Sebelum berharap berkah dari Buddha, sadarkah bahwa dalam menjalani keseharian, kita sering kali membuang-buang waktu kita untuk hal-hal yang tidak bermanfaat? Padahal, kita sangat merindu-rindukan berkah untuk hadir dalam diri kita? Apakah mungkin bermalas-malasan akan memberikan berkah bagi kita?
Hari keenam Indonesia Lamrim Retreat 2017 dibuka oleh Biksu Bhadra Ruci dengan mengajak para peserta untuk merenungkan mengenai bagaimana kita sering menyia-nyiakan kelahiran sebagai manusia yang berharga. Lebih lanjut, hal ini diibaratkan oleh Arya Nagarjuna bagaikan timbunan permata yang disia-siakan dan pada akhirnya tidak bermanfaat. Tubuh kita ibarat permata yang kita sia-siakan dengan tidak menyadari kebebasan dan keberuntungan yang kita miliki.
Seberapa sering kita menghabiskan waktu untuk bermalas-malasan dengan melakukan hal yang tak berguna, menunda-nunda pekerjaan, dan berdalih bahwa kita tidak sanggup melakukan suatu hal sebelum benar-benar mencobanya? Hal ini bisa terjadi karena kita masih kurang melihat kualitas diri. Kita tidak bisa membedakan hal yang baik dan yang buruk dalam diri. Kita bahkan tidak mengenali hal-hal apa yang menarik bagi kita. Yang lebih parahnya, batin kita seringkali tidak mampu berkompromi dan masih bersikap seperti anak-anak. Padahal, jasmani kita terus menua sementara kematangan batin tidak mengenal ukuran waktu. Tubuh kita akan mati dengan membawa batin yang tidak matang. Lama-kelamaan, hal-hal tersebut bisa beracun dan menjadi “penyakit” bagi batin. Oleh karena itulah, kita perlu menyadari kualitas diri yang bisa kita capai dengan mencari obat yang tepat untuk menyembuhkan “penyakit” tersebut. Obat tersebut yakni dengan merenungkan Lamrim dengan mengajak diri sendiri bicara pada setiap aktivitas.
Before you do, ask.
Untuk merasakan perubahan yang tepat, tanyakanlah dirimu setiap saat. Apa yang kulakukan?
Untuk apa aku melakukan hal tersebut? Berapa lama hal tersebut akan memakan waktu kita? Pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu diarahkan ke dalam batin kita untuk menumbuhkan rasa bahwa kita butuh untuk berubah dan belajar. Akan tetapi, kita perlu menyadari bahwa dalam proses belajar, kita membutuhkan seorang sosok guru yang mampu menuntun kita. Sama halnya dengan guru di sekolah yang mengajarkan kita untuk membaca huruf-huruf dan aksara hingga kita bisa membaca artikel ini pada saat ini, guru spiritual adalah seseorang yang mampu menuntun kita menuju berkembangnya batin. Mengapa bukan Buddha? Pertama-tama, kita perlu menyadari bahwa timbunan karma buruk yang kita miliki sehingga kita tak bisa melihat sosok Buddha. Lantas, bagaimana mungkin Buddha bisa secara langsung mendorong kita mencapai realisasi? Dalam hal ini, guru spiritual merupakan jembatan antara diri kita dengan Buddha. Hanyalah karena kebaikan guru spiritual kepada kitalah, saat ini kita mampu bertemu dengan ajaran Dharma. Sebab siapa lagi orang yang mau, rela, dan berkapasitas untuk membimbing diri kita yang bebal ini selain guru spiritual?
Oleh karena kebaikan luar biasa tersebut, maka kita perlu mengembangkan rasa hormat kita layaknya kita menghormati guru yang telah berjasa menghindarkan kita dari buta huruf. Pengembangan rasa hormat itu tak lain dengan mengingat kebaikan-kebaikan guru spiritual. Pertama, ingatlah bahwa guru spiritual kita lebih baik dibandingkan seluruh Buddha yang pernah ada. Guru dikatakan melebihi Buddha sebab meskipun Buddha telah menyelamatkan banyak sekali makhluk, Buddha tidak bisa menyelamatkan diri kita. Faktanya, saat ini kita masih terjebak dalam samsara. Untuk lebih memahami hal ini, Geshe Potowa memberikan sebuah perumpamaan. Guru merupakan seseorang yang memberikan kita makanan ketika kita merasakan lapar yang amat sangat. Sementara Buddha adalah sosok yang memberikan kita makanan ketika kita berada dalam kondisi yang makmur. Jika kita merenungkan hal ini, kita akan menyadari bahwa guru lebih berharga dibandingkan dengan Buddha dalam hal pertolongan. Kedua, ingatlah kebaikan guru spiritual dalam mengajar Dharma. Di zaman di mana Dharma begitu langka untuk dijumpai dan bertemu dengan Buddha dan Bodhisatwa secara langsung merupakan hal yang sulit, hanya guru spiritual kitalah yang mau menunjukkan Dharma, memberitahu kita tentang realisasi, pencapaian, dan menuntun kita secara spiritual.
Poin ketiga yang membantu kita mengembangkan rasa hormat terhadap guru adalah karena kebaikan gurulah yang memberkahi batin kita. Begitu banyaknya klesha dan karma buruk yang telah kita perbuat menyebabkan kita semakin jauh dari Dharma sehingga meskipun berkalpa-kalpa tahun telah berlalu dan para Buddha sudah lahir, kita tidak bisa mencapai realisasi. Namun, karena adanya berkah yang kita terima ketika kita melakukan praktik-praktik seperti memohon kepada guru-guru kita, realisasi spiritual dapat dibangkitkan dalam batin kita. Bayangkanlah ketika ada seseorang yang menyelamatkan narapidana dari penjara, kemudian memberikan orang tersebut kemakmuran. Betapa luar biasa baiknya sang penyelamat! Bukankah hal ini mirip, bahkan tidak sebanding dengan guru kita yang tiada lelah membimbing kita untuk keluar dari alam rendah, membersihkan kita dari perbuatan buruk, dan memberi kemakmuran bagi kita serta mengajarkan kita kebenaran sejati?
Hal terakhir yang perlu kita ingat dan renungkan adalah kebaikan guru menggunakan materi-materi untuk mendekatkan murid-murid kepadanya. Selama ini kita mungkin berpikir bahwa hanya karena upaya kita sendirilah, kita bisa memperoleh berbagai bentuk kesenangan, kebahagiaan, dan ketenaran yang mungkin saat ini kita nikmati. Akan tetapi, ingatlah poin sebelumnya bahwa klesha atau kotoran batin kita begitu kuat dan karma buruk yang kita miliki tak terhingga banyaknya. Seluruh kualitas baik yang saat ini kita miliki tak terlepas dari kebaikan hati guru spiritual. Guru spiritual bisa hadir dan menjelma dalam berbagai bentuk. Untuk lebih memahami hal ini, bayangkanlah bahwa Buddha layaknya bulan yang bersinar di langit dengan banyak sekali tempayan berisi air jernih di dalamnya. Air jernih tersebut memantulkan bayangan bulan yang berada di langit. Hal ini memberikan kita perumpamaan bahwa meskipun hanya ada satu Buddha yang selama ini kita ketahui, Buddha termanifestasi dalam beragam bentuk. Dan salah satunya, adalah guru spiritual kita yang saat ini hadir bersama dengan kita dan membabarkan ajaran agung untuk mendorong perubahan dalam batin kita. Tanpa intervensi guru spiritual, akan sangat sulit bagi kita untuk belajar Dharma. Segala kesuksesan, kebaikan apapun yang kita alami sangat bergantung pada sebab yang mengeluarkan hasil yang baik pula, dengan sebab utama untuk memperoleh hal tersebut adalah bertumpu pada guru spiritual dengan benar.
Pada akhirnya, belajarlah untuk dirimu sendiri demi masa mendatang yang lebih baik. Semakin banyak pencapaian kualitas spiritual yang kita peroleh, di situlah perubahan batin akan kita rasakan. Teruslah berupaya dalam pengembangan batin dan dengan bertumpu pada guru spiritual. Bangkitkan keyakinan dan rasa bakti terhadap guru, berbaktilah dengan memberikan persembahan materi, sikap hormat, dan yang paling penting, mempraktikkan instruksi yang diberikan. Sebab hanya dengan hal itulah, kita bisa mendapatkan berkah yang selalu kita nantikan–bukan berupa materi, harta, ketenaran, maupun segala kenikmatan fisik yang tidak dapat kita bawa pada kehidupan berikut, melainkan sesuatu dalam diri yang meningkat dan berubah lebih baik hari lepas hari.
Sesi pengajaran dharma Indonesia Lamrim Retreat 2017 dapat diikuti melalui livestreaming.
Untuk mendapatkan akses livestreaming, hubungi: Merry (082163276188)
Foto-Foto: