Tanpa terasa, Indonesia Lamrim Retreat 2018 telah mencapai hari terakhir. Pada hari pertama di tahun baru, 1 Januari 2018, Y. M. Biksu Bhadra Ruci mengajak seluruh peserta retret untuk mengawali tahun baru ini dengan membuat kebajikan besar. Kebajikan apa itu? Tak lain tak bukan adalah kebajikan dari membangkitkan Bodhicita, tekad untuk mencapai Kebuddhaan demi menolong semua makhluk.
Sesi hari ini diawali dengan meditasi 6 Praktik Pendahuluan, diikuti dengan perenungan Bodhicita. Suhu Bhadra Ruci membimbing kita setahap demi setahap berdasarkan topik-topik Lamrim, khususnya teks “Instruksi Guru yang Berharga” karya Phabongkha Rinpoche yang telah dipelajari selama 11 hari retret berlangsung. Pertama-tama kita diingatkan betapa beruntungnya kita dilahirkan sebagai manusia dengan segala kebebasan dan keberuntungan yang memungkinkan kita untuk belajar dan mempraktikkan Buddhadharma. Namun, tubuh manusia yang kita miliki ini tidak akan bertahan selamanya. Kematian itu pasti, tapi waktunya tidak pasti sementara ancaman penderitaan alam rendah telah menanti. Buddha, Dharma, dan Sangha mampu melindungi kita dari ancaman tersebut. Mereka juga telah menunjukkan jalan untuk memastikan kebahagiaan di kehidupan mendatang, yaitu bertumpu pada hukum karma dan akibat-akibatnya.
Dengan berlindung pada Triratna dan menghindari ketidakbajikan serta berbuat bajik sesuai hukum karma, kita dapat terhindar dari penderitaan di kehidupan mendatang. Sayangnya tak ada jaminan bahwa kita tidak akan jatuh lagi ke alam rendah. Bahkan di alam tinggi pun kita masih menderita karena ketidakpastian, ketidakpuasan, meninggalkan tubuh berulang kali, terlahir kembali berulang kali, perubahan status berulang kali, dan tiadanya teman sejati. Kita akan mengalami itu semua berulang-ulang karena karma dan klesha yang memaksa kita untuk terus terlahir kembali dan terjebak di samsara. Di sini kita harus menumbuhkan rasa penolakan terhadap samsara. Namun, kita juga diingatkan bahwa bukan hanya kita yang mengalami penderitaan tersebut. Orang tua kita juga menderita. Tak terhingga banyaknya makhluk yang pernah berjasa bagi hidup kita juga menderita. Semua makhluk yang pernah menjadi orang tua kita di kehidupan lampau sejak waktu tak bermula juga menderita. Oleh karena itu, kita harus bertekad untuk mengemban tanggung jawab menolong mereka semua agar bebas dari samsara dengan mencapai Kebuddhaan. Tekad inilah yang disebut Bodhicita. Kebajikan dari membangkitkan Bodhicita ini amatlah besar karena objeknya amat luas dan besar, yaitu semua makhluk yang tak terhingga jumlahnya.
Setelah perenungan Bodhicita, Suhu Bhadra Ruci kembali mengajak kita semua merenung sebelum menutup sesi dengan pelimpahan jasa. Beliau mengibaratkan tubuh manusia kita bagaikan sebuah rumah sakit. Ketika membangun rumah sakit, kita menerima dua kebajikan: ketika membangun rumah sakit dan ketika rumah sakit itu digunakan oleh orang-orang. Demikian pula tubuh kita ini ‘dibangun’ oleh orang tua kita. Ketika kita menggunakan tubuh ini untuk berbuat kebajikan, orang tua kita juga menerima karma baik karena telah membuat sesuatu yang digunakan untuk mengumpulkan kebajikan. Yang menerima karma baik ini bukan hanya orang tua kita di kehidupan saat ini, tapi juga semua orang tua kita dari kehidupan lampau. Di hari ini, kita semua membuat kebajikan yang amat besar dari membangkitkan Bodhicita. Dengan demikian, tak terhingga makhluk yang pernah menjadi orang tua kita juga menerima kebajikan yang amat besar. Inilah bentuk bakti yang sesungguhnya. Rasa bakti dan sukacita atas kebajikan besar inilah yang harus kita pertahankan dalam batin saat membacakan bait-bait dedikasi untuk melimpahkan kebajikan bagi semua makhluk.
Sebagai penutup, Suhu Bhadra Ruci berpesan agar di tahun 2019 ini kita lebih banyak menggunakan hati alih-alih terlalu banyak berpikir dengan logika saja sehingga menghambat praktik spiritual kita. Beliau juga mengajak kita untuk mengurangi sikap mementingkan diri sendiri dan lebih banyak memikirkan orang lain.