Close Menu
    Facebook X (Twitter) Instagram
    Trending
    • Merenungkan Demo Hari Buruh dari Sudut Pandang Buddhis
    • Tiga Bulan YPPLN Berkarya – Triwulan Pertama 2025
    • Melampaui Gender: Potret Perempuan dalam Sutra Agama Buddha
    • Belajar Dharma dari Ne Zha 2
    • Kelahiran, Kematian, dan Kemanusiaan dalam Film Mickey 17
    • Agama Buddha dan Kemerosotan Moral
    • Lagu Titiek Puspa Yang Wajib Direnungkan
    • Brave Bang Bravern! adalah Anime Religi?
    Lamrimnesia
    • Home
    • Mari Belajar
      • Apa itu Lamrim?
      • Peta Lamrim
      • Topik-Topik Lamrim
    • Wacana
      • Berita
      • Artikel
      • Infografis
    • Buku
      • Audiobook
      • Daftar Buku Tak Berbayar
      • Resensi
    • Kegiatan
      • Festival Seni & Budaya Buddhis 2018
      • Ananda Project
      • Berbagi Dharma
      • Drepung Tripa Khenzur Rinpoche Indonesia Visit 2017
      • Indonesia Lamrim Retreat 2017
    • Dukungan
      • Dharma Patriot
        • Be a Dharma Patriot
        • Our Patriot’s Adventure
      • Dharma Patron
      • Donasi Buku Berbayar
      • Penyaluran Buku Tidak Berbayar
      • Laporan Tahunan YPPLN
      • Laporan Triwulan YPPLN
      • Laporan Keuangan YPPLN
    • Tentang Kami
    • Store
    Lamrimnesia
    You are at:Home » Wacana » Artikel » Memandang Dengan Welas Asih Gelaran Pilpres 2019

    Memandang Dengan Welas Asih Gelaran Pilpres 2019

    0
    By Redaksi Lamrimnesia on January 31, 2019 Artikel, Featured, Wacana

    ditulis oleh : Arin Widyana

    “Salah satu bentuk perang yang menakutkan adalah perang propaganda. Berbagai teriakan, kebohongan, dan kebencian, datang dari orang yang tidak berkelahi.”

    ~ George Orwell~

     

    Kita, bangsa Indonesia sedang dihadapkan pada perhelatan akbar yang sebentar lagi akan digelar, yang konon akan menjadi penentu keberlangsungan negara ditahun yang akan datang. Kita menyebutnya pesta demokrasi, pemilihan calon dan wakil presiden untuk empat tahun kedepan.

    Kita, bangsa Indonesia sedang berada di masa kampanye pilpres 2019. Hiruk pikuk, kegaduhan, keramaian, sudah mulai kita rasakan. Panggung politik semakin hari semakin memanas. Sudah banyak hal yang kita lalui mulai dari Hoax, saling sindir, saling menciptakan citra diri di depan masyarakat, keriuhan, keributan dll, dan kita sudah mulai melalui masa dimana penarikan simpatisan guna mencari suara agar dapat menghantarkan ke kursi 1 pemerintahan. Sehingga tak dapat dipungkiri masyarakat telah terpecah menjadi dua kubu; pendukung no. 1 dan pendukung no. 2, yang mana sudah barang tentu akan memperuncing jurang perbedaan yang selama ini ada di dalam masyarakat.

    Banyak kasus, karena berbeda suara sesama anggota keluarga saling berhenti bicara, sesama tetangga saling memaki, para pembela calon saling menjatuhkan bahkan menyakiti, dan beberapa hari yang lalu viral sebuah berita tentang pembongkaran kuburan yang bermula dari perbedaan suara. Perbedaan begitu mengerikan, membuat seseorang dengan yang lain seolah orang asing, bahkan tak jarang terlihat sebagai musuh.

    Jurang Perbedaan; Aku adalah Aku, Kamu adalah Kamu.

    Kita terlalu terbiasa melabeli segala sesuatu; memberinya batasan batasan, pengkotakan, dan kita terbiasa menyusun cara berpikir yang memisahkan satu dengan yang lain. Termasuk diri. Hingga kadang manusia larut begitu jauh, seolah apa yang ada di luar dirinya sama sekali tidak terhubung atau terkait dengannya. Disaat itulah manusia membesarkan egonya, sehingga yang tampak hanya dirinya sendiri; hanya dirinya; kepentingannya; untuk keuntungannya.

    Lalu terbentuklah pikiran-pikirannya; pandangan-pandangannya; pendapat-pendapatnya yang terlihat seolah olah terpisah dari apa yang ada disekitarnya. Berdiri sendiri sekaligus satu satunya pemegang kebenaran. Sehingga lambat laun akan terbentuk seolah apa yang berbeda dari apa yang dia yakini; pendapat yang lain darinya adalah nyata yang salah. Kemudian dengan begitu erat ia pegang keyakinan itu, sampai tanpa sadar apa yang telah dia pegang memisahkan dia dari segala yang ada; karena merasa keterpisahan inilah manusia berani bersikap brutal, kejam, dan menyakiti apa yang ada di luar dirinya.

     

    Perbedaan Sebagai Sebuah Kesatuan; Aku adalah Kamu, Kamu adalah Aku, Kita adalah mereka.

    Dengan melihat segala sesuatu dengan mendalam, penuh pengertian, dan welas asih menyadarkan kita pada sisi kemanusiaan yang kita miliki. Kewelas-asihan yang dikembangkan bersama kebijaksanaan membebaskan batin manusia dari cengkraman keakuan; pandangan yang hanya mengakui kebenaran apa yang diyakini. Dan mampu membawa manusia pada kehakikiannya.

    Dengan melihat segalanya berlandaskan welas asih perbedaan terlihat bukan lagi menjadi perbedaan, sebab kita akan mengetahui bahwa perbedaan adalah bagian dari suatu kesatuan yang indah; perbedaan seperti warna warni pada pelangi yang patut dihargai, patut kita nikmati.

    Pemaksaan untuk seragam terlahir dari pandangan sempit; dari batin yang masih dipenuhi ketidak-mengertian. Dengan melihat segalanya penuh welas asih kita dapat menikmati segalanya sebagaimana adanya; hingga mampu memberikan pemakluman luar biasa yang mentoleransi perbedaan.

    Welas asih, cinta kasih memiliki sifat yang membebaskan, tidak mengikat, maupun memaksa. Sehingga dapat menyembuhkan batin dari penyakit penyakitnya.

     

    “Berbahagialah ia yang lembut terhadap segala sesuatu. Di dalam kehidupannya tidak ada suatu makhluk pun yang berniat menyakitinya. Berbahagialah ia yang terbebas dari segala kilesa, bebas menembus ikatan nafsu indriya; Ia yang telah menghancurkan segala kotoran batin, terbebas dari pandangan ‘aku’ dan ‘saya adalah.’ Dengan demikian tercapailah kebahagiaan yang sebenarnya.”

     (Syair Udana, MUCALINDA – VAGGA)

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    Previous ArticleButuh Apa Agar Bisa Seperti Eka Tjipta?
    Next Article Valentine Jomblo? Tidak Masalah!
    Redaksi Lamrimnesia

    Related Posts

    Merenungkan Demo Hari Buruh dari Sudut Pandang Buddhis

    Tiga Bulan YPPLN Berkarya – Triwulan Pertama 2025

    Melampaui Gender: Potret Perempuan dalam Sutra Agama Buddha

    Leave A Reply Cancel Reply

    Dharma Patron Rutin
    Dharma Patron Rutin

    Penyokong Dharma Mulia dengan berdana secara rutin setiap bulannya untuk menjaga kesinambungan pelestarian dan pengembangan Dharma di Nusantara. Berapapun nominalnya, akan sangat bermanfaat bagi Buddhadharma di Indonesia.


    Dharma Patron Non-Rutin
    Dharma Patron Non-Rutin

    Penyokong Dharma Mulia dengan berdana sekali waktu untuk pelestarian dan pengembangan Dharma di Nusantara. Berapapun nominalnya, akan sangat bermanfaat bagi Buddha dharma di Indonesia.


    MEMBERSHIP
    • login
    • register

    Infografis

    Find us At
    • facebook
    • instagram
    Lamrimnesia

    Lamrimnesia

    Yayasan Pelestarian dan Pengembangan Lamrim merupakan sebuah yayasan yang dirikan untuk melestarikan dan menyebarkan tradisi Lamrim guna mendorong bangsa Indonesia, khususnya generasi muda, untuk melakukan praktik Dharma yang didasari oleh ilmu yang nyata sehingga menciptakan perubahan positif bagi seluruh Nusantara.

    Hubungi Kami:

    Call Center Lamrimnesia
    Care - +6285 2112 2014 1
    Info - +6285 2112 2014 2
    email: [email protected]
    facebook: facebook.com/lamrimnesia

    Recent Posts
    April 30, 2025

    Merenungkan Demo Hari Buruh dari Sudut Pandang Buddhis

    April 25, 2025

    Tiga Bulan YPPLN Berkarya – Triwulan Pertama 2025

    April 21, 2025

    Melampaui Gender: Potret Perempuan dalam Sutra Agama Buddha

    Store
    © 2025 ThemeSphere. Designed by ThemeSphere.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.