oleh Kevin Chow
Pernah ga sih kalian ketemu teman atau orang yang hidupnya YOLO banget gitu? YOLO itu adalah singkatan dari You Only Live Once.
“Eh, kok lu tiap minggu check out keranjang Shopee mulu, sih? Gak ada niat buat hemat gitu?”
“Yaelah bro, kita YOLO aja lah. Ngapain hidup harus serius-serius amat, sih.”
Orang-orang dengan prinsip seperti ini berpikiran bahwa kita hanya hidup sekali saja. Sebenarnya, slogan ini bisa memiliki makna positif maupun negatif tergantung pada penggunaannya. Pada konteks percakapan sebelumnya, tentu saja ini merupakan contoh pemaknaan YOLO secara negatif, yang artinya ia hanya sibuk berfoya-foya menghabiskan uang untuk membeli sesuatu yang belum tentu berguna. Padahal, uangnya mungkin bisa saja ditabung atau diinvestasikan dan kemudian digunakan untuk hal-hal yang lebih berguna di masa mendatang. Jika kita melihat sudut pandang yang lebih positif, slogan YOLO juga bisa memotivasi kita untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat selama kita masih mampu bernapas untuk membuat hidup kita menjadi lebih bermakna.
Tapi guys, sebelum kita terjun lebih dalam tentang YOLO ini, kita perlu menelusuri keabsahan dari kata-kata gaul ini. Apakah benar bahwa kita hanya hidup sekali saja? Pernahkah kita berpikir bahwa setelah kehidupan ini berakhir, apakah semuanya akan selesai begitu saja? Jika memang begitu adanya, berarti semua perbuatan yang telah kita lakukan di kehidupan ini tidak akan membawa akibat apa pun dong? Terus, kenapa bisa ada orang yang terlahir di keluarga kaya, sedangkan yang lainnya terlahir di keluarga miskin? Lah, siapa dong yang nentuin kalo gitu? Apabila dilanjutkan, akan semakin banyak pertanyaan-pertanyaan yang akan muncul nantinya. Jika kalian penasaran dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut, kalian bisa menguliknya lebih lanjut di artikel “Utang Karma, Samsara, dan Squid Game”.
Kehidupan Setelah Mati
Secara singkat, kita (terutama Buddhis) meyakini bahwa hidup tidak hanya sekali saja. Setelah kematian, kita akan dilahirkan kembali ke alam yang lebih tinggi atau alam rendah. Sayangnya, kita tidak bisa dengan bebas memilih untuk dilahirkan ke alam yang mana karena itu semua bergantung pada karma yang telah kita perbuat. Jika selama kehidupan ini kita lebih banyak memupuk karma yang bajik, kita akan memiliki kesempatan untuk terlahir kembali di alam manusia atau pun alam yang lebih tinggi. Sebaliknya, jika kita lebih banyak mengumpulkan ketidakbajikan, maka kita akan otomatis terjatuh ke alam rendah. Kemungkinan ini menjadikan perenungan akan penderitaan di alam rendah sebagai tahapan penting setelah merenungkan tentang kematian dalam instruksi Lamrim (Tahapan Jalan Menuju Pencerahan) karena dapat menjadi dorongan kuat untuk melanjutkan praktik Dharma ke tahapan yang selanjutnya.
Tiga Alam Rendah
Berbicara tentang alam rendah, Buddhisme mengategorikan alam-alam tersebut menjadi tiga bagian, yakni alam neraka, binatang, dan hantu kelaparan.
Untuk alam neraka sendiri, setidaknya ada empat pembagian lagi, yaitu neraka besar, neraka berdekatan, neraka dingin, dan neraka sebagian. Bahkan jika kita ingin membahas lebih detail lagi, setiap neraka tersebut masih ada pembagiannya lagi loh! Jika teman-teman ingin mengetahui lebih lanjut tentang pembagiannya, bisa dibaca lebih lanjut di buku “Pembebasan di Tangan Kita Jilid II” oleh Phabongkha Rinpoche (hal. 222-248). Satu hal yang pasti, tidak ada satu pun alam neraka yang nyaman untuk ditempati.
Jika kalian pernah merasakan perihnya tersayat oleh pisau atau mungkin tidak sengaja tertusuk oleh jarum, maka kalian bisa membayangkan bahwa penderitaan di alam neraka jauh berkali-kali lipat lebih sakit dibandingkan itu. Mungkin agak sulit jika kita membayangkan diri kita yang sedang dipotong-potong dengan pisau atau dilempar ke dalam tungku besi panas yang penuh dengan kobaran api. Jika kalian pernah menggoreng sesuatu dan tidak sengaja terkena percikan minyak panasnya, nah itulah bagian yang sangat amat kecil dari keseluruhan penderitaan di alam neraka! Bukan, kita bukan sedang membahas cerita tentang psikopat atau semacamnya. Tapi, memang benar begitulah mengerikannya penderitaan di alam neraka.
Di atas neraka, ada alam hantu kelaparan. Secara umum, penghuni alam ini memiliki tiga jenis penderitaan. Yang pertama adalah halangan eksternal untuk mendapatkan makanan/minuman. Misalnya, ketika mereka menemukan mata air saat sedang kehausan, air tersebut tiba-tiba akan hilang saat mereka akan meminumnya. Kemudian, ada yang disebut sebagai halangan internal, contohnya hantu-hantu yang memiliki perut buncit tapi mulut mereka hanya seukuran mata jarum sehingga sangat sulit untuk menyantap makanan. Terakhir adalah penderitaan berupa halangan di dalam makanan/minuman itu sendiri karena apapun yang mereka santap akan berubah menjadi kobaran api.
Nah, selanjutnya kita membahas tentang penderitaan di alam binatang. Kebetulan, para binatang ini tinggal di alam yang sama dengan kita sebagai manusia sehingga kita bisa mengamati dengan jelas bagaimana kehidupan mereka. Syukur-syukur jika kita kebetulan bisa terlahir sebagai anjing atau kucing yang tinggal di rumah keluarga yang kaya sehingga kita bisa mengonsumsi Royal Canin setiap hari. Namun, seberapa besar sih kemungkinan kita bisa terlahir sebagai salah satu dari binatang peliharaan tersebut? Bayangkan jika kita terlahir sebagai ayam yang harus disembelih untuk dikonsumsi, sebagai singa di hutan yang harus saling berburu mangsa untuk bertahan hidup, atau sebagai ikan di perairan lautan dalam yang bahkan kita sendiri tidak tahu apa yang mereka lakukan di dalam sana. Secara umum, para binatang ini mengalami penderitaan berupa saling memakan satu sama lain, dungu dan bodoh, kepanasan dan kedinginan, kelaparan dan kehausan, serta dieksploitasi.
Kita Bisa Kena!
Setelah kita mengetahui semua bentuk penderitaan di alam rendah, kita perlu merenungkan bahwa dengan kondisi kita saat ini, sangat mungkin sekali bagi kita untuk terjatuh ke salah satu dari alam tersebut setelah kita meninggal nanti. Jika kita ingin hitung-hitungan peluang kita untuk terjatuh ke alam rendah ini, cukup ingat kembali kembali aktivitas apa saja yang sudah kita lakukan selama 24 jam terakhir, baik dari pikiran, ucapan, dan perbuatan. Apakah batin kita sudah cukup bajik hari ini atau kita malah sibuk iri dengan kesuksesan orang lain, kesal dengan bos kita yang ngomel terus di kantor, atau bahkan masih menyimpan dendam dengan mantan kita? Ketika aktivitas kita masih didominasi oleh hal-hal yang tidak bajik, sebenarnya itu merupakan sinyal kuat bahwa alam rendah akan menjadi destinasi kelahiran kita selanjutnya.
Kita juga bisa membandingkan jumlah makhluk yang terlahir di alam rendah dan alam manusia. Cukup hitung berapa banyak jumlah semut di satu sarang, tak terhitung! Ada berapa banyak sarang semut di dunia ini? Itu baru jumlah semut. Kita belum menghitung jumlah spesies binatang lainnya yang tak terhingga banyaknya. Apalagi jika kita menambahkan total seluruh makhluk yang terlahir di setiap kategori dari alam neraka hingga hantu kelaparan. Sudah terbayangkan seberapa besar kemungkinan kita untuk terpeleset ke alam rendah tersebut?
Dengan memahami penderitaan di alam rendah, seharusnya kita bisa memunculkan rasa takut yang akan memotivasi kita untuk mengurangi segala aktivitas tidak bajik yang sudah menjadi kebiasaan dalam hidup kita. Mumpung kita masih terlahir sebagai manusia, kita masih memiliki kemampuan untuk menciptakan sebab-sebab yang bajik untuk menghindari kejatuhan terlahir di alam rendah. Apabila kita sudah terlanjur lahir di alam rendah tersebut, akan sangat sulit bagi kita bahkan hanya untuk sekadar memikirkan tentang Dharma karena sepanjang saat kita hanya akan merasakan penderitaan dan penyiksaan tiada akhir.
Jadi, selagi kita masih diberi kesempatan hari ini, yuk kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya karena you don’t only live once!
Referensi:
Pembebasan di Tangan Kita Jilid II oleh Phabongkha Rinpoche
Risalah Agung Tahapan Jalan Menuju Pencerahan: Lamrim Chenmo Jilid 1 oleh Je Tsongkhapa