Memangnya ada cara menjadi Buddhis? Bukannya Buddhisme bukan agama, melainkan filsafat hidup atau way of life?
Buddha mengajarkan “Dharma” yang secara harfiah berarti kebenaran. Tidak peduli agama atau kepercayaan apa yang dianut seseorang, semua bisa menemukan potongan-potongan kebenaran dengan berbagai cara. Ketika ia hidup sesuai dengan kebenaran yang ia temukan itu, ia dapat dikatakan menjadi seorang “Buddhis” dalam artian “hidup sesuai dengan ajaran Buddha”. Namun, tentu lain halnya ada yang kita ingin menjadi “Buddhis” dalam artian “pengikut Buddha”. Walau tetap tidak perlu ganti KTP, menjadi Buddhis dalam artian ini tetap ada tata caranya!
Menjadi pengikut Buddha berarti bertumpu pada-Nya, mempelajari dan mengikuti keseluruhan ajaran-Nya (Dharma), dan hidup harmonis dengan sesama pengikut Buddha yang lain (Sangha), atau dalam konsep Buddhis dikenal dengan istilah “Trisarana” (Tiga Perlindungan). Trisarana berarti kita berlindung kepada Triratna (Tiga Permata) yang terdiri atas Buddha, Dharma, dan Sangha. Kita juga memiliki keyakinan bahwa Triratna dapat menolong kita untuk bebas dari kelahiran di alam rendah, bebas dari penderitaan samsara, hingga meraih Kebuddhaan demi kebaikan semua makhluk.
Ritual Hanyalah Awal
Umat Buddha di Indonesia mengenal upacara “pengambilan” Trisarana yang dikenal dengan istilah “visudhi”. Dengan mengikuti upacara ini, sang umat akan “resmi” menjadi seorang Buddhis. Ia juga akan diberikan nama khusus dan kartu visudhi sebagai bukti. Selain itu, ada bait-bait Trisarana yang menjadi bagian wajib dalam puja bakti di wihara. Isinya adalah sebagai berikut:
Buddham Saranam Gacchami – Aku berlindung kepada Buddha
Dhammam Saranam Gacchami – Aku berlindung kepada Dharma
Sangham Saranam Gacchami – Aku berlindung kepada Sangha
Ritual ini penting sebagai salah satu cara menanamkan sebab agar seseorang bisa mempraktikkan Trisarana sepenuhnya. Namun, praktiknya sendiri ada di setiap momen dalam keseharian, bukan sebatas ucapan dan upacara saja. Langkah-langkah Trisarana (dan lantas menjadi Buddhis) telah dirangkum dari berbagai khotbah Buddha dan ulasannya dalam Lamrim atau Tahapan Jalan Menuju Pencerahan Bagi Ketiga Jenis Praktisi. Kita pertama-tama perlu alasan yang kuat untuk melakukan Trisarana, mengenali masing-masing objek perlindungan, lalu mempelajari tolok ukur Trisarana dan manfaatnya, hingga mempraktikkan serangkaian ikrar agar kita punya pegangan yang kokoh terhadap Buddha, Dharma, dan Sangha.
Tolok Ukur Trisarana
Setelah memahami sebab-sebab Trisarana dan mengenali objek-objeknya, ada satu hal lagi yang perlu dipelajari: apa tolok ukur seseorang sudah Trisarana? Tolok ukur ini perlu dipelajari bukan untuk menghakimi orang, menilai apakah si anu dan si itu sudah cukup Buddhis atau belum, melainkan untuk memberi diri kita sendiri acuan mengenai cara berlindung kepada Triratna dan menjadi Buddhis yang seutuhnya.
Lamrim merangkum tolok ukur Trisarana ke dalam 4 poin. Penjelasannya berdasarkan kitab “Pembebasan di Tangan Kita” adalah sebagai berikut:
- Trisarana setelah mempelajari kualitas setiap aspek Triratna
- Trisarana setelah mempelajari perbedaan dalam Triratna
- Trisarana dengan menyatakan keyakinan pada Triratna
- Trisarana dengan menyangkal keyakinan terhadap ajaran lain
Mencegah Keyakinan Buta
Mempelajari kualitas setiap aspek Triratna dan perbedaan-perbedaannya sangatlah penting. Jika kita tidak memahami dua hal tersebut, tentu tak ada alasan bagi kita untuk mengandalkan Triratna sebagai perlindungan. Jika kita ngotot bertrisarana dengan keadaan demikian, “keyakinan” yang kita bangkitkan hanyalah sebatas keyakinan buta yang tidak didasari oleh pemahaman logis. Sangat mungkin kita akan kehilangan keyakinan tersebut sebelum bisa mendapatkan manfaat apapun dari Buddhisme. Atau kalaupun kita masih bertahan, manfaat yang kita dapat tak akan maksimal. Banyaknya umat Buddha yang pindah agama kemungkinan besar terjadi karena hal ini.
Pernyataan dan Penyangkalan dalam Menjadi Buddhis
Poin ketiga dari tolok ukur Trisarana, yaitu “menyatakan keyakinan pada Triratna” terdiri atas 3 jenis pernyataan, yaitu: (1) menyatakan keyakinan pada Buddha sebagai orang yang mengajarkan kita bagaimana menemukan Trisarana; (2) menyatakan keyakinan pada Dharma sebagai perlindungan yang sesungguhnya; dan (3) menyatakan keyakinan pada Sangha sebagai teman yang membantu kita menemukan Triśaraṇa.
Saat membuat pernyataan ini, kita benar-benar mempercayakan diri kita kepada Buddha yang ibarat seorang dokter, Dharma sebagai obat, dan Sangha sebagai perawat bagi hidup kita. Upacara visudhi dan pelafalan Trisarana dalam puja bakti rutin adalah contoh praktik dari poin ini.
Berikutnya, mMenyangkal keyakinan lain ini juga penting untuk memastikan agar kita tidak salah mengikuti sosok yang masih terikat samsara atau melakukan praktik-praktik yang tidak akan membantu kita mencapai kebahagiaan sejati. Saat ini, ada banyak sekte atau kelompok yang “mirip” dengan Buddhisme atau bahkan memang mengajarkan praktik Buddhis dengan tujuan khusus mengatasi persoalan di kehidupan saat ini. Jika seorang pengikut Buddha tidak bisa memisahkan praktik-praktik tersebut dengan praktik Buddhis sejati dengan pembebasan dan pencerahan sempurna sebagai tujuan utama, ia akan terjebak dan semakin jauh dari kebahagiaan sejati.
Menjadi Buddhis Berarti Keyakinan Sejalan dengan Logika
Di era sekarang ini, tak sedikit orang yang memandang praktik Trisarana sebelah mata, bahkan di kalangan Buddhis sendiri. Saking bangganya dengan ajaran Buddha yang seringkali digadang-gadang sebagai ajaran spiritual yang paling logis dan saintifik, ada yang menganggap bahwa Trisarana itu sebatas mempelajari teks Dharma atau menghimpun karma baik. Ekspresi keyakinan seperti menghormati rupang Buddha dan memohon atau berdoa kepada Buddha saat kita mengalami kesulitan dianggap “bukan ajaran Buddha”. Ini terjadi karena “Buddha” hanya dipahami sebagai sosok historis yang telah lama wafat, lantas memotong praktik “Trisarana” menjadi “Dwisarana” secara prinsip.
Pandangan ini dapat dengan mudah dipatahkan dengan memahami kualitas Buddha. Lebih lanjut, orang-orang yang telah mempelajari dan merenungkan kitab-kitab filosofis Buddhis akan menemukan betapa pentingnya Trisarana secara utuh. Pembelajaran dan perenungan yang mereka lakukan membawa mereka pada kesimpulan bahwa praktik Trisarana adalah sesuatu yang logis.
Lalu, jika para cendekiawan saja ber-Trisarana, bagaimana dengan orang lain yang tidak berkesempatan untuk mempelajari banyak risalah secara mendalam, tapi ingin menjadi pengikut Buddha? Tentunya semakin penting buat orang-orang seperti ini, termasuk penulis sendiri, untuk sepenuhnya memercayakan diri kepada Triratna.
Referensi:
“Pembebasan di Tangan Kita Jilid II” oleh Phabongkha Rinpoche
“Risalah Agung Tahapan Jalan Menuju Pencerahan: Lamrim Chenmo Jilid 1” oleh Je Tsongkhapa