Close Menu
    Facebook X (Twitter) Instagram
    Trending
    • Merenungkan Demo Hari Buruh dari Sudut Pandang Buddhis
    • Tiga Bulan YPPLN Berkarya – Triwulan Pertama 2025
    • Melampaui Gender: Potret Perempuan dalam Sutra Agama Buddha
    • Belajar Dharma dari Ne Zha 2
    • Kelahiran, Kematian, dan Kemanusiaan dalam Film Mickey 17
    • Agama Buddha dan Kemerosotan Moral
    • Lagu Titiek Puspa Yang Wajib Direnungkan
    • Brave Bang Bravern! adalah Anime Religi?
    Lamrimnesia
    • Home
    • Mari Belajar
      • Apa itu Lamrim?
      • Peta Lamrim
      • Topik-Topik Lamrim
    • Wacana
      • Berita
      • Artikel
      • Infografis
    • Buku
      • Audiobook
      • Daftar Buku Tak Berbayar
      • Resensi
    • Kegiatan
      • Festival Seni & Budaya Buddhis 2018
      • Ananda Project
      • Berbagi Dharma
      • Drepung Tripa Khenzur Rinpoche Indonesia Visit 2017
      • Indonesia Lamrim Retreat 2017
    • Dukungan
      • Dharma Patriot
        • Be a Dharma Patriot
        • Our Patriot’s Adventure
      • Dharma Patron
      • Donasi Buku Berbayar
      • Penyaluran Buku Tidak Berbayar
      • Laporan Tahunan YPPLN
      • Laporan Triwulan YPPLN
      • Laporan Keuangan YPPLN
    • Tentang Kami
    • Store
    Lamrimnesia
    You are at:Home » Wacana » Artikel » Ada Chattra di Stupa Bali – Studi Kasus: Goa Gajah

    Ada Chattra di Stupa Bali – Studi Kasus: Goa Gajah

    0
    By Redaksi Lamrimnesia on September 7, 2024 Artikel, Featured, Wacana

    Situs Goa Gajah bertempat di Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Bali. Keberadaan situs ini pertama kali diwartakan oleh L.C. Heyting di buletin arkeologi pemerintah Hindia Belanda, Oudheidkundig Verslag (OV) tahun 1923. Lalu pada tahun 1925, Stutterheim melakukan survei lebih lanjut dan melaporkannya lewat media yang sama. Namun, keduanya belum menuliskan tentang keberadaan stupa. 

    Stutterheim baru memberitakan keberadaan peninggalan Buddhis dari Goa Gajah secara lebih detil pada karyanya, Oudheiden van Bali, yang terbit pada tahun 1929-1930. Di sana ia menceritakan penemuannya pada tahun 1928 akan sebuah ceruk tersembunyi di tengah tumbuh-tumbuhan lebat, yang di dalamnya terdapat pahatan chattra 13 lapis di permukaan ceruk yang telah runtuh.

    Gambar reruntuhan stupa tunggal dengan chattra 13 lapis (sumber: Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Bali)
    Gambar reruntuhan stupa bercabang tiga  (sumber: Digital Collections of Leiden University, No. P-045270)

    Setelah dilakukan penelitian lanjutan, diketahui bahwa di bagian selatan situs terdapat dua struktur utama stupa, yakni stupa bercabang tiga dan stupa tunggal. Kesemua stupa tersebut diukirkan lengkap dengan chattranya.

    Gambar rekonstruksi percobaan stupa cabang (sumber: Sridanti, 1985:266)

    Selain itu, ditemukan pula stupa-stupa yang ukurannya lebih kecil di depan pintu masuk goa. Stupa-stupa itu juga memiliki chattra, namun dengan jumlah tingkatan yang lebih sedikit.

    Stupa di depan goa (sumber: dokumentasi pribadi)

    Goris, seorang ahli sejarah Bali merujuk kata “antakunjarapada” dari prasasti-prasasti sebagai Goa Gajah. Ia menemukan prasasti Dawan yang berasal dari tahun 975 Masehi dan prasasti Pandak Bandung dari tahun 993 Masehi. Kata “kunja” di dalamnya bermakna gajah. Terdapat pula nama Er Gajah yang bermakna “air gajah” atau “sungai gajah”. Seperti diketahui bahwa situs ini berada di pinggir sungai Petanu dan juga memiliki kompleks petirtaan yang identik dengan air. Prasasti yang dirujuk adalah prasasti raja Marakata dari tahun 1022 M serta prasasti Sri Mahaguru dari tahun 1324 M.

    Ada nama lain yang memiliki kata gajah, yakni “Lwa Gajah”. Lwa Gajah muncul dalam teks kakawin Desawarnana (yang lebih dikenal dengan nama Nagarakrtagama) dari tahun 1365 Masehi, pupuh 14 bait 3 dan pupuh 79 bait 3. Desawarnana menyebutkan Lwa Gajah sebagai tempat berdiamnya Boddhadhyaksha. Berdasarkan pernyataan ini diketahui bahwa Lwa Gajah memiliki ciri Buddhis di dalamnya. Hal ini sejalan dengan temuan-temuan yang ada di sana.

    Hubungan antara Goa Gajah dan Candi Borobudur

    Stupa dari Goa Gajah memiliki ciri payung yang kecil di bawah lalu semakin besar ke atas sampai ke tengah. Kemudian dari tengah menuju ke puncaknya ukuran payungnya semakin kecil. Bentuk chattra seperti ini rupanya dapat ditemukan juga di candi Borobudur. 

    Gambar stupa berchattra dari Borobudur, relief 98 dari tingkat 2, tembok dalam (sumber: www.photodharma.net)

    Selain stupa, ditemukan pula dua buah arca Buddha Amitabha di dekat reruntuhan stupa, dan arca-arca ini kembali memiliki kemiripan gaya dengan arca Borobudur. 

    Arca Amitabha di Goa Gajah (sumber: cagarbudaya.kemdikbud.go.id)
    Arca Amitabha di Candi Borobudur (sumber: Wikimedia Commons)

    Beberapa kesamaan ini adalah sebuah fakta yang sangat penting karena memberikan petunjuk bahwa kedua situs ini ternyata memiliki gaya chattra dan arca yang sejenis/sezaman. Oleh karena itu, sehubungan dengan polemik yang belakangan ini kembali menghangat tentang ada atau tidaknya chattra di stupa utama Candi  Borobudur, barangkali fakta kesamaan ini bisa menjadi sebuah rujukan tambahan. Karena stupa-stupa yang ada di Goa Gajah memiliki chattra, bisa jadi stupa di Candi Borobudur pun memiliki chattra. 

    Penulis: Y.M. Biksu Yonten Gyatso

    Artikel ini pertama kali terbit di borobudurwriters.id (2021)

    borobudur chattra
    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    Previous ArticleApakah Borobudur Sama Sekali Asing dengan Stupa Berchattra?
    Next Article Apa yang Harus Disadari dalam Komunikasi Berkesadaran?
    Redaksi Lamrimnesia

    Related Posts

    Apakah Borobudur Sama Sekali Asing dengan Stupa Berchattra?

    Memahami Chattra dan Melerai Sebuah Polemik

    Memaknai Borobudur dengan Keyakinan

    Leave A Reply Cancel Reply

    Dharma Patron Rutin
    Dharma Patron Rutin

    Penyokong Dharma Mulia dengan berdana secara rutin setiap bulannya untuk menjaga kesinambungan pelestarian dan pengembangan Dharma di Nusantara. Berapapun nominalnya, akan sangat bermanfaat bagi Buddhadharma di Indonesia.


    Dharma Patron Non-Rutin
    Dharma Patron Non-Rutin

    Penyokong Dharma Mulia dengan berdana sekali waktu untuk pelestarian dan pengembangan Dharma di Nusantara. Berapapun nominalnya, akan sangat bermanfaat bagi Buddha dharma di Indonesia.


    MEMBERSHIP
    • login
    • register

    Infografis

    Find us At
    • facebook
    • instagram
    Lamrimnesia

    Lamrimnesia

    Yayasan Pelestarian dan Pengembangan Lamrim merupakan sebuah yayasan yang dirikan untuk melestarikan dan menyebarkan tradisi Lamrim guna mendorong bangsa Indonesia, khususnya generasi muda, untuk melakukan praktik Dharma yang didasari oleh ilmu yang nyata sehingga menciptakan perubahan positif bagi seluruh Nusantara.

    Hubungi Kami:

    Call Center Lamrimnesia
    Care - +6285 2112 2014 1
    Info - +6285 2112 2014 2
    email: [email protected]
    facebook: facebook.com/lamrimnesia

    Recent Posts
    April 30, 2025

    Merenungkan Demo Hari Buruh dari Sudut Pandang Buddhis

    April 25, 2025

    Tiga Bulan YPPLN Berkarya – Triwulan Pertama 2025

    April 21, 2025

    Melampaui Gender: Potret Perempuan dalam Sutra Agama Buddha

    Store
    © 2025 ThemeSphere. Designed by ThemeSphere.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.