Close Menu
    Facebook X (Twitter) Instagram
    Trending
    • Merenungkan Demo Hari Buruh dari Sudut Pandang Buddhis
    • Tiga Bulan YPPLN Berkarya – Triwulan Pertama 2025
    • Melampaui Gender: Potret Perempuan dalam Sutra Agama Buddha
    • Belajar Dharma dari Ne Zha 2
    • Kelahiran, Kematian, dan Kemanusiaan dalam Film Mickey 17
    • Agama Buddha dan Kemerosotan Moral
    • Lagu Titiek Puspa Yang Wajib Direnungkan
    • Brave Bang Bravern! adalah Anime Religi?
    Lamrimnesia
    • Home
    • Mari Belajar
      • Apa itu Lamrim?
      • Peta Lamrim
      • Topik-Topik Lamrim
    • Wacana
      • Berita
      • Artikel
      • Infografis
    • Buku
      • Audiobook
      • Daftar Buku Tak Berbayar
      • Resensi
    • Kegiatan
      • Festival Seni & Budaya Buddhis 2018
      • Ananda Project
      • Berbagi Dharma
      • Drepung Tripa Khenzur Rinpoche Indonesia Visit 2017
      • Indonesia Lamrim Retreat 2017
    • Dukungan
      • Dharma Patriot
        • Be a Dharma Patriot
        • Our Patriot’s Adventure
      • Dharma Patron
      • Donasi Buku Berbayar
      • Penyaluran Buku Tidak Berbayar
      • Laporan Tahunan YPPLN
      • Laporan Triwulan YPPLN
      • Laporan Keuangan YPPLN
    • Tentang Kami
    • Store
    Lamrimnesia
    You are at:Home » Wacana » Artikel » Pesan Umat Buddha untuk Menteri Budaya
    Arca Buddhis di Museum Radia Pustaka Solo

    Pesan Umat Buddha untuk Menteri Budaya

    0
    By Redaksi Lamrimnesia on November 8, 2024 Artikel, Featured, Wacana

    Ada yang baru di Kabinet Merah Putih!

    Setelah sekian lama disatukan dalam Kemendikbudristek, akhiran Indonesia punya kementerian khusus untuk urusan kebudayaan. Pemekaran kementerian ini tentu menuai pro dan kontra yang perlu dinilai dengan kritis, tapi berhubung Indonesia sangat kaya akan warisan budaya yang sangat beragam, kita tentu berharap setiap aspek kebudayaan Nusantara bisa mendapatkan perhatian lebih dengan adanya kementerian khusus.

    Apa urusannya dengan umat Buddha?

    Peradaban Buddhis Nusantara meninggalkan banyak sekali warisan budaya

    Ada banyak sekali situs percandian Buddhis yang menyimpan banyak cerita. Museum di berbagai kota pun menyimpan banyak sekali prasasti dan arca. Itu pun baru sebagian, belum termasuk lebih banyak warisan yang tersebar di mancanegara. Namun, pemahaman maupun manfaat yang bisa didapatkan bangsa ini dari peninggalan tersebut hanyalah seujung jari dibanding potensi yang ada!

    Penulis bukan ahli sejarah atau arkeologi, tapi penulis yakin ada langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk menarik potensi penuh dari warisan budaya Buddhis sebagaimana yang diharapkan leluhur kita!

    Ini beberapa usulan yang bisa dilakukan:

    Update Pengetahuan

    Salah satu koleksi populer Museum Nasional Indonesia ini hingga kini dilabeli sebagai “Bhairava Buddha” dan dikaitkan dengan praktik ritualistik yang mengerikan. Namun, sesungguhnya sudah ada penelitian yang lebih baru dengan rujukan yang lebih luas.

    Andrea Acri dan Aleksandra Wenta dalam “A Buddhist Bhairava? Krtanagara’s Tantric Buddhism in Transregional Perspective” (2022) menunjukkan bahwa arca yang didirikan atas perintah Raja Kertanegara dari Singosari ini sebenarnya menggambarkan sosok Mahakala dalam panteon Buddhis. Sang Raja juga tercatat merupakan sosok yang “tidak lalai, jauh dari mabuk-mabukan, bersemangat menjalankan kebijakan, dan mempraktikkan ajaran Buddha demi kesejahteraan negara”.

    Kasus Bhairava Buddha ini hanya satu contoh kecil dari sekian banyak kasus-kasus serupa. Contoh lainnya adalah konsep Tridhatu Candi Borobudur yang masih terpampang di situs pengelola, Kemendikbud, dan tampak di rancangan Museum Nasional yang sedang dikerjakan meski telah ramai disangkal oleh tokoh Buddhis maupun peneliti umum.

    Ilmu pengetahuan selalu berkembang, begitu juga temuan mengenai warisan Buddhis di Nusantara. Alangkah baiknya jika ada dukungan untuk mempelajari kembali warisan-warisan ini dan memperbarui informasi yang disampaikan ke masyarakat. Kan malu ya kalau kita ketinggalan info soal warisan bangsa sendiri?

    Upgrade Perawatan dan Penataan

    Sedih sekali melihat arca-arca warisan leluhur digeletakkan begitu saja di sembarang pojokan museum. Arca para Buddha dan Bodhisatwa dibuat oleh leluhur kita, diukir dengan keterampilan, keyakinan, rasa bakti, dan harapan agar anak-cucunya terinspirasi untuk mengembangkan welas asih dan kebijaksanaan ketika melihatnya. Bayangkan betapa sedihnya mereka jika tahu bahwa warisan yang mereka tinggalkan disia-siakan begitu saja?

    Selain perawatan, penataan arca-arca ini juga seharusnya bisa dikelompokkan dan disusun berdasarkan konteks asal-usulnya sehingga memberikan gambaran yang lebih lengkap mengenai makna yang terkandung di dalamnya. Kita akan bisa belajar lebih banyak tentang betapa hebatnya leluhur kita dan pesan apa yang mereka titipkan lewat warisan ini.

    Merawat warisan budaya fisik, baik arca, candi, ataupun kitab-kitab kuno, merupakan bentuk praktik Dharma bagi umat Buddha sekaligus upaya melindungi dan menghormati sejarah bangsa bagi masyarakat yang lebih luas. Alangkah baiknya jika warisan-warisan ini diperlakukan sebagaimana mestinya: candi sebagai tempat ibadah, arca dirawat dan ditempatkan dengan layak. Jangan pakai indikator pariwisata saja!

    Upgrade Pendekatan

    Semua bisa merasakan bahwa penelitian maupun publikasi arus utama seputar peninggalan peradaban Buddhis cenderung berfokus pada barang fisik. Kita bisa dengan mudah menemukan informasi tentang umur, bahan, dan gaya seni atau arsitektur suatu candi atau arca Buddhis, tapi hampir tidak ada penjelasan mengenai nilai yang dilambangkan olehnya.

    Padahal, barang atau bangunan fisik dibuat semata-mata untuk menyampaikan sebuah pesan. Di balik setiap benda, terdapat warisan budaya tak benda berupa cara leluhur kita memandang kehidupan dan nilai-nilai apa yang mereka junjung. Di situlah pelajaran sesungguhnya terkandung!

    Khususnya dalam hal warisan Buddhis, suatu candi atau arca umumnya berkaitan dengan sosok Buddha atau Bodhisatwa yang setiap ornamennya melambangkan kualitas tertentu.  Sebagai Buddhis, kita tahu bahwa “pemujaan” bukan sekadar meminta-minta, tapi juga pernyataan tekad untuk mencapai kualitas yang digambarkan dengan medium arca, relief, atau bangunan candi. 

    Pendiri Candi Sewu ingin rakyat meraih kebijaksanaan sempurna seperti Manjusri. Borobudur adalah buku cetak 3D yang mengajarkan cara hidup harmonis dengan keberagaman agama, gender, dan status sosial. Kompleks Muara Jambi adalah sekolah yang mewariskan ilmu “Terima Kasih”, sebuah metode healing yang menundukkan ego dan menumbuhkan welas asih tertinggi. Semua pengetahuan ini tidak akan bisa digali jika penelitiannya tidak melibatkan umat Buddha atau referensi kitab Buddhis yang lebih kaya.

    Alih-alih menggunakan pendekatan kultural-historis atau arkeologi prosesual yang terbatas oleh ciri fisik dan bukti empirik, penelitian bisa dilakukan dengan pendekatan arkeologi post-prosesual yang memungkinkan multi-interpretasi dari kelompok marjinal (dalam hal ini, umat Buddha) & merangkul kajian yang lebih bersifat filosofis. Pendekatan ini bisa diterapkan untuk memperbarui pengetahuan lama maupun melakukan penelitian baru terhadap begitu banyak warisan budaya yang masih terkubur. Tentunya ini hanya bisa dilakukan dengan partisipasi dari banyak pihak & pemangku kepentingan.

    Kalau Menteri Budaya yang baru bisa jadi pelopor, fix bakal jadi salah satu menteri paling rizz, +3.000.000 aura!

    Referensi:

    • Andrea Acri, Aleksandra Wenta – “A Buddhist Bhairava? Krtanagara’s Tantric Buddhism in Transregional Perspective” (2022)
    • Johnson – “Terima Kasih: Warisan Budaya Tak Benda yang Masih Terkubur” (2024) – lamrimnesia.org
    • Stanley Khu – “Memasuki Rel yang Sama, atau: Upaya Seorang Outsider untuk Memahami Pendirian Arkeologi tentang Pemasangan Chatra di Borobudur Berdasarkan Disiplin Ilmu Arkeologi” (2024) – borobudurwriters.id
    lamrimnesia sejarah Buddhis
    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    Previous ArticleTerima Kasih: Warisan Budaya Tak Benda yang Masih Terkubur
    Next Article Mungkinkah Kebajikan Berlipat Ganda?
    Redaksi Lamrimnesia

    Related Posts

    Menggali Kembali Praktik Penyembuhan dari Muara Jambi 

    Dulu Diajarkan Leluhur, Kini Diakui Dunia: Healing ala Muara Jambi

    Belajar Dharma Lewat OST Wicked

    Comments are closed.

    Dharma Patron Rutin
    Dharma Patron Rutin

    Penyokong Dharma Mulia dengan berdana secara rutin setiap bulannya untuk menjaga kesinambungan pelestarian dan pengembangan Dharma di Nusantara. Berapapun nominalnya, akan sangat bermanfaat bagi Buddhadharma di Indonesia.


    Dharma Patron Non-Rutin
    Dharma Patron Non-Rutin

    Penyokong Dharma Mulia dengan berdana sekali waktu untuk pelestarian dan pengembangan Dharma di Nusantara. Berapapun nominalnya, akan sangat bermanfaat bagi Buddha dharma di Indonesia.


    MEMBERSHIP
    • login
    • register

    Infografis

    Find us At
    • facebook
    • instagram
    Lamrimnesia

    Lamrimnesia

    Yayasan Pelestarian dan Pengembangan Lamrim merupakan sebuah yayasan yang dirikan untuk melestarikan dan menyebarkan tradisi Lamrim guna mendorong bangsa Indonesia, khususnya generasi muda, untuk melakukan praktik Dharma yang didasari oleh ilmu yang nyata sehingga menciptakan perubahan positif bagi seluruh Nusantara.

    Hubungi Kami:

    Call Center Lamrimnesia
    Care - +6285 2112 2014 1
    Info - +6285 2112 2014 2
    email: [email protected]
    facebook: facebook.com/lamrimnesia

    Recent Posts
    April 30, 2025

    Merenungkan Demo Hari Buruh dari Sudut Pandang Buddhis

    April 25, 2025

    Tiga Bulan YPPLN Berkarya – Triwulan Pertama 2025

    April 21, 2025

    Melampaui Gender: Potret Perempuan dalam Sutra Agama Buddha

    Store
    © 2025 ThemeSphere. Designed by ThemeSphere.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.