Buddham saranam gacchami,
Dhammam saranam gacchami,
Sangham saranam gacchami.
I go to the Buddha for refuge,
I go to the Dhamma for refuge,
I go to the Sangha for refuge.
Dalam bahasa Inggris, kalimat “Buddham saranam gacchami” diterjemahkan sebagai ‘I go to the Buddha for refuge’.Terjemahan tersebut jika diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘Aku pergi berlindung kepada Buddha’. Ya, ada kata “pergi” dalam terjemahan tersebut, berbeda dengan terjemahan dalam bahasa Indonesia yang biasa kita temui, yaitu “Aku berlindung kepada Buddha”.
Meskipun tampak sepele, namun hilangnya kata “pergi” menimbulkan miskonsepsi yang signifikan terhadap konsep Tisarana yang pernah kita pelajari di sekolah maupun vihara selama ini. Kata “pergi” ini penting karena menunjukan makna bahwa kita memerlukan sebuah aksi aktif untuk mencapai perlindungan, bukan hanya ‘omon-omon’ semata, lebih-lebih supaya terlihat sebagai seorang Buddhis saja.
Sebenarnya, tanpa perlu kita beri rayuan maupun janji-janji manis, Sang Buddha telah memiliki welas asih yang tidak terbatas dan tidak berubah kepada semua makhluk. Selain itu, Sang Buddha juga mampu berada di mana saja dan kapan saja. Berdasarkan hal itu, tentu saja Sang Buddha jelas selalu mau dan mampu untuk memberikan perlindungan kepada kita serta semua makhluk. Namun, layaknya matahari yang senantiasa bersinar namun tak mampu menembus goa gelap; perlindungan Sang Buddha juga tidak dapat kita peroleh jika kita tidak mengarahkan usaha kita sendiri untuk pergi berlindung.
Lebih spesifik lagi, dalam kaitannya dengan Tisarana, aspek ‘aksi’ inilah yang membedakan hasil akhir dari Tisarana seorang Buddhis. Berdasarkan Lamrim atau Tahapan Jalan Menuju Pencerahan, untuk menjaga agar Tisarana kita menjadi aksi nyata dan tidak menjadi ‘omon-omon’ semata, seorang praktisi harus menjalankan sila-sila Tisarana. Nah, dalam kesempatan kali ini, mari kita bahas sedikit sila-sila penghindaran, yang merupakan bagian dari sila-sila pribadi seorang praktisi yang sudah mengambil perlindungan!
- Tidak Menyatakan Perlindungan kepada Objek Selain Sang Triratna
Ketika seseorang telah memahami alasan untuk Tisarana, mengenali kualitas-kualitas terunggul Sang Triratna, dan memahami manfaat-manfaat dari Tisarana; maka akan sangat aneh apabila ia juga menyatakan perlindungan kepada objek-objek dengan kualitas yang lebih rendah, seperti dewa-dewi duniawi, naga, dan makhluk-makhluk halus kuat lainnya. Perlu diperhatikan kembali bahwa kita boleh saja untuk berdoa dan memberikan persembahan kepada mereka, terutama jika kita membutuhkan bantuan dalam mempraktikkan Dharma. Namun, kita tidak boleh menyatakan perlindungan kepada mereka, karena ketika kita memegang dua objek Tisarana yang berbeda, maka kita akan menghancurkan nilai Tisarana kita pada Sang Triratna dan mengeluarkan kita dari komunitas Buddhis. - Tidak Menyakiti Makhluk Lain
Apabila memang kita benar bersungguh-sungguh menyatakan Tisarana kepada Sang Triratna, maka sudah sewajarnya kita meneladani kualitas Sang Buddha yang selalu memancarkan welas asih kepada semua makhluk. Terlebih lagi berdasarkan hukum karma, salah satu akibat dari membunuh atau menyakiti makhluk lain adalah terlahir di alam menderita, sesuatu yang amat kita takuti. Oleh karena itu, jangan dengan sengaja menyakiti makhluk lain, bahkan melalui tindakan seperti meminta pajak berlebihan kepada sesama manusia maupun memaksa hewan untuk membawa beban berlebih. - Tidak Bergabung dengan Non-Buddhis
Untuk menjaga keyakinan dan meningkatkan Tisarana, kita dianjurkan untuk tidak bergaul dengan orang-orang yang meragukan kebenaran Sang Triratna dan hukum karma, serta dengan orang-orang yang mengkritik bahwa ajaran-ajaran yang kita pelajari selama ini merupakan karangan yang dibuat oleh para biksu maupun guru yang licik. Sila ini menjadi sangat penting, khususnya bagi kita yang belum memiliki keyakinan yang kokoh, karena apabila kita tetap bergaul dengan mereka, ditakutkan kita akan terpengaruh oleh pemahaman salah yang mereka miliki. Sila ini juga sesuai dengan salah satu bait dalam Mangala Sutta, yaitu:
“Tak bergaul dengan orang-orang dungu,
bergaul dengan para bijaksana,
dan menghormat yang patut dihormat,
itulah berkah utama.”
Penutup
Tisarana telah menjadi salah satu hal yang umum dalam kehidupan umat Buddha. Namun apabila kita dapat meluangkan waktu sejenak untuk melihat keseharian kita, mari renungkan pertanyaan ini: Apakah kita telah melakukan Tisarana dengan baik dan benar? Apakah Tisarana kita telah menjadi aksi yang aktif dan bukan hanya ‘omon-omon’ saja? Jika memang kita masih belum melaksanakan Tisarana dengan maksimal, maka lekaslah bergerak saat ini juga! Sebabnya,Tisarana tidak akan pernah memberikan hasil apabila tidak ada aksi nyata untuk meraihnya. Pertama-tama, yuk latih diri untuk menjalani sila-sila yang telah disebutkan di atas!
Referensi:
Terjemahan Tisarana dalam bahasa Inggris dalam halaman accesstoinsight.org
“Pembebasan di Tangan Kita Jilid II” oleh Phabongkha Rinpoche