Dosen dan aktivis Buddhis mengungkap rahasia dan makna mendalam dari “terima kasih” dari sejarah Muara Jambi, pada talkshow “Terima Kasih: Unconditional Love Ajaran Klasik dari Muara Jambi”.Acara yang diselenggarakan pada Sabtu, 27 Juli 2024 di Savasana coffee & event space, Yogyakarta ini merupakan bagian dari pre-event Nusantara Dharma Book Festival, festival literasi besutan Yayasan Pelestarian dan Pengembangan Lamrim Nusantara yang akan digelar Oktober 2024.
Sejarah Muara Jambi & Guru Suwarnadwipa
Dr. Hastho Bramantyo, Dosen Sekolah Tinggi Agama Buddha Syailendra, memulai obrolan dengan mengulik masa lalu Muara Jambi sebagai universitas besar pada zaman Sriwijaya. Universitas ini dipimpin oleh guru bernama Guru Suwarnadwipa Dharmakirti yang tidak hanya tersohor di Nusantara, tapi juga sampai luar negeri.
Pada masa itu, Guru Suwarnadwipa adalah orang terakhir yang bisa mengajarkan ilmu rahasia dalam agama Buddha yang bisa menghasilkan cinta tanpa syarat kepada semua makhluk. Demi ajaran ini, cendekiawan besar Guru Atisha Dipankara dari India untuk belajar ke Sriwijaya. Beliau melakukan perjalanan selama 13 bulan dan mengenyam pendidikan selama 12 tahun.
Dr. Hastho Bramantyo menegaskan bahwa ajaran Guru Suwarnadwipa ini merupakan warisan spiritual yang masih melekat pada bangsa Indonesia. “Ada pepatah dalam bahasa Jawa, Trahing kusuma rembesing madu, yang artinya silsilah nektar akan merembes sampai keturunannya,” jelasnya. Buktinya ada pada ungkapan “terima kasih” yang berakar dari bahasa Melayu, bahasa “persatuan” Sriwijaya dahulu.
Baca juga: Infografis Suwarnadwipa Dharmakirti Guru Buddhis dari Nusantara
Praktik Terima Kasih Warisan Muara Jambi
Salah satu latihan yang diajarkan Guru Suwarnadwipa adalah praktik “terima kasih”. Agustino, Direktur Yayasan Pengambangan dan Pelestarian Lamrim Nusantara menjelaskan bahwa sumber tekstual mengenai ajaran ini sangat terbatas karena dulu bersifat rahasia.. Namun, belakangan ajaran ini didokumentasikan di negeri Tibet dan sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sehingga orang Indonesia di masa kini bisa kembali mempelajarinya. Salah satunya adalah kitab “Latihan Batin Laksana Sinar Mentari” karya Namkha Pel yang menjadi rujukan dalam acara ini.
“‘Terima berarti menerima semua penderitaan semua makhluk dan ‘kasih’ berarti memberikan berkah baik kepada semua makhluk,” jelas Agustino.
Agustino menjelaskan bahwa kebanyakan orang akan menyalahkan orang lain sebagai penyebab penderitaan atau menyalahkan diri sendiri sehingga merongrong kesehatan mental seseorang. Ini bisa diatasi dengan praktik “terima kasih” dari Muara Jambi.l.
“Kita punya tools untuk benar-benar happy saat kita kesulitan menghadapi cepatnya perubahan,” ujar Agustino di penghujung sesi, “Indonesia patut berbangga karena telah mempunyai tools ini dan dapat dipelajari banyak orang karena sifatnya yang universal. Jika kita ingin belajar self love, unconditional love, compassion, inilah jawabannya.”
“Ajaran ini bermanfaat, jadi harus dibagikan ke seluruh dunia,” pungkas Dr. Hastho Bramantyo.
Penjelasan ajaran “terima kasih” dapat dibaca di buku “Latihan Batin Laksana Sinar Mentari”.
Tentang Nusantara Dharma Book Festival
Nusantara Dharma Book Festival (NDBF) 6.0, adalah festival literasi tahunan yang diprakarsai oleh Yayasan Pelestarian dan Pengembangan Lamrim Nusantara (YPPLN). Rutin diadakan sejak tahun 2019, acara ini berkomitmen untuk mempromosikan pentingnya literasi, warisan spiritual Nusantara, dan manfaatnya bagi kesehatan mental melalui bazar buku, bedah buku, seminar, workshop, lomba, dan pentas seni. Tahun ini, NDBF 6.0 akan kembali diselenggarakan pada 2–6 Oktober 2024 di Sangkring Art Space, D.I. Yogyakarta.
Informasi mengenai Nusantara Dharma Book Festival dapat diikuti melalui Instagram @dharmabookfest.