddha sendiri pun masih merasakan kecemasan dan kekhawatiran terhadap pandemi. Hal ini diungkapkan oleh Y.M Bhikkhu Nyanasila Thera (Sekretaris Jenderal Sangha Agung Indonesia) dalam acara NDBF 3.0 yang saya ikuti pada Kamis (19/8) lalu.
“Pada curhat yang belum terpapar takut terpapar, yang sudah terpapar takut mati. Gimana kita sebagai seorang Buddhis membantu mengatasi masalah mental. Kenapa kita mengalami stres dan cara menanganinya di masa pandemi seperti ini?” tutur Y.M. Bhikkhu Nyanasila Thera.
Penuturan Sekretaris Jendral SAGIN ini sangat menarik karena kita sebagai seorang Buddhis diajak untuk mengatasi masalah kesehatan mental. Lebih lanjut Beliau menjelaskan pengertian dari stres.
Stres Itu Apa?
“Stres adalah gangguan atau kekacauan mental karena faktor dari luar yang mengakibatkan kecemasan, kemarahan, ketakutan. Dalam Buddhis disebut perasaan yang tidak menyenangkan, bentuknya kecemasan, kekhawatiran, kegelisahan.”
Dari penjelasan Y.M Bhikkhu Nyanasila Thera ini, saya jadi berpikir, wah jangan-jangan saya juga sedang mengalami kecemasan dan kekhawatiran yang terpendam selama ini. Bukan khawatir tertular virus, tapi saya khawatir tiba-tiba meninggal sedangkan di sisi lain masih ada keluarga yang harus diurus. Mumet.
Faktor Penyebab Stres
Kemumetan saya terjawab ketika mendengar penjelasan Y.M Bhikkhu Nyanasila Thera tentang alasan seorang umat Buddha merasa cemas tertular virus corona dan takut akan kematian. Menurut Beliau, seseorang bisa menjadi stres karena 2 faktor, yaitu tidak mampu memahami hukum kehidupan tentang perubahan dan menolak hukum perubahan itu sendiri–maunya seperti dulu kala, tidak mau ada perubahan.
Jadi, kenapa kita menolak perubahan? Jawabannya seperti penjelasan Y.M Bhikkhu Nyanasila Thera yang saya tuliskan di awal, yaitu kita belum memahami konsep 4 Kebenaran Mulia–adanya dukkha, penyebab munculnya dukkha, jalan keluar dari dukkha, dan lenyapnya dukkha.
Y.M Bhikkhu Nyanasila Thera menerangkan bahwa penolakan terhadap adanya pandemi, kematian, dan hal lain yang tidak menyenangkan adalah contoh dari dukkha. Ketidakmampuan kita untuk menerima pandemi inilah yang menimbulkan ketidakpuasan sehingga menyebabkan penderitaan yang berujung pada stres.
Resep Mengatasi Stres
Untuk menangani stres karena pandemi ini, Beliau menuturkan 3 resep jitu, yaitu 3P. Pertama, pola pandang benar dengan menerima keadaan bahwa sekarang kita sedang diguncang pandemi. Kalau sudah memiliki pandangan benar, kita bisa mengubah pola hidup agar dapat beradaptasi dengan kondisi pandemi ini. Adaptasi ini berupa pemberlakuan PPKM agar aktivitas di luar rumah dapat dikendalikan. Setelah kita bisa beradaptasi, saatnya kita melakukan pola kebiasaan sehari-hari dengan mengatur kegiatan supaya lebih produktif saat di rumah aja. Nah, di sini kita belajar untuk memulai kebiasaan baru yang tidak biasa kita lakukan dan bisa mengembangkan diri kita, seperti meditasi pagi, puja pagi, dan lebih fokus dengan aktivitas sehari-hari.
Nah, dari sesi bersama Y.M Bhikkhu Nyanasila Thera ini, saya memperoleh pengetahuan yang luar biasa tentang penerimaan kondisi dengan apa adanya, terutama saat pandemi ini. Pandemi datang secara alami, jadi ya kita harus menerimanya. Seperti hujan yang datang tidak tepat pada waktunya, kita pun harus menerimanya, bukan menolaknya. Hal utama yang harus kita lakukan agar tidak hidup cemas dan stres di kala pandemi ini adalah dengan mencoba untuk beradaptasi dan mempraktikkan resep 3P (pola pandang benar, pola hidup, dan kebiasaan).