Sejak kapan Anda mengenal Buddhadharma? Ada yang sudah mengenal Dharma sejak kecil, ada juga yang dapat pelajaran di sekolah, ada juga yang baru mempelajari Buddhadharma secara mandiri di usia dewasa. Pertanyaannya adalah: apakah Dharma sudah memberikan dampak pada hidup kita? Apakah kita merasakan mendapatkan manfaat dari Dharma? Atau rasanya hidup kita bisa baik-baik saja dengan atau tanpa Dharma?
Buddha mengajarkan Dharma untuk mengubah batin kita: dari yang gampang marah jadi lebih sabar, dari yang serakah jadi lebih murah hati, dari yang hanya mementingkan diri sendiri jadi peduli pada orang lain. Dengan belajar Dharma, seharusnya kita bisa berubah dari tidak bahagia atau terus menghimpun sebab ketidakbahagiaan menjadi “siap” bahagia dan dengan senang hati menghimpun sebab-sebabnya. Namun, sama seperti kemahiran lain yang ada teknik-tekniknya, belajar Dharma juga ada tekniknya. Tanpa teknik ini, Dharma hanya akan “numpang lewat”. Padahal kita sudah “investasi” banyak sekali karma baik selama berkehidupan-kehidupan supaya bisa bertemu Buddhadharma di kehidupan ini, tapi karena tidak tahu cara belajarnya, investasi kita jadi tidak bisa “dicairkan”. Rugi dong!
Biar tidak rugi, yuk kita pelajari teknik belajar Dharma berikut ini!
1. Renungkan Manfaatnya
“Melalui mendengar, Dharma dipahami
Udana-varga
Melalui mendengar, kejahatan dihalau
Melalui mendengar, yang tak berguna ditinggalkan
Melalui mendengar, Nirwana dicapai”
Pertama, kita harus ingat manfaat dari belajar Dharma, yaitu bikin kita tahu apa yang seharusnya ditinggalkan dan apa yang harus dikembangkan supaya bisa bahagia. Beberapa contohnya sudah disebut sekilas di atas. Misalnya dengan belajar tentang karma, kita bisa berhenti melakukan karma buruk dan menghimpun karma baik; dengan belajar batin dan faktor mental dalam Abhidharma, kita bisa mengurangi kemarahan dan jadi lebih sabar di segala situasi. Seiring dengan berkurangnya karma buruk, penderitaan kita tentu akan berkurang. Seiring dengan berkurangnya sifat-sifat buruk, kita akan makin percaya diri, disukai banyak orang, dan semua urusan mulai dari karir sampai percintaan akan lancar.
Kemudian, semakin banyak kita belajar, ketidaktahuan kita berkurang, kebijaksanaan kita bertambah. Lama-kelamaan, kita pun bisa menjadi seperti Buddha yang bersih dari segala bentuk ketidaktahuan, memiliki kemahatahuan, dan karenanya bebas dari segala macam penderitaan.
2. Hormati ajaran & pengajarnya
Air tidak akan mengalir ke tempat yang tinggi, begitu juga dengan Dharma. Kalau kita belajar Dharma dengan tinggi hati, Dharma yang kita pelajari tidak akan masuk ke hati. Meskipun Guru yang mengajarkan Dharma tidak berpendidikan tinggi, tidak mahir bicara, atau sekadar “tidak cocok” dengan kita, kita tetap tidak boleh memandang rendah, apalagi menganggap remeh.
Selain itu, kadang kejadiannya bukan kita sengaja sombong, tapi tidak sadar bahwa kita take Dharma for granted. Kita menganggap kegiatan ceramah Dharma atau membaca buku Dharma adalah aktivitas biasa-biasa saja, bukan sesuatu yang penting dan bisa mengubah hidup. Atau kita merasa bahwa apapun yang akan kita pelajari bukanlah sesuatu yang baru, jadi tidak perlu diperhatikan secara saksama.
Hal ini bisa diatasi dengan menjalankan tradisi mengikuti pengajaran Dharma. Tradisi ini ada untuk mengondisikan batin kita agar memandang Dharma sebagai sesuatu yang berharga dan patut dihormati. Dengan bernamaskara dan duduk di lantai misalnya, kita secara fisik menempatkan diri kita di “bawah” dan sebagai orang yang memohon agar Dharma diajarkan kepada kita. Ketika kita duduk diam mendengarkan dengan sudut pandang seperti ini, Dharma tentu dapat mengalir lancar ke batin kita.
Secara khusus, ada sikap-sikap yang perlu kita jaga sebagai wujud sikap hormat terhadap Dharma dan Guru Dharma:
- Bebas dari kesombongan
- Mendengarkan pada saat yang tepat
- Bersikap menghormati
- Bersikap sopan
- Bersikap bebas dari kemarahan
- Mendengarkan tanpa niat mencari kesalahan
- Bebas dari pandangan meremehkan
- Menganggap guru memiliki kekurangan (fisik tidak menarik, nada bicara tidak mengenakkan, kata-kata buruk, dsb.)
3. Cara Belajar yang Sesungguhnya
Setelah tahu manfaat belajar Dharma dan punya sikap yang sesuai, kita bisa lanjut mempelajari dan menerapkan teknik belajar yang sesungguhnya! Teknik ini terbagi jadi 2, yaitu hal yang harus dihindari dan pemikiran yang harus dikembangkan.
Jangan Menjadi Wadah yang Cacat
Bayangkan kita adalah wadah yang hendak menampung air Dharma. Agar Dharma yang masuk bisa tertampung dengan baik, kita sebagai wadah tentu harus berada dalam kondisi yang baik pula. Karena itu, kita harus memastikan agar kita tidak memiliki kondisi-kondisi berikut:
- Terbalik – hanya tubuh yang membaca atau mendengarkan Dharma, tapi pikiran melayang ke mana-mana. Dharma tak ada yang masuk ke otak, apalagi batin.
- Kotor – belajar dengan motivasi yang salah, misalnya untuk mencari bahan ceramah supaya kita dihormati dan disukai
- Bocor – sudah susah-payah belajar, tapi langsung melupakan apa yang dipelajari & tidak dipraktikkan
Sebaliknya, kita harus berupaya mengembangkan 6 pemikiran berikut:
- Kita adalah orang sakit
Kita berputar-putar di samsara karena membawa banyak penyakit: penyakit marah, penyakit serakah, sombong, penyakit malas, dsb. Kalau dirangkum, intinya sih semua penyakit kita berasal dari klesha dalam batin kita. Penyakit ini sangat parah, sangat berbahaya, dan sudah kita derita sejak waktu yang tak bermula. Kalau sakit sehari-dua hari saja kita sudah panik cari obat, masa sakit yang demikian lama dan parah kita biarkan saja?
- Dharma adalah obatnya
Saat tahu bahwa ada obat yang bisa menyembuhkan penyakit kita, tentunya kita akan semangat mencari obat itu sampai ketemu. Apa obat untuk penyakit akibat klesha? Dharmalah satu-satunya yang bisa! Kita perlu mencari Dharma dengan motivasi dan pemikiran yang sama untuk mendapatkan hasil maksimal.
- Buddha atau Guru Dharma adalah dokter yang mahir
Kalau kita sembarangan makan obat tanpa diagnosis dari dokter, kita bisa makan obat yang salah, baik dari segi jenis maupun dosis. Karena itulah kita perlu mencari dokter yang mahir untuk memberi kita diagnosis yang tepat sekaligus resep obat yang manjur.
“Ketika orang sakit menemukan seorang dokter, kita akan dengan senang hati mendengarkan apa yang dikatakan dokter tersebut dan memperlakukannya dengan hormat.”
Phabongkha Rinpoche, Pembebasan di Tangan Kita Jilid I
- Praktik Dharma dengan sungguh-sungguh pasti bisa menyembuhkan penyakit
Meski punya dokter yang mahir dan obat yang manjur kalau kita tidak pernah minum obatnya dengan benar. Inilah yang mungkin banyak terjadi pada umat Buddha di Indonesia: banyak belajar Dharma, tapi tidak merasakan manfaatnya.
Agar Dharma tak sekadar lewat, kita harus “minum” obat Dharma dengan merenungkan dan memeditasikan apa yang kita pelajari. Sedikit demi sedikit, pemikiran kita akan semakin selaras dengan Dharma. Kita perlu mengambil waktu “makan”, yaitu mendengarkan Dharma yang baru diajarkan, untuk mengaitkan Dharma tersebut dengan kehidupan kita. Jika tidak, kita akan menjadi bebal terhadap Dharma.
- Memandang Buddha sebagai makhluk suci
Dharma diajarkan sang Buddha. Selain sebagai sosok Guru, Buddha juga menjadi bukti sekaligus target masa depan yang bisa kita capai jika kita serius belajar dan praktik Dharma. Semakin tinggi “target”-nya, setinggi itulah hasil yang akan kita dapatkan. Kita juga akan menghormati apa yang diajarkan sesuai dengan “level” Guru yang mengajar, bukan?
Dengan menyadari bahwa Buddha adalah makhluk suci, otoritas sempurna yang bebas dari kesalahan sekecil apapun, kita juga jadi tahu bahwa ajaran Beliau bebas dari kesalahan sekecil apapun dan kita bisa mengatasi semua kesalahan yang kita miliki jika kita belajar Dharma dengan serius. Ini sekaligus menjati latihan mengingat Buddha.
- Berharap Dharma bertahan untuk waktu yang lama
Belajar Dharma butuh proses yang panjang. Buddha Sakyamuni saja harus berlatih selama berkalpa-kalpa dan melalui proses kelahiran dan kematian yang tak terhingga banyaknya hingga bisa menjadi seperti sekarang. Coba bayangkan, bagaimana jadinya kalau sebelum belajar & praktik kita tuntas, eh Buddhadharma dilarang oleh negara atau bahkan hilang dari muka bumi?
Supaya kita bisa belajar dan praktik Dharma sampai tuntas, kita harus dengan tulus mengharapkan Dharma bertahan lama. Secara khusus, kita perlu merenungkan bahwa aktivitas mempelajari Dharma yang sedang kita lakukan ini akan berkontribusi untuk mempertahankan Dharma di dunia.
Teknik-teknik ini ada dalam bab 3 Lamrim atau Tahapan Jalan Menuju Pencerahan yang merangkum keseluruhan ajaran Buddha menjadi topik-topik urut untuk dipelajari. Ketika pertama kali dijelaskan, pembelajaran Dharma dilakukan secara langsung dengan Guru menjelaskan, murid mendengar. Di zaman sekarang, proses studi Dharma sudah berkembang pesat. Selain mendengarkan pengajaran Dharma secara langsung, kita bisa mendapatkan pengetahuan Dharma dari buku, video, dsb. Meski begitu, teknik “mendengarkan” Dharma tetap bisa dan perlu diterapkan dalam setiap upaya kita mempelajari dan mempraktikkan Buddhadharma.
Sudah siap mencoba teknik belajar yang satu ini?
Referensi:
- Pembebasan di Tangan Kita Jilid I – Phabongkha Rinpoche
- “Jangan Sampai Obat Menjadi Racun” – Y.M. Biksu Bhadra Ruci dalam ILR 2017