oleh Samantha J.
Suatu hari kamu bangun kesiangan, padahal kamu ada janji ketemu teman. Notifikasi HP-mu penuh dengan missed call dan chat yang menanyakan kapan kamu datang. Kamu pun panik dan cepat-cepat membalas chat, “Bentar yaaa aku udah OTW!”
Apakah kamu baru saja berbohong? Yap. Apakah kamu baru saja melakukan karma buruk? Jelas. Apakah kamu menyadarinya? Belum tentu.
Isi hatimu cuma kamu yang tahu, tapi kalau boleh ditebak-tebak, bisa jadi ada dua kemungkinan yang terjadi di dalam batinmu. Kemungkinan pertama: kamu nggak ambil pusing karena hal kecil seperti ini sudah sering kamu lakukan. Toh teman-temanmu juga sering begitu. Nggak ada yang marah dan nggak ada yang dirugikan. Kemungkinan kedua: kamu panik ketika menyadari betapa mudahnya berbuat karma buruk. Kamu pun merasa ketakutan dan putus asa karena merasa hidup sesuai Dharma begitu sulit dan tidak mungkin dilakukan.
Nah, sebelum kamu memutuskan untuk mengabaikan hal-hal kecil atau menyerah pada keputusasaan, kamu bisa belajar tentang perbedaan karma berdasarkan tingkat beratnya! “Berat” yang dimaksud di sini adalah beratnya akibat yang akan kita alami, baik itu akibat yang menentukan alam kelahiran kita di kehidupan mendatang, akibat yang serupa penyebabnya, ataupun akibat yang menentukan lingkungan. Karma buruk yang “berat” akan mendatangkan penderitaan yang hebat.
Konon hanya seorang Sammasambuddha yang bisa tahu secara pasti karma seseorang secara terperinci. Jangankan menghitung beratnya karma, Buddha yang lengkap dan sempurna bisa tahu semua sebab dari setiap akibat yang terjadi pada dirimu. Namun, kita bisa tahu kira-kira perbedaan tingkat berat karma berdasarkan Dharma yang Beliau ajarkan. Yuk kita simak sama-sama~
Dalam kitab “Pembebasan di Tangan Kita”, Phabongkha Rinpoche merangkumkan perbedaan karma berdasarkan tingkat beratnya dengan pengelompokan sebagai berikut:
- Berat karena sifat esensialnya
Tahu 10 karma hitam (dasa akusala kamma) kan? Nah, kesepuluh karma ini punya urutan yang ternyata sebanding dengan besar penderitaan yang disebabkan oleh karma hitam tersebut. Membunuh lebih berat dari mencuri karena kehilangan nyawa tentu lebih menderita dibanding kehilangan harta. Ucapan memecah-belah lebih berat daripada ucapan kasar karena ucapan memecah-belah nggak cuma bikin marah satu orang, tapi bisa bikin setidaknya dua orang saling membenci untuk waktu yang lama.
Urutan ini berlaku untuk 3 karma tubuh (membunuh, mencuri, tindakan seksual yang tidak pantas) dan 4 karma ucapan (ucapan tidak benar, ucapan memecah-belah, ucapan kasar, dan ucapan tak berguna). Urutan pertama lebih berat dibanding urutan berikutnya. Nah, untuk 3 karma pikiran (keserakahan, niat jahat, dan pandangan salah), urutannya terbalik. Keserakahan lebih ringan dibanding niat jahat, lalu pandangan salah adalah karma hitam yang paling berat.
- Berat karena komponen batinnya
Kalau kamu sudah baca artikel-artikel sebelumnya tentang karma, kamu pasti tahu bahwa karma lengkap terdiri atas beberapa komponen, salah satunya adalah pemikiran di balik tindakan tersebut. Pemikiran inilah yang dimaksud “komponen batin” yang bisa menentukan berat karmamu, khususnya aspek klesha (kotoran batin; mis. lobha, dosa, & moha) yang mendasari tindakanmu.
Semakin kuat klesha di balik tindakanmu, maka makin berat pula akibat yang akan kamu alami. Jadi, berucap kasar saat bercanda dengan temanmu tentunya nggak akan mendatangkan akibat seberat menghina orang yang sangat kamu benci.
- Berat karena tindakan pendahuluannya
Mana yang lebih sakit, dibunuh sekali tebas mati atau disiksa dulu? Jelas yang disiksa dulu jauh lebih menderita. Beratnya karma juga sebanding dengan penderitaan yang disebabkan. Jadi, membunuh makhluk hidup dengan menyiksa terlebih dahulu akan mendatangkan akibat yang lebih berat. Sama halnya dengan tindakan buruk yang direncanakan. Kalau kamu menghabiskan waktu lama untuk merencanakan cara membohongi orang, jelas karmanya akan lebih berat dibanding keceplosan kirim chat “OTW” padahal masih di kasur.
- Berat karena dasarnya
Nah, yang satu ini mungkin bisa kamu rasakan sendiri. Pasti beda dong rasanya ketika bikin kesalahan ke orang yang kamu sayang dengan orang yang nggak kamu kenal? Mana yang lebih nggak enak?
Objek atau dasar dari tindakanmu merupakan bagian dari jalan karma lengkap. Karma yang dilakukan pada orang yang dekat denganmu dan telah melakukan banyak kebaikan bagimu akan lebih berat dibanding orang asing. Karma yang dilakukan terhadap sosok yang kebajikannya besar Buddha, Bodhisatwa, Sangha monastik, orang yang memegang sumpah, atau objek-objek bajik seperti kitab suci dan stupa sebagai dasar juga akan lebih berat dibanding orang atau benda biasa.
Pernah dengar istilah “Akusala Garuka Kamma”? Itu adalah sebutan untuk karma buruk yang sangat berat, terdiri atas 10 jenis pandangan salah dan 5 perbuatan. Kalau melakukan salah satu dari 5 perbuatan itu, kamu dijamin akan masuk neraka Avici (Siksaan Tanpa Henti). Kelima karma buruk itu adalah membunuh ayah, membunuh ibu, melukai Buddha, membunuh Arahat, dan memecah belah Sangha. Orang tua adalah orang-orang yang amat berjasa dalam hidup kita sementara Buddha, Arahat, dan Sangha adalah sosok yang memiliki kebajikan luar biasa. Karena itulah kelima karma buruk terhadap mereka termasuk karma yang sangat berat.
- Berat karena dilakukan terus-menerus
Pernah nggak kamu mencoba mengubah kebiasaanmu? Kebiasaan bangun siang, begadang, ngemil, gigit kuku, apapun deh. Susah? Pasti. Karma yang sudah menjadi kebiasaanmu juga menjadi sangat berat karena kamu lakukan terus-menerus. Ini sesuai dengan sifat umum karma, yaitu berlipat ganda dengan pesat. Kalau kamu punya kebiasaan buruk, membunuh serangga misalnya, akibatnya bisa berlipat ganda sampai seberat membunuh manusia saking seringnya kamu lakukan. Kamu juga akan menumpuk akibat berupa perilaku serupa penyebab, yaitu kamu makin punya kecenderungan untuk mengulanginya lagi-lagi dan sulit berhenti. Bahayanya lagi adalah di momen kematianmu, kebiasaan ini akan muncul di batinmu dan bikin kamu terlahir di alam rendah.
- Berat karena ketidakhadiran penawar
Andaikan kamu terlanjur bikin karma buruk, ada nggak sih yang bisa kamu lakukan? Ternyata ada! Melakukan tindakan “penawar” bisa membuat karma yang sudah kamu lakukan jadi makin berat. Kalau karma buruk itu ibarat air garam dan akibatnya adalah rasa asin, kamu bisa menambahkan air agar rasa asinnya berkurang. Air di sini adalah perbuatan bajik. Jika kamu menyesali perbuatanmu, berjanji & benar-benar berusaha tidak mengulanginya lagi, dan melakukan banyak kebajikan demi kepentingan makhluk lain, karma buruk yang telah kamu lakukan tidak akan terasa terlalu berat. Penawar ini tentunya baru akan “manjur” jika dilandasi motivasi bajik dan ditutup dengan dedikasi yang bajik pula.
Baca tentang Empat Kekuatan Purifikasi di sini!
Sebaliknya, jika kamu nggak melakukan usaha apapun untuk menawar karma burukmu, apalagi sampai bergembira karena telah melakukan hal tersebut, maka karma itu akan menjadi berat.
Penjelasan perbedaan karma berdasarkan tingkat beratnya ini ada di berbagai kitab. Pengelompokannya pun bervariasi karena setiap kitab ditulis atau diajarkan pada waktu dan konteks yang berbeda. Namun, kalau penulis boleh menyimpulkan, beratnya suatu karma bergantung pada sebesar apa penderitaan atau manfaat yang disebabkan oleh karma tersebut. Semakin besar penderitaan yang disebabkan sebuah karma buruk, akibatnya akan membuatmu makin menderita.
Terus apa hubungannya dengan keceplosan berbohong pada temanmu di chat gara-gara terlambat ketemuan?
Dari pengalaman penulis, mengetahui perbedaan tingkatan karma ini bisa membantu mencegah rasa putus asa saat berlatih. Menghindari karma buruk dan mengumpulkan karma baik adalah sebuah latihan bertahap, nggak bisa sempurna di awal. Dengan mengetahui perbedaan karma berdasarkan tingkat beratnya, kita bisa tahu apa yang membuat karma buruk menjadi berat dan sejauh mana kita sudah bisa menghindarinya. Kita bisa merenungkan karma buruk apa saja yang bisa dengan mudah kita hindari dan nggak boleh banget kita lakukan, apa yang kadang-kadang kita lakukan dengan terpaksa, dan apa yang kita lakukan tanpa sadar seperti soal chat tadi. Kita bisa menghindari rasa putus asa karena nggak akan bisa sempurna menghindari karma buruk sepenuhnya karena tahu ada karma-karma tertentu yang masih bisa kita perjuangkan. Lalu kita bisa ingat menerapkan penawar untuk karma buruk yang terpaksa kita lakukan, juga lebih waspada agar bisa mengurangi hingga menghentikan karma buruk yang sudah biasa dilakukan tanpa sadar.
Sebelum kita tahu perbedaan karma berdasarkan tingkat beratnya, kita nggak akan lagi mengabaikan kebiasaan kirim chat “OTW” saat masih goleran di kasur karena kita tahu kebiasaan itu bisa jadi karma buruk yang berat. Kita juga nggak akan putus asa dengan berpikir, “Hal kecil gini aja jadi karma buruk. Nggak mungkin bisa praktik Dharma. Aku emang bangsat dari sononya.” Sebaliknya, kita bisa menyesali kesalahan kecil kita, bikin mental note untuk lebih waspada, minta maaf ke teman yang nggak sengaja kita “bohongi”, lalu mentraktir si teman atau melakukan kebajikan lainnya untuk mengubah warna batin kita agar menjadi lebih bajik dan bahagia.
Referensi:
- “Karma” oleh Dagpo Rinpoche
- “Pembebasan di Tangan Kita” oleh Phabongkha Rinpoche
- “Risalah Agung Tahapan Jalan Menuju Pencerahan” (Lamrim Chenmo) oleh Je Tsongkhapa
- “Steps on the Path to Enlightenment” oleh Geshe Lhundup Sopa