“Aku nggak bisa bantu apa-apa” bukan alasan untuk berkecil hati dan mematikan keinginan untuk menolong orang lain. Itulah yang saya dapat saat menonton film “Belle” (竜とそばかすの姫, Ryū to Sobakasu no Hime, atau “Naga dan Putri Wajah Berbintik”), adaptasi dongeng “Si Cantik dan Si Buruk Rupa” paling anyar dan segar karya Mamoru Hosoda. Ini dia review Buddhis anime Belle (2021).
“Belle” menceritakan kisah seorang gadis remaja pemalu dengan trauma masa lalu bernama Suzu yang menjadi idola di dunia virtual bernama “U”. Semasa kecil, Suzu bersama ibunya gemar bernyanyi dan menciptakan lagu. Namun, sejak sang ibu meninggal saat berusaha menyelamatkan seorang anak kecil tak dikenal, duka yang Suzu rasakan membuatnya tidak bisa bernyanyi lagi. Selain itu, ia juga minder karena merasa kurang cantik dengan wajah yang berbintik-bintik. Untungnya di dunia “U”, setiap orang terlahir kembali dengan penampilan baru sesuai dengan potensi terdalam mereka.
Suzu di dunia “U” adalah penyanyi cantik bernama Bell. Meski sebagian orang mengkritisi, sebagian lagi memujanya dan merasa tersentuh oleh nyanyiannya. Menjadi Bell adalah titik balik dalam perjalanan Suzu untuk menemukan kembali kepercayaan dirinya.
Suatu hari, konser Bell “dikacaukan” oleh sosok misterius berwujud monster buruk rupa nan buas yang dipanggil “Si Naga”. Rasa penasaran dan kepedulian Bell terhadap Si Naga yang tampaknya begitu dibenci di dunia “U” menjadi langkah awal dalam babak baru dalam proses pemulihan Suzu. Tidak tahan menyaksikan penderitaan Si Naga dan manusia nyata di baliknya, Suzu berhasil keluar dari dukanya sendiri demi menolong orang lain yang tidak dia kenal sama sekali, persis seperti ibunya dulu.
Demi mendapatkan kepercayaan Si Naga, Suzu melakukan tindakan yang luar biasa berani. Demi menolong Si Naga, Suzu tidak hanya melakukan tindakan yang berani, tapi juga berbahaya. Pada akhirnya, tidak satu pun tindakan Suzu bisa dibilang benar-benar berdampak pada persoalan yang menjerat Si Naga. Meski begitu, tindakan Suzu tidak sia-sia. Berkat tindakan-tindakan itu, si Naga dan Suzu sendiri sama-sama menemukan keberanian dan semangat baru untuk keluar dari keputusasaan dan berjuang mengubah keadaan.
Bagaimana bisa memikirkan makhluk lain mengatasi penderitaan kita? Baca di sini.
Ketika menonton film ini, saya teringat dengan pengalaman saya sendiri melihat begitu banyak teman yang merasa down belakangan ini. Entah kenapa, dalam dua pekan terakhir, banyak sekali yang bercerita di media sosial tentang berbagai kecemasan yang menghantui. Kecemasan ini bentuknya beragam, kebanyakan merasa resah tanpa sebab yang jelas, ada juga yang merasa tidak berharga, hidup tidak berarti, bahkan ada yang setengah “bercanda” mempertimbangkan bunuh diri.
Meski beberapa di antaranya merupakan teman akrab, saya tidak cukup dekat untuk menjadi tempat curhat mereka. Karena kami tidak biasa bertukar cerita, saya pun tidak tahu apa yang bisa saya lakukan untuk menolong mereka. Ada juga yang bercerita lebih rinci dan terang-terangan meminta pertolongan, tapi antara saya tidak mampu menolong atau saya bukanlah orang yang mereka harapkan untuk menolong.
Saya ingin menolong, tapi saya merasa tidak berdaya, jadi saya tidak melakukan apa-apa.
Film “Belle” membuat saya berpikir bahwa jangan-jangan saya memasang standar terlalu tinggi terhadap tindakan “menolong”. Saya mengira menolong orang berarti kita harus bisa langsung mengangkat dan mengakhiri penderitaan orang yang ingin kita tolong. Padahal, seperti dalam film “Belle”, bisa jadi bukan itu yang dibutuhkan. Ada kalanya orang yang menderita hanya butuh dibuat sadar bahwa ada orang yang peduli padanya, bahwa dia berhak bahagia dan kebahagiaannya itu layak diperjuangkan. Dengan demikian, dia jadi bisa menemukan semangat untuk bertahan menghadapi penderitaan dan berjuang untuk mencari solusi.
Menyelesaikan permasalahan orang memang butuh kemampuan khusus yang tidak bisa dilakukan semua orang, tapi siapapun bisa peduli pada orang lain dan menunjukkan kepedulian itu. Orang itu belum tentu bisa langsung melihat atau menerimanya, tapi kita bisa bersabar dan berusaha berulang kali semampu kita hingga orang itu suatu saat bisa membuka hati dan percaya.
Dalam film “Belle”, ada percakapan antara Suzu dan ayahnya yang membuat saya terkesan. Sang ayah memuji tindakan “nekad” yang dilakukan Suzu untuk menunjukkan kepeduliannya pada Si Naga. Sang ayah mengatakan bahwa Suzu punya hati yang penuh welas asih berkat didikan ibunya. Percakapan ini mengingatkan saya bahwa hati yang berwelas asih–yang tidak tahan melihat penderitaan orang lain dan mau berjuang untuk menolong–tidak tumbuh dengan sendirinya, tapi bisa diajarkan dan perlu dipelihara.
Setiap kali saya mundur dengan alasan “nggak bisa bantu apa-apa” ketika rasa ingin menolong itu muncul, saya ternyata sedang mematikan potensi welas asih yang ada dalam diri saya sedikit demi sedikit. Sebaliknya, kalau saya “menurunkan standar” untuk bentuk pertolongan yang bisa saya berikan dan tetap berusaha melakukan sesuatu, minimal membuat orang yang ingin saya tolong tahu bahwa ada satu lagi orang yang ingin dia berbahagia, itu bisa menyuburkan potensi welas asih yang saya miliki.
Bahkan, welas asih yang saya ulurkan pada orang itu bisa jadi membantunya lebih berwelas asih juga, setidaknya pada dirinya sendiri, karena dia jadi bisa melihat dan merasakan bahwa kebaikan hati itu nyata dan bisa diperjuangkan. Contohnya adalah tokoh Suzu sendiri. Dalam film ini, Suzu dikelilingi oleh orang-orang baik yang senantiasa menunjukkan kepedulian padanya. Tanpa welas asih dari lingkungannya, campuran puja-puji dan celaan bertubi-tubi yang menjadi bagian dari ketenarannya di dunia virtual hanya akan menjadi perangkap yang membuatnya makin terpuruk.
Baca juga: Yakuza Like A Dragon – Privilege Itu adalah Kebaikan Hati
Kita mungkin tidak selalu bisa membantu menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi orang lain. Namun, kita bisa menjadi bagian dari lingkungan yang baik dan sumber semangat bagi orang tersebut. Di saat yang sama, kita pun bisa belajar untuk sedikit mengurangi kebiasaan kita yang terlalu mementingkan diri sendiri dan menemukan kebahagiaan dari mementingkan makhluk lain.
Film “Belle” dapat disaksikan langsung di bioskop terdekat. Saksikan trailer-nya di sini.
Penulis: Samantha J.