Facebook Twitter Instagram
    Trending
    • SELAMAT HARI ANTIDISKRIMINASI RASIAL INTERNASIONAL
    • Analisis Klesha di Balik Film “The Glory”
    • Bystander Effect, Di Balik Bullying yang Semakin Marak
    • Bullying di Depan Mata. Apa yang kamu lakukan?
    • 23 Buku Dharma Sudah Bisa Dibaca di Scribd
    • Donasi untuk melestarikan dan mengembangkan Buddhadharma
    • Sing Penting Yakin
    • Tiga Bulan YPPLN Berkarya–Triwulan Keempat Tahun 2022
    Lamrimnesia
    • Home
    • Mari Belajar
      • Apa itu Lamrim?
      • Peta Lamrim
      • Topik-Topik Lamrim
    • Wacana
      • Berita
      • Artikel
      • Infografis
    • Buku
      • Daftar Buku Tak Berbayar
      • Resensi
    • Kegiatan
      • Festival Seni & Budaya Buddhis 2018
      • Ananda Project
      • Berbagi Dharma
      • Drepung Tripa Khenzur Rinpoche Indonesia Visit 2017
      • Indonesia Lamrim Retreat 2017
    • Dukungan
      • Dharma Patriot
        • Be a Dharma Patriot
        • Our Patriot’s Adventure
      • Dharma Patron
      • Donasi Buku Berbayar
      • Penyaluran Buku Tidak Berbayar
      • Laporan Tahunan YPPLN
      • Laporan Triwulan
    • Tentang Kami
    • Store
    Lamrimnesia
    You are at:Home » Kegiatan » Indonesia Lamrim Retreat 2017 » ILR 2017: Sebenarnya Kita Sakit Apa Sih?

    ILR 2017: Sebenarnya Kita Sakit Apa Sih?

    0
    By Redaksi Lamrimnesia on December 26, 2017 Berita, Featured, Indonesia Lamrim Retreat 2017, Kegiatan, Wacana

    Dalam dua hari pertama Indonesia Lamrim Retreat 2017, Biksu Bhadra Ruci berkali-kali menganalogikan Dharma sebagai obat bagi batin kita. Masih berkaitan dengan pembahasan bab ketiga Lamrim tentang cara mendengarkan Dharma, beliau juga menyebutkan bermacam-macam ‘penyakit’ kita yang bisa diobati dengan mendengarkan Dharma.

    • Sakit Kurang Motivasi

    Kita memiliki kelahiran sebagai manusia yang bebas dan beruntung. Kita bisa bertemu Buddhadharma dan mempelajarinya dengan leluasa. Sayangnya, kita menganggap keberuntungan tak ternilai ini biasa-biasa saja, malah menyia-nyiakannya. Kita tidak sadar kalau kita bisa mati kapan saja, tersiksa di alam rendah selama berkalpa-kalpa, eh saat akhirnya bisa jadi manusia lagi, malah lahir di zaman purba yang tak ada Dharma. Kita tidak sadar betapa urgent-nya kita mempelajari Dharma sekarang mumpung memiliki modal yang amat langka. Akibatnya, kita tidak punya motivasi yang kuat untuk belajar Dharma. Kita jadi kurang menghargai kesempatan belajar Dharma dan cenderung bersikap dengan tidak tepat. Kelahiran kita yang amat berharga pun terancam sia-sia.

    Untuk mengatasi penyakit ini, kita harus kembali merenungkan apa yang kita punya: kelahiran manusia yang bebas dan beruntung. Berapa banyak sih orang yang bisa seperti kita, punya waktu dan kesempatan sembilan hari full mendengarkan Dharma? Masa kita sia-siakan? Belum lagi umur kita selalu berkurang. Kematian bisa datang kapan saja. Jika kita tidak mempersiapkan diri memperbaiki batin kita dengan mendengarkan Dharma dari sekarang, apa jadinya kita di kehidupan mendatang?

    • Sakit Kurang Keyakinan

    Kurangnya keyakinan kita terhadap Triratna menyebabkan kita tidak mendengarkan Dharma dengan sikap yang benar. Dari keyakinan muncul rasa hormat dan sayang. Jika kita yakin Buddha, Dharma, dan Sangha bisa menolong kita, kita tentunya akan bersikap penuh hormat kepada mereka. Kita akan sangat menghargai setiap sesi pengajaran Dharma yang bisa kita hadiri dan bersikap sepantasnya serta mempraktikkannya.

    • Sakit Kurang Konsentrasi

    Di penjelasan tentang cara sesungguhnya mendengarkan Dharma dalam teks Lamrim, kita diingatkan untuk menghindari sikap yang salah ibarat tiga jenis cacat pada wadah. Cacat jenis pertama adalah wadah terbalik.

    Ketika kita tidak benar-benar konsentrasi saat sesi pengajaran Dharma, apapun yang diajarkan tidak akan masuk ke batin kita. Saat pikiran kita melayang memikirkan macam-macam, Dharma yang diajarkan guru hanya terdengar sayup-sayup. Batin kita ibarat wadah terbalik, tak peduli apapun Dharma yang dituangkan, sedikit pun tak ada yang tertampung.

    Solusinya sudah dibahas di hari sebelumnya. Kita harus duduk diam, mendengarkan Dharma dengan seksama dan penuh hormat. Bagaimanapun juga, yang kita dengarkan adalah ajaran yang bisa menyelamatkan kita dari penderitaan. Bukankah sudah sepantasnya kita mengeluarkan usaha ekstra untuk menghormati dan meresapinya?

    • Sakit Angkuh

    Ini berhubungan dengan jenis cacat wadah kedua, yaitu wadah yang kotor. Kadang kita dengan sombongnya datang ke sesi pengajaran Dharma hanya untuk ‘mengetes’ atau mencari-cari kesalahan orang yang memberikan pengajaran Dharma. Kita datang dengan memegang kuat pandangan bahwa kita sendiri sebenarnya sudah cukup berilmu, lalu menolak semua ajaran yang tidak kita sukai. Karena kita datang dengan batin penuh kotoran keangkuhan, Dharma yang dituangkan ke batin kita tercemar dan menjadi racun bagi kita.

    Untuk mencegah ini terjadi, kita harus introspeksi diri. Jika memang kita sudah berpengetahuan banyak dan tak butuh Dharma, tentunya kita sudah pencerahan. Tapi buktinya kita masih di samsara. Kita masih butuh belajar. Belajar itu sendiri tak ada yang menyenangkan. Ibarat batu giok yang tak diasah, tak mungkin bisa jadi perhiasan. Dalam belajar Dharma, kita akan dihadapkan dengan banyak kesulitan dan mendengar banyak hal yang tidak menyenangkan, barulah kita bisa berubah menjadi orang yang lebih baik.

    • Sakit Lupa

    Jenis cacat wadah ketiga yang harus dihindari adalah wadah yang bocor. Ini adalah kondisi ketika kita tidak bisa mempertahankan ajaran yang kita dengar, masuk kuping kiri lalu keluar kuping kanan. Dharma yang kita dengar pun tak bisa memberi manfaat bagi diri kita.

    • Sakit Tak Bisa Puas

    Kelanjutan dari menghindari tiga jenis cacat sebuah wadah, cara mendengarkan Dharma yang sesungguhnya adalah mengamati sikap yang bermanfaat dari enam pemikiran. Dengan kata lain, ada enam macam pemikiran yang yang harus kita kembangkan agar bisa mendengarkan Dharma dengan efektif. Dari enam pemikiran tersebut, yang pertama adalah menyadari bahwa diri kita adalah pasien yang sakit. Masalahnya, kita sendiri tidak sadar kita sakit apa.

    Salah satu penyakit terbesar kita di samsara adalah tak bisa puas. Kita terus mengejar karir, harta, ambisi, dan sebagainya. Ketika sudah mendapatkannya, kita masih ingin lagi dan lagi. Kita berjuang seperti itu karena mengira kebahagiaan berada di luar diri kita sehingga harus kita kejar. Padahal, objek di luar diri kita bukan kebahagiaan. Kitalah yang mengomentari objek tersebut sebagai ‘menyenangkan’, ‘tidak menyenangkan’, atau netral. ‘Komentar’ ini pun beda antara orang yang satu dengan lainnya. Jika benar kebahagiaan tersebut terletak pada objek di luar, bukankah harusnya semua orang harusnya merasakan kebahagiaan yang sama? Misalnya jika kita senang melihat mawar berwarna putih dan sebab kebahagiaan adalah mawar putih tersebut, berarti semua orang yang melihat mawar putih juga akan merasa bahagia. Dunia ini akan dipenuhi mawar putih karena bisa membuat semua orang bahagia. Namun, kenyataannya tidak demikian. Di dunia ada berbagai jenis barang yang semuanya dibuat untuk membahagiakan kita dan jenisnya ada banyak. Artinya semua orang berusaha mencari kebahagiaannya sendiri-sendiri dengan membuat barang pemuas sesuai dengan selera masing-masing. Karena kepuasan orang berbeda-beda, dapat disimpulkan bahwa bahagia atau tidak adalah tergantung pada diri setiap orang, bukan tergantung objek di luar diri kita.

    Kenyataannya, kebahagiaan berasal dari dalam diri kita. Jika kita memiliki batin yang matang, kita bisa melihat semua fenomena apa adanya. Kita pun bisa legowo, puas, lapang dada menerima realita. Ketika kita sudah bisa menerima realita, kita tidak lagi menderita. Kita pun bisa bahagia. Sayangnya amatlah sulit mencapai kematangan batin seperti itu. Kita sendiri tidak sadar bahwa kita menderita sakit dari kegagalan kita untuk merasa puas. Jika kita tidak sadar kita sakit, mana mungkin kita mau mencari obat? Jika kita tidak sadar kita menderita, mana mungkin kita bisa mendengarkan Dharma dengan benar?

    —

    Ternyata ada banyak sekali penyakit yang kita derita, tapi obatnya sudah di depan mata. Sisanya tergantung dari kita sendiri, maukah kita mendengarkan Dharma dengan sikap yang benar agar bisa ‘menyembuhkan’ sakit batin kita?

    Sesi pengajaran dharma Indonesia Lamrim Retreat 2017 dapat diikuti melalui livestreaming.
    Untuk mendapatkan akses livestreaming, hubungi: Merry  (082163276188)

    Foto-Foto:

    Persembahan mandala untuk memohon pengajaran Dharma
    Berdiri saat guru memasukin ruangan, salah satu bentuk sikap hormat terhadap Dharma dan guru Dharma
    Happy bertemu obat Dharma di ILR 2017

     

    buddha buddhism cara mendengarkan dharma dhamma dharma ILR 2017 lamrim lamrimnesia

    Website dan artikel ini dapat Anda baca berkat dukungan dari Dharma Patron, penyokong Dharma Mulia dengan berdana secara rutin setiap bulannya untuk menjaga kesinambungan pelestarian dan pengembangan Dharma di Nusantara.

    Jika Anda berkenan, kami mengundang Anda untuk bergabung sebagai Dharma Patriot melalui donasi rutin setiap bulan. Berapapun nominalnya akan sangat bermanfaat bagi Buddhadharma di Indonesia. Klik di sini atau hubungi Lamrimnesia Care (+6285 2112 2014 1).

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    Previous ArticleILR 2017: Jangan Sampai Obat Dharma Menjadi Racun
    Next Article ILR 2017: Melatih Batin, Sebuah Investasi jangka Panjang
    Redaksi Lamrimnesia

    Related Posts

    SELAMAT HARI ANTIDISKRIMINASI RASIAL INTERNASIONAL

    Analisis Klesha di Balik Film “The Glory”

    Bystander Effect, Di Balik Bullying yang Semakin Marak

    Leave A Reply Cancel Reply

    Dharma Patron Rutin
    Dharma Patron Rutin

    Penyokong Dharma Mulia dengan berdana secara rutin setiap bulannya untuk menjaga kesinambungan pelestarian dan pengembangan Dharma di Nusantara. Berapapun nominalnya, akan sangat bermanfaat bagi Buddhadharma di Indonesia.


    Dharma Patron Non-Rutin
    Dharma Patron Non-Rutin

    Penyokong Dharma Mulia dengan berdana sekali waktu untuk pelestarian dan pengembangan Dharma di Nusantara. Berapapun nominalnya, akan sangat bermanfaat bagi Buddha dharma di Indonesia.


    MEMBERSHIP
    • login
    • register

    Infografis

    Find us At
    • facebook
    • instagram
    Lamrimnesia

    Lamrimnesia

    Yayasan Pelestarian dan Pengembangan Lamrim merupakan sebuah yayasan yang dirikan untuk melestarikan dan menyebarkan tradisi Lamrim guna mendorong bangsa Indonesia, khususnya generasi muda, untuk melakukan praktik Dharma yang didasari oleh ilmu yang nyata sehingga menciptakan perubahan positif bagi seluruh Nusantara.

    Hubungi Kami:

    Call Center Lamrimnesia
    Care - +6285 2112 2014 1
    Info - +6285 2112 2014 2
    email: [email protected]
    facebook: facebook.com/lamrimnesia

    Recent Posts
    March 21, 2023

    SELAMAT HARI ANTIDISKRIMINASI RASIAL INTERNASIONAL

    March 20, 2023

    Analisis Klesha di Balik Film “The Glory”

    March 17, 2023

    Bystander Effect, Di Balik Bullying yang Semakin Marak

    Store
    © 2023 ThemeSphere. Designed by ThemeSphere.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.