JAKARTA, 23 April 2017–Hari Sabtu lalu, 22 April 2017, Drepung Tripa Khenzur Rinpoche memberikan pengajaran dengan topik “Dharma: Tak Bernilai atau Tak Ternilai” dalam acara One Day Dharma Talk di Grand Auditorium Universitas Bunda Mulia, Jakarta. Acara yang dimulai pukul 13.00 ini merupakan bagian dari rangkaian Drepung Tripa Khenzur Rinpoche Indonesia Visit 2017 dan turut dihadiri oleh direktur pendidikan dan urusan agama Buddha pada dirjen bimbingan masyarakat Buddha Kementerian Agama RI, Drs. Supriadi M.Pd dan kepala Pusdiklat Indonesia Gaden Syeydrub Nampar Gyelwei Ling Biksu Bhadraruci, serta dibuka oleh penampilan dari musisi dan pencipta lagu Buddhis sekaligus presiden direktur Nuansa Musik, Irvyn Wongso.
Drepung Tripa Khenzur Rinpoche memberikan ajaran berdasarkan penjelasan yang pernah disampaikan oleh Yang Mulia Dalai Lama XIV. Penjelasan ini dibuka dengan definisi Dharma yang berasal dari Bahasa Sansekerta (Choe dalam Bahasa Tibet), artinya “mencakup semua fenomena”. Dharma yang juga dapat diartikan sebagai kebenaran yang mampu menghilangkan ketakutan akan samsara atau penderitaan di alam-alam rendah jika tertanam dalam kesinambungan batin. Dharma sangatlah luas dan bisa ditemukan dalam ajaran agama lain seperti Kristen, Katholik, Islam atau Hindu dalam bentuk ajaran tentang kesabaran, kemurahan hati, dan kualitas bajik lainnya. Karena perannya dalam menghilangkan ketakutan paling mendasar, maka Dharma menjadi sangat berharga dan tak ternilai.
Berikutnya, Rinpoche menjelaskan cara mempraktikkan Dharma. Yang ditekankan dalam praktik Dharma adalah tidak menyakiti mahkluk lain. Praktik Dharma itu tidak terbatas pada duduk meditasi di wihara saja. Walaupun kita berada di tempat umum melakukan rutinitas, selama dilandasi oleh motivasi bajik, maka aktivitas ini bisa disebut sebagai praktik Dharma. Kita juga harus memiliki pandangan yang benar dalam menghadapi masalah. Pandangan yang benar adalah hati yang ingin memberikan manfaat untuk mahkluk lain. Dengan memiliki welas asih dan cinta kasih terhadap mahkluk lain seperti itu, kita tidak akan menyakiti mahkluk lain dan membawa kebahagiaan bagi diri sendiri dan lingkungan sekitar kita.
Ada satu pandangan tentang Aku yang secara otomotis muncul “ Aku menginginkan kebahagian dan Aku tidak menginginkan penderitaan”. Begitu juga dengan mahkluk lain menginginkan hal yang sama, mereka berhak atas kebahagian dan mereka juga mampu mewujudkannya. Apakah pantas jika kita mengorbankan mahkluk lain yang jumlahnya tak terbatas demi mewujudkan kebahagiaan kita yang hanya satu orang ini? Analisis terhadap pertanyaan itu memunculkan kerelaan untuk membantu mahkluk lain yang jumlah tak terbatas dalam mewujudkan kebahagiaan mereka. Ketika kita sudah membiasakan diri kita membantu mahkluk lain. Ketika kita membantu orang lain, hal ini otomatis mewujudkan kebahagiaan kita sendiri dalam artian ketika kita baik sama orang lain mereka pun akan baik sama kita. Ketika kita berpikir demikian, lama kelamaan akan muncul cinta kasih dan welas asih yang spontan tanpa perlu dibangkitkan.
Beberapa orang mungkin akan berpikir menumbuhkan cinta kasih, welas asih, berlatih kesabaran adalah hal-hal yang tidak masuk akal. Coba lakukan dan buktikanlah apa yang dinasehatkan ini masuk akal dan benar atau tidak. Diantara semua ajaran, ajaran tentang welas asih inilah yang terpenting sehingga dapat ditemukan juga di agama-agama lain. Memang tidak semua agama mengenal pembebasan seperti di agama Buddha. Akan tetapi jika seseorang mempraktikkan cinta kasih, welas asih dan kesabaran serta memiliki hati yang baik maka otomatis pembebasan bisa dicapai tidak peduli apa agamanya. Kebalikannya, walaupun kita membahas pembebasan tapi tidak mempraktikkannya, hal ini tidak akan membawa kita ke pembebasan sesungguhnya. Kasus lainnya, ada yang berpikir praktik Dharma hanya untuk praktisi Dharma saja, tidak berlaku untuk kita yang melakukan politik, belajar atau bekerja. Tapi Rinpoche menegaskan ini tidaklah demikian. Politik, dagang, sains, dan sebagainya jika dilakukan dengan motivasi baik bisa juga disebut praktik Dharma.
Kesimpulannya, Drepung Tripa Khenzur Rinpoche mengajarkan bahwa praktik Dharma dapat dilakukan di mana saja, kapan saja, asal kita mampu menjaga hati yang baik dan memikirkan makhluk lain dalam beraktivitas. Praktik Dharma yang seperti ini nilainya tak terkira karena dapat membebaskan kita dari penderitaan.
Ikuti rangkaian acara Drepung Tripa Khenzur Rinpoche Indonesia Visit 2017 berikutnya:
1. Kelas Intensif “Citta dan Cetasika: Batin dan Faktor Mental” 24-28 April 2017 di Kemang, Jakarta,
2. Public Teaching “Dasar Semua Kebajikan”, 29 April-1 Mei di Prasadha Jinarakkhita, Jakarta.
3. Tur Candi dan Perayan Waisak, 5-12 Mei 2017 di Jawa Tengah dan Jawa Timur, Pusdiklat Indonesia Gaden Syeydrub Nampar Gyelwei Ling, Kab. Malang
Registrasi dan info lengkap bisa diakses di lamrimnesia.org/KR2017