Selama pandemi, banyak dari kita yang kehilangan kerabat dekat maupun teman. Mungkin banyak di antara kamu semua yang sudah melewati masa-masa sedih itu. Munculnya virus varian baru dan peningkatan kasus belakangan ini pun membuat kita harus siap-siap menghadapi kehilangan yang baru.
Sedih sih, tapi apakah lantas kamu perlu mengubur dalam-dalam memori itu?
Buddhisme memiliki pandangan yang lain tentang kematian. Alih-alih menghilangkan rasa sedih dengan melupakan peristiwa-peristiwa kematian, justru kita diajarkan untuk merenungkannya sesering mungkin. Dalam Lamrim atau Tahapan Jalan Menuju Pencerahan, dijelaskan berbagai kerugian tidak mengingat kematian dan manfaat mengingat kematian. Lebih jauh, kita perlu merenungkan kematian untuk mengembangkan kebijaksanaan berhubung memang begitulah jalannya kehidupan.
Kenyataan bahwa kematian tidak akan terelakkan
“Anicca – segala sesuatu yang terbentuk adalah tidak kekal”. Misalnya jasmani manusia yang terbentuk dari darah, daging, tulang, dan sebagainya, akan berubah dari momen ke momen. Artinya tubuhmu setiap momen selalu berubah, entah selnya, ada rambut yang rontok, ada oksigen yang berubah jadi karbon dioksida. Perubahan dari momen ke momen ini disebut juga ketidakkekalan halus. Ketidakkekalan yang lebih kelihatan contohnya adalah kematian ini, karena semua makhluk yang terlahir (artinya terbentuk dari kondisi misalnya menyatunya sperma & sel telur) memang memiliki jangka hidupnya masing-masing.
Apakah merenungkan kematian membuatmu sedih?
Merasa sedih saat merenungkan kematian merupakan hal yang wajar. Namun, di balik itu, kesadaran-kesadaran kecil yang didapatkan dari situ justru bisa membuatmu semakin kuat menjalani kehidupan. Kesedihan perlu disalurkan dan diseimbangkan dengan merenungkan kematian menggunakan metode yang tepat. Tujuan akhirnya adalah kamu bisa melihat kematian dan fenomena lainnya sebagaimana adanya.
Poin-poin perenungan kematian
Jadi, apa yang harus direnungkan? Berikut adalah 9 poin yang diajarkan oleh Guru Atisha:
Kematian itu pasti, ada tiga poin yang direnungkan:
- Saat kematian datang, tidak ada yang dapat menghalangi
- Usia kita tidak pernah bertambah dan terus berkurang
- Waktu hidup yang digunakan untuk mempraktikkan Buddhadharma sangat sedikit
Dengan merenungkan bahwa kematian itu pasti akan datang dan waktu untuk mempraktikkan Buddhadharma sedikit, maka keyakinanmu bahwa kematian itu pasti akan datang semakin kuat. Kamu juga akan terdorong agar segera bergerak karena tidak memiliki banyak waktu lagi di dunia ini.
Waktu kematian tidak pasti, ada tiga poin yang direnungkan
- Masa hidup manusia tidaklah pasti akibat zaman kemerosotan
- Faktor penyebab kematian sangat banyak, dan penopang kehidupan sangat sedikit
- Tubuh manusia sangatlah rapuh
Dengan merenungkan bahwa kamu bisa mati kapan saja, kamu akan termotivasi untuk mempraktikkan Dharma saat ini juga selagi masih ada kesempatan.
Saat mati, segala hal tidak dapat menolong selain Dharma, ada tiga poin yang direnungkan
- Kekayaan tidak dapat menolong
- Keluarga dan teman-teman tidak dapat menolong
- Tubuh kita tidak dapat menolong
Dengan merenungkan bahwa kekayaan, keluarga dan teman-teman, bahkan tubuh akan ditinggalkan setelah kematian, maka kamu akan mulai memilah mana hal-hal yang menjadi prioritas, mana yang berguna untuk jangka panjang (bahkan sampai kehidupan berikutnya).
Sembulan poin di atas bisa menjadi penyemangatmu untuk mempraktikkan Dharma dengan sungguh-sungguh. Misalnya saat kamu bermalas-malasan atau mengantuk saat meditasi. Dengan mengingat kembali hal-hal di atas, semangatmu akan muncul lagi, seperti mahasiswa yang belajar sangat giat ketika tahu bahwa besok akan ada ujian.
Memahami kematian, menumbuhkan empati dan kebijaksanaan
Kunci mengingat kematian tanpa merasa sedih atau duka berlebih adalah kebijaksanaan untuk melihat suatu fenomena sebagaimana adanya. Di satu sisi, kematian memang menyedihkan karena kita kehilangan seseorang yang dicintai. Namun, di sisi lain, mengingat kematian memberikan gairah pada hidup kita, bahwa kita harus melakukan hal ini dan itu sekarang juga sebelum kematian datang.
Teman-teman yang sepenuhnya sadar tentang hal ini setelah kehilangan kerabat dekat dapat melihat betapa naturalnya proses kematian sehingga dapat berempati pada orang lain yang sedang merasakan kedukaan yang sama. Dari situ, merenungkan kematian juga dapat memberikan “kebijaksanaan kecil” berupa pemahaman terhadap ketidakkekalan.
Ketika disatukan dengan 9 poin terkait kematian yang dijabarkan di atas, pemahaman ini akan membuat kita tergerak untuk fokus melatih batin kita agar bisa menghadapi kematian dengan tenang tanpa penyesalan. Kita pun bisa dengan jelas memilah prioritas hidup dan menggunakan sisa waktu yang kita miliki sebaik mungkin untuk mewujudkan kebahagiaan sejati, bukan yang sementara.
Namun, untuk mendapatkan pemahaman itu, jangan tunggu sampai maut menghampiri orang yang kamu kenal. Siapa tahu, ternyata kamu duluan yang didatangi!
Penulis: BESTRELOAD
Referensi:
“Meditasi 9 Poin Kematian” – dagporinpoche.id
“Pembebasan di Tangan Kita Jilid II” oleh Phabongkha Rinpoche
“Risalah Agung Tahapan Jalan Menuju Pencerahan: Lamrim Chenmo Jilid 1” oleh Je Tsongkhapa
“Jika Hidupku Tinggal Sehari: Apa yang Bisa Kuperbuat?” oleh Dagpo Rinpoche