oleh BARBARA O’BRIEN
Persembahan makanan adalah salah satu ritual tertua Buddhisme, sekaligus yang paling umum. Makanan diberikan kepada para biksu pada waktu pindapata, juga dipersembahkan pada dewa-dewa pelindung Tantra dan hantu kelaparan. Pemberian makanan adalah tindakan mulia yang mengingatkan kita agar tidak tamak atau egois.
Persembahan Pindapata kepada Biksu
Penganut Buddhisme generasi awal tidak membangun kuil. Mereka malahan merupakan tunawisma yang meminta-minta (pindapata) untuk memenuhi kebutuhan makan mereka. Benda pribadi yang mereka miliki hanya jubah dan mangkuk.
Hari ini, di negara yang didominasi Theravada seperti Thailand, biksu masih mengandalkan pindapata untuk makanan mereka. Para biksu meninggalkan kuil pagi-pagi sekali. Mereka berbaris rapi, biksu tertua di depan, membawa mangkuk minta-minta mereka. Orang-orang awam menunggu mereka, terkadang sambil membungkuk, dan meletakkan makanan, bunga, atau dupa dalam mangkuk-mangkuk mereka.
Para biksu tidak berbicara, bahkan tidak mengucapkan terima kasih. Pemberian pindapata tidak dianggap kegiatan amal. Pemberian dan penerimaan pindapata menciptakan hubungan spiritual diantara kehidupan kuil dan komunitas awam. Orang awam memiliki tanggung jawab menopang aspek fisik para biksu, dan para biksu memiliki tanggung jawab menopang aspek spiritual komunitas tersebut.
Praktek pindapata sudah menghilang dari kebanyakan negara Mahayana, meskipun biksu-biksu Jepang setiap beberapa waktu melakukan ‘takuhatsu’, diambil dari kata permintaan (taku) dan mangkuk (hatsu).
Terkadang para biksu mengucap sutra sebagai ganti pemberian. Biksu-biksu Zen kadang muncul dalam kelompok-kelompok kecil, mendaraskan “ho” (dharma) selagi mereka berjalan untuk menunjukkan bahwa mereka membawakan dharma.
Biksu yang mempraktikkan takuhatsu memakai topi jerami besar yang menutupi sebagian wajah mereka. Topi ini juga menghalangi mereka melihat wajah orang-orang yang melakukan pemberian.
Tidak ada pemberi dan penerima, hanya pemberian dan penerimaan. Ini menyucikan tindakan pemberian dan penerimaan tersebut.
Persembahan Makanan Lain
Persembahan makanan seremonial juga merupakan praktek Buddhisme umum. Ritual dan doktrin spesifik di baliknya berbeda dari satu aliran ke aliran lain. Makanan bisa ditinggalkan begitu saja di altar dengan penghormatan kecil, atau dilakukan dengan mewah diiringi pendarasan mantra dan posisi membungkuk seluruh badan. Bagaimanapun detilnya, seperti juga pemberian makanan kepada para biksu, persembahan makanan pada altar adalah tindakan untuk menghubungkan diri dengan dunia spiritual. Tindakan ini dimaksudkan untuk melepas ego dan membuka hati terhadap kebutuhan orang lain.
Dalam Zen, dikenal juga konsep untuk mempersembahkan makanan pada para hantu kelaparan. Dalam upacara makan formal pada sesshin, sebuah mangkuk persembahan akan diteruskan secara estafet ke semua orang yang mengikuti jamuan makan. Semua orang mengambil sepotong kecil makanan dari piring mereka, menyentuhkannya ke dahi, kemudian meletakkannya ke mangkuk persembahan. Mangkuk itu kemudian diletakkan secara simbolis di altar.
Hantu kelaparan mewakili segala ketamakan dan kemelekatan diri yang mengikat kita pada kekecewaan dan kesedihan kita. Dengan memberikan sesuatu yang kita inginkan, kita melepas ikatan dari kemelekatan dan keinginan pribadi untuk memikirkan orang lain.
Pada akhirnya, makanan yang dipersembahkan akan ditinggalkan di luar untuk burung dan hewan liar.
Sumber: https://www.thoughtco.com/feeding-the-buddha-449750 | Diterjemahkan oleh Lisa Santika Onggrid