Latihan meditasi bukanlah kegiatan eksotis yang jauh dari jangkauan, melainkan dekat dan mudah, melibatkan hubungan yang intim dengan diri sendiri. Inilah cara mengenal diri sendiri lebih dekat dengan mengamati proses pemikiran kita tanpa merasa malu.
Kita seringkali keras terhadap diri sendiri hingga kita menjadi musuh terbesar kita. Meditasi adalah jalan untuk menghentikan pertengkaran batin tersebut, jalan untuk berteman dengan diri sendiri. Saat itu, mungkin kita akan menemukan bahwa ternyata kita tidak seburuk yang kita kira sebelumnya.
Bila kita melabeli diri sendiri sebagai orang gagal atau musuh, tidak mungkin menggunakan pengalaman pribadi sebagai batu loncatan. Bila kita bersikap seolah ada yang salah dengan diri kita, kita harus terus melihat keluar untuk mencari hal yang lebih baik. Pencarian ini dapat berlangsung terus menerus, tanpa akhir.
Kebalikan dari pendekatan itu, meditasi menghubungkan kita dengan kenyataan, pada kondisi mentah jiwa dan pikiran kita. Tak peduli apa yang ada di sana, kita harus menghadapinya. Ini sama seperti berusaha menjalin hubungan persahabatan jangka panjang dengan seseorang. Dalam proses menjadi sahabat, kamu akan mengetahui hal-hal yang tidak kamu sukai dari seseorang, dan menemui sisi-sisi hubungan yang tidak membuat kamu nyaman.
Mengakui masalah tersebut dan menerimanya seringkali merupakan dasar utama persahabatan jangka panjang. Karena sudah menghadapinya dari awal, kamu tidak terkejut lagi setelahnya. Karena kamu sudah mengetahui yang buruk-buruk, kamu tidak lagi perlu menyembunyikan bagian tersebut dari hubungan kamu. Kemudian kamu dapat membangun sisi lainnya yang positif. Cara ini juga sangat baik untuk membangun persahabatan dengan diri sendiri. Jika tidak, kamu mungkin akan merasa kaget atau tertipu belakangan, ketika kamu menemukan hal-hal yang selama ini kamu sembunyikan dari diri kamu.
Apapun yang ada dalam diri kita adalah sesuatu yang alami, dan merupakan dimensi lain keindahan alam. Orang-orang kadang berusaha begitu keras menghargai alam, dengan mendaki gunung, bersafari mencari jerapah dan singa di Afrika, atau berpesiar ke Antartika.Sebenarnya lebih mudah dan cepat untuk menghargai keindahan alam diri sendiri. Lebih indah daripada flora dan fauna eksotis, lebih menakjubkan, menyakitkan, berwarna, dan membahagiakan.
Meditasi amatlah dekat dengan hidup, sungguh begitu dekat hingga terasa menyebalkan. Meditasi juga menuntut. Bila kamu bertahan, kamu akan mengerti berbagai hal tentang dirimu dan orang lain, dan segalanya akan jadi lebih jelas. Jika kamu berlatih secara rutin dan mengikuti disiplin ini, pengalamanmu mungkin tidak terlalu dramatis, namun kamu akan merasakan pengalaman menemukan diri sendiri. Melalui latihan meditasi yang sederhana kamu dapat melihat ragam warna keberadaanmu. Bila diandaikan, dapat dikatakan bumi mulai berbicara denganmu sehingga kamu tak lagi perlu menunggu langit mengirimkanmu pesan.
Kita seringkali menggunakan pendekatan defensif dalam kehidupan seolah kita akan diserang sewaktu-waktu. Kebanyakan dari kita dimarahi dengan cara yang membuat kita merasa malu pada diri sendiri ketika tumbuh dewasa. Entah itu kritik dari orang tua, guru di sekolah, atau orang lain, hal itu meningkatkan keyakinan bahwa ada yang salah dari diri kita. Kritik sering menghasilkan perasaan terasing, perasaan saya dan kamu, sebuah jurang perbedaan. Kita mempelajari konsep pertahanan diri sejak belia, mengira bahwa pertahanan kuat adalah perlindungan terbaik dari luka lebih jauh.
Kita melanjutkan pendekatan ini hingga dewasa. Baik dalam konfrontasi dengan orang asing di jalan atau argumen dengan pasangan di kamar, kita percaya bahwa kita butuh alasan dan logika bagus untuk menjelaskan dan mempertahankan diri. Kita bertindak seolah kita adalah ahli negosiasi, pengacara bagi diri sendiri.
Dalam psikologi Barat, beberapa pendekatan menekankan pentingnya memperkuat ego untuk meningkatkan kepercayaan diri. Kita mungkin menyalahartikan ini sebagai alasan kita harus meningkatkan posisi diri dengan mengabaikan orang lain. Seseorang dapat menjadi sangat egois dengan sikap seperti ini. Ini seperti seolah kamu mengatakan pada dunia,”Kamu tidak tahu siapa saya? Saya adalah saya. Kalau saya diserang karenanya, ya sayang sekali, saya yang benar.” Kamu merasa benar dalam hal yang kamu lakukan, seolah Tuhan berada di sisimu, atau setidaknya, hukum dan peradilan.
Mungkin kita harus memeriksa ulang asumsi-asumsi ini untuk melihat apa yang sebenarnya bekerja. Kita harus menginvestigasi apakah memang bermanfaat meninggikan diri sendiri, apalagi dengan cara merendahkan orang lain. Kita harus empertanyakan dengan serius apa yang berbahaya dan menguntungkan. Dalam pengalaman saya sendiri, saya merasa menggunakan pendekatan egois dan selalu defensif tidak berguna.
Daripada memperkuat pola pikir ‘saya, saya, saya’ dan menjustifikasi diri sendiri terus menerus, kita harus mendasari diri kita pada sesuatu yang kuat dan tepercaya. Jika kita mempercayai diri sendiri dengan sungguh-sungguh, pertahanan diri terus-menerus tidak dibutuhkan lagi. Mungkin terdengar bagus, tapi apa yang bisa membuat kita percaya pada diri sendiri? Untuk memulai, kita harus melihat ke dalam diri. Apa yang kita cari, apa yang kita lihat? Tanyakan pada dirimu sendiri: Apakah ada sesuatu yang berharga dan layak dipercayai dari saya? Tentu saja ada! Hanya saja, hal itu terdengar begitu sederhana sehingga kita cenderung melewatkan atau melupakannya. Saat kita melihat dalam diri sendiri kita cenderung terpaku pada kecemasan, keresahan dan betapa rapuhnya kita, tetapi perasaan tersebut biasanya dangkal, ada untuk menutupi rasa takut kita.
Carilah. Ada sesuatu yang lain yang jauh lebih besar. Kita ingin. Ingin menunggu, ingin tersenyum, ingin menjadi lebih baik. Kita tidak boleh mengacuhkan potensi itu, sebuah bibit yang kuat dan lembut. Bahkan binatang paling buaspun punya rasa sayang alami terhadap anak-anak mereka. Sifat lembut ini ada pada setiap makhluk. Kita tidak harus merasa malu atau berusaha menyembunyikannya. Kita tidak perlu mengkotak-kotakkan diri sebagai anak nakal, pemeran utama wanita, atau lelaki kuat. Kita mampu menerima dan membina kelembutan dan terutama memperlakukan diri sendiri dengan lebih baik.
Kita pantas menghargai diri sendiri, punya rasa sayang terhadap diri sendiri, menjaga diri sendiri. Kejujuran, kebaikan, dan apresiasi adalah bakat luar biasa. Di sanalah kita meletakkan kepercayaan kita. Kebenaran ini sungguh hakiki sehingga kita tidak perlu berpura-pura. Hal ini sungguh nyata.
Kita semua mampu mencintai diri sendiri. Kita juga mampu jatuh cinta. Kita mampu mencumbu orang yang kita cintai. Kita mampu mengembangkan tangan untuk bersalaman. Kita dapat menawarkan makanan pada seseorang, menerimanya ke meja kita, mengatakan,”Hai, apa kabar?” Kita mampu melakukan hal-hal sederhana ini. Kita sudah melakukan kebaikan-kebaikan sederhana sejak lama.
Biasanya kita menganggap ini sesuatu yang biasa, dan memang seharusnya begitu bila dipikirkan. Namun, kita mestinya merayakan atau setidaknya mengakui kemampuan kita melakukan tindakan kemurahan hati atau kebaikan. Tindakan tersebut nyata dan pada akhirnya lebih kuat dan transformatif dibanding agresi, obsesi terhadap ego, dan kebencian.
Ketika kamu menghargai dirimu sendiri, kamu menyadari bahwa kamu tidak perlu merasa buruk atau terkutuk. Kamu juga tidak perlu mendandani dirimu dengan tidak alami. Kamu menemukan kebanggan dasarmu, yang datang bersama kelembutan/ Kamu selalu punya sifat ini, namun kamu mungkin tidak mengetahuinya dulu. Kamu tidak perlu menjadi orang yang terobsesi terhadap ego untuk menghargai dirimu. Malahan, kamu akan lebih menghargai dirimu jika kamu sudah bebas dari keburukan egoisme itu, yang sebenarnya terbentuk dari kebencian terhadap diri sendiri.
Hadaplah cermin. Hargai dirimu sendiri. Kamu terlihat indah dalam kesederhanaan. Ketika kamu memilih pakaianmu, menyisiri rambutmu, mandi, kamu memunculkan kesan kebaikan yang utuh dan mendasar, kesadaran, dan kebaikan. Ada pilihan lain dari merasa terkutuk. Kamu sesungguhnya bisa berteman dengan diri sendiri.
Tulisan ini diadaptasi dari “Mindfulness in Action: Making Friends with Yourself through Meditation and Everyday Awareness” oleh Chögyam Trungpa, dengan izin dari Shambhala Publications.
Sumber: http://www.lionsroar.com/trust-in-your-goodness/ | Diterjemahkan oleh Lisa Santika Onggrid