oleh Junarsih
Welas asih adalah salah satu sifat unggul yang dimiliki oleh seorang Buddha. Dengan kekuatan welas asih yang dimilikinya, Buddha dapat membebaskan semua makhluk dari samsara. Kita pun bisa melatih welas asih dengan berbagai cara melalui ucapan, pikiran, maupun tindakan. Di lain sisi, welas asih juga bisa kita latih dengan cara memeditasikannya.
Bagaimana cara memeditasikan welas kasih?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Lamrimnesia mengadakan workshop meditasi welas asih berdasarkan buku “Hati Tanpa Gentar” yang ditulis oleh Thubten Jinpa pada Jumat, 11 Juni lalu bersama Sramaneri Tenzin Tshojung sebagai narasumber via aplikasi Zoom.
Sebelum memasuki sesi meditasi, Sramaneri Tenzin menguraikan terlebih dahulu pengertian welas asih.
Apa Itu Welas Asih?
“Welas asih itu sesuatu yang dekat dengan kita tapi terasa jauh dengan kita, karena kita tidak sering bercengkerama dengannya,” ujar Sramaneri.
“Banyak definisi welas asih dari psikologi. Tapi dari buku ini, welas asih adalah perasaan prihatin terhadap penderitaan makhluk lain, tidak terkotak-kotakan hanya pada manusia saja tapi juga makhluk lain – anjing, kucing, dan sebagainya. Keadaan kita melihat hal tersebut, kita ada satu rasa ‘aku ingin menghilangkan (penderitaan makhluk itu)’, ini namanya welas asih,” imbuh Sramaneri Tenzin Tshojung.
Secara singkat, pengertian welas asih adalah perasaan ingin menghilangkan penderitaan dari makhluk lain. Lebih lanjut, Sramaneri menjelaskan hubungan antara welas asih dan buku “Hati Tanpa Gentar”.
“Tanpa gentar ini karena kita berani. Seperti orang yang punya welas asih, berani bertindak seperti pahlawan. berani mencintai berani menerima penderitaan. Kita pernah disakiti oleh orang yang dicintai ya kita harus menghadapinya,” tutur Beliau.
Dalam sesi ini, Sramaneri menguraikan bahwa saat kita berani untuk bertindak, kita juga harus berani menerima konsekuensinya. Seperti saat kita berwelas asih terhadap semua makhluk, ya kita harus terima risikonya. Kita menyayangi orang tua dan harus menerima risikonya bila suatu hari nanti mereka pergi meninggalkan kita. Sama juga seperti saat kita berwelas asih terhadap anak-anak, kita pun harus siap dengan konsekuensinya bahwa suatu hari nanti mereka bisa berwelas asih terhadap kita, tapi bisa juga tidak. Saat kita menolong teman pun bisa saja balasan yang kita terima tidak mengenakkan hati, misalnya dicaci maki atau dijauhi.
Kemudian, sesi dilanjutkan dengan penjelasan tentang motivasi yang tepat dalam melatih welas asih dan metode praktiknya.
Baca juga: “Y.M.S. Dalai Lama XIV: Kita Perlu Welas Asih untuk Melawan Virus Corona”
Meditasi Welas Asih
Secara sederhana, Sramaneri memaknai meditasi sebagai suatu bentuk pembiasaan diri kita terhadap sesuatu yang ingin kita kondisikan. Beliau mengatakan bahwa kita selama ini sudah menjadi praktisi meditasi untuk aktivitas-aktivitas yang tidak baik, salah satunya adalah “kemalasan”. Setiap hari kita terbiasa untuk membiasakan diri dengan kemalasan tetapi belum tentu terbiasa untuk hal-hal yang bajik. Maka dari itu, dalam workshop ini, Sramaneri mengajak kita untuk mulai membiasakan diri dengan hal yang bajik, yaitu welas asih.
Sramaneri kemudian menuturkan dua jenis meditasi, yaitu meditasi konsentrasi dan meditasi analitik. Meditasi konsentrasi adalah pembiasaan diri untuk fokus pada objek tertentu, misal kita membiasakan diri untuk memperhatikan keluar masuknya napas, sementara meditasi analitik adalah memikirkan suatu objek atau topik untuk kemudian dianalisis, misalnya welas asih. Meditasi juga memberi kita berbagai manfaat, seperti memberi kedamaian dalam batin, memperbaiki suasana hati, mengatasi rasa kesepian, dan membuat kita lebih percaya diri.
Setelah menjelaskan tentang apa itu welas asih dan meditasi, Sramaneri kemudian mengajak kita untuk sejenak mempraktikkan beberapa meditasi berdasarkan buku “Hati Tanpa Gentar”.
Praktik Meditasi Welas Asih
Mula-mula Sramaneri mengajak para peserta untuk melakukan meditasi pernapasan. Dalam sesi ini peserta diajak untuk mengamati pernapasan masing-masing dan mencatat semua perasaan yang muncul saat meditasi, termasuk semua pikiran yang berkeliaran.
Setelah meditasi pernapasan usai, Sramaneri kemudian menjelaskan tentang beberapa kesulitan yang dialami oleh pemula ketika meditasi. Salah satu yang dibahas adalah pikiran yang mengembara. Beliau mengatakan bahwa ini normal terjadi bagi pemula karena pikiran kita terbiasa untuk mengembara dan jarang isitirahat. Saat kita duduk mengawali meditasi, pikiran pasti lari ke sana kemari dan kadang kita tidak menyadarinya. Untuk itu, Sramaneri menyarankan agar kita memperhatikan saja apa yang sedang terjadi dalam pikiran untuk perlahan melatih fokus kita. Selanjutnya beliau mengajak peserta untuk memeditasikan batin yang luas dan memantapkan niat untuk mengetahui tujuan kita untuk selanjutnya masuk pada praktik meditasi welas asih.
Sebelum lanjut untuk praktik meditasi welas asih, Sramaneri menguraikan terlebih dahulu tiga poin kunci welas asih, yakni pemahaman tentang penderitaan yang berhubungan dengan diri sendiri, pemahaman bahwa semua makhluk merasakan penderitaan yang sama dan memiliki keinginan untuk bahagia, serta melihat semua makhluk hidup saling bergantungan. Dengan dasar tiga hal itu, barulah praktik meditasi welas asih dipraktikkan. Dalam sesi ini, Sramaneri mengajak para peserta untuk membayangkan orang-orang terkasih seperti orang tua, sahabat, dan semua makhluk yang sedang menderita sehingga kita bisa memunculkan motivasi untuk membebaskan mereka dari penderitaan itu.
Tetapi, kadang kita kesulitan untuk menumbuhkan welas asih dalam diri. Sramaneri mengungkapkan bahwa kesulitan kita untuk menumbuhkan welas asih adalah karena kita kurang menyayangi diri sendiri. Untuk menumbuhkan welas asih dalam hal ini, Sramaneri memberi beberapa tips, seperti menerima penderitaan, belajar memaafkan diri sendiri, menerima diri sendiri, baik terhadap diri sendiri, dan menjadi teman terbaik yang bijak untuk diri sendiri.
Kesimpulan
Dari workshop meditasi welas asih bersama Sramaneri Tenzin Tshojung ini, saya bisa lebih memahami bahwa welas asih juga bisa kita latih melalui meditasi. Mulai dari meditasi pernapasan, melihat batin secara luas, memantapkan niat, kemudian masuk dalam meditasi welas asih. Saya pun menjadi lebih paham bahwa ketika kita tidak bisa menumbuhkan welas asih dalam diri, itu bisa jadi karena kita belum bisa menerima penderitaan dan juga belum bisa memaafkan diri sendiri.
Saya teringat beberapa hari setelah mengikuti workshop ini, saya mengalami sesuatu yang membuat saya terus menyalahkan diri sendiri setiap hari dan tidak bisa beraktivitas dengan baik. Sikap menyalahkan diri sendiri secara terus menerus ini membuat saya menderita — setiap hari hanya bisa marah-marah. Tapi setelah mempraktikkan meditasi welas asih secara perlahan, dan memang tidak mudah untuk langsung fokus, saya bisa merasakan manfaatnya sedikit demi sedikit. Saya mulai bisa mengoreksi diri sendiri dan perlahan meredam amarah.
Maka dari itu, ke depannya saya akan terus berlatih untuk menerima penderitaan dalam diri agar bisa menumbuhkan welas asih untuk diri sendiri dan juga untuk semua makhluk agar mereka dapat terbebas dari samsara.
—
Buku “Hati Tanpa Gentar” karya Thubten Jinpa, Ph.D. bisa diundang di sini.