oleh BESTRELOAD
Investasi saham sedang digandrungi anak muda, khususnya kaum milenial. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan jumlah investor perorangan sebesar 400% di bursa saham. Untuk menanggapi fenomena ini, Lamrimnesia mengadakan acara “Lamrim Talk” pada Minggu (28/2) dengan tajuk “Trading Saham = Judi? Investasi Saham di Mata Buddhis”. Acara ini dibawakan oleh seorang Dharmaduta sekaligus investor saham yang sudah lama berkecimpung di dunia ini, yaitu Kak Yanto Tanuwijaya, S.T. Acara Lamrim Talk ini berlangsung selama kurang lebih satu jam di Instagram LIVE dan terbuka untuk umum. Diharapkan dari acara ini para peserta bisa mengetahui perspektif tentang investasi saham dari sudut pandang Buddhisme.
Investasi jangka panjang, motivasi jangka panjang
Kak Yanto mengawali acara dengan menceritakan pengalamannya selama ini dalam berinvestasi saham. Baginya, investasi saham adalah proses jangka panjang yang ditujukan untuk memperoleh kebebasan finansial. Ini berbeda dengan fenomena saat ini. Kebanyakan orang yang mulai berinvestasi saham ini hanya sekadar main ataupun mempertaruhkan uang. Sebagai seorang Buddhis, tentu saja motivasi dari investasi saham ini haruslah jangka panjang, bukan hanya untuk kehidupan ini, contohnya adalah Kak Yanto sendiri yang berinvestasi agar memperoleh kebebasan finansial dan waktu bebasnya digunakan untuk praktik Dharma. Jika seseorang malah menghabiskan waktu untuk menatap layar melihat harga saham terus-menerus justru malah kontra produktif dengan tujuan jangka panjang.
Investor versus spekulan
Pada dasarnya investasi saham itu seperti membeli kepemilikan suatu perusahaan. Namun ada bermacam-macam tipe investor. Misalnya ada berinvestasi untuk jangka panjang, tapi ada juga yang memperjualbelikan saham dalam waktu singkat (trading). Pada jenis trading, ada aspek yang membedakan antara trading dengan berjudi, yaitu perlunya metode valid untuk menganalisis suatu saham. Aspek ini membedakan antara seorang “investor/trader” dan “spekulan”. Seorang “spekulan” yang bermain saham bermodal tebak-tebakan tanpa landasan analisis tentu bisa dikatakan sedang berjudi.
Mata pencaharian benar
Dalam Buddhisme sendiri, belum ada kutipan Sutra ataupun Tripitaka yang memberikan definisi judi sehingga jual beli saham, selama masih dalam koridor norma-norma di masyarakat, masih diperbolehkan. Akan tetapi untuk lebih aman, Ko Yanto menyarankan agar kita tidak berinvestasi pada perusahaan yang bertentangan dengan 8 mata pencaharian benar, misalnya industri peternakan atau industri senjata api karena mendapatkan penghasilan dari membahayakan makhluk lain.
Pembicara juga menekankan pentingnya pemikiran yang benar saat berinvestasi saham. Orang-orang cenderung terjebak dalam sikap keserakahan, masuk ke dunia saham dengan motivasi “cepat kaya”. Mental seperti ini selain berpotensi merugikan, juga bisa membuat kita melakukan karma buruk yang baru yang akan menjadi sumber penderitaan.
Waspadai karma hitam keserakahan! Kenali akibat dan tanda-tandanya!
Peserta acara yang rata-rata memiliki latar belakang Buddhis juga memberikan pandangan bahwa untung besar di saham itu sama saja menghabiskan karma baik. Jadi, seseorang seharusnya juga melatih kemurahan hati (dana) yang merupakan sebab langsung dari kekayaan berdasarkan hukum karma.
Ada juga peserta yang menanggapi bahwa jika rugi, kita bisa bermudita karena karma buruk sudah berbuah. Sehubungan dengan tanggapan ini, Kak Yanto juga menambahkan bahwa realitanya saat kita merugi di saham, orang malah cenderung membuat karma buruk yang baru, misalnya semakin melekat dan semakin intens dalam mengikuti pergerakan harga saham dengan harapan bisa menutupi kerugian.
“Padahal ujung-ujungnya ternyata sama saja atau malah jadi lebih rugi,” cerita Kak Yanto tentang pengalamannya.
Kesimpulan
Pada akhirnya, semua kembali pada individu masing-masing. Buddha bukan polisi moral yang membuat aturan kaku mengenai apa yang boleh dilakukan dan apa yang dilarang. Namun, Dharma Sang Buddha membimbing kita untuk menggunakan nalar dan mengambil keputusan dengan kesadaran penuh atas konsekuensi dari setiap tindakan. Jadi, tentu kita tidak akan menemukan ayat yang melarang ataupun menganjurkan seorang Buddhis untuk berinvestasi. Namun, apakah investasi saham ini dilakukan dengan motivasi baik atau malah diwarnai keserakahan? Dilakukan dengan persiapan dan analisis yang matang atau ikut-ikutan? Ada begitu banyak faktor yang bisa memberi warna positif atau negatif pada setiap tindakan, termasuk investasi saham!
Acara Lamrim Talk #1 – “Trading Saham = Judi? Investasi Saham di Mata Buddhis” bisa disaksikan di sini.