“Pernahkah kalian melihat jadwal harian orang-orang yang seperti berikut:
6.00 A.M — Bangun
6.10 A.M — Olahraga Ringan
6.30 A.M — Mandi
6.40 A.M — Mikirin Kematian
6.45 A.M — Sarapan
Lah lah sebentar sebentar. Itu kenapa ada satu jadwal yang nyempil ya? What? Mikirin tentang kematian? Ngapain sih? Ada-ada aja deh nih orang.
Selama ini, kematian selalu diidentikkan dengan kesedihan dan kepasrahan. Akibatnya, topik ini selalu menjadi hal yang sangat tabu untuk dibahas, terutama bagi kita sebagai masyarakat Indonesia. Ketika kita ngomongin tentang kematian, orang-orang akan langsung menghindarinya, seolah-olah hal itu bisa langsung menjadi kenyataan dalam beberapa waktu ke depan, atau bahkan hari itu juga. Tapi, banyak orang yang tidak sadar… Bukankah datangnya kematian merupakan hal yang sangat mungkin?
Terus menerus lari dari kenyataan bahwa kematian suatu waktu akan tiba untuk ‘menyapa’ kita bukanlah sebuah solusi yang bijak. Toh semua orang juga pasti akan mati, bukan? Daripada capek-capek kabur terus, kenapa pola pikirnya nggak kita balik aja? Kita bisa menjadikan kematian sebagai teman kita untuk berlatih dalam praktik spiritual masing-masing.
Kedengarannya sih ngeri-ngeri sedap ya… Bukannya malah nambah stres kalau kita malah mikirin mati mulu?
Eitsss… Siapa sih yang bilang gitu? Buktinya, seperti yang telah dibahas pada artikel Lamrimnesia sebelumnya yang berjudul “Tabu Ngomongin Kematian? Sampai Kapan Lari dari Kenyataan?”, masyarakat Bhutan sebagai salah satu negara paling bahagia di dunia aja secara teratur mengingat kematian lima kali sehari. Iya, lima kali sehari, guys! Apa jangan-jangan ini benar-benar merupakan kunci rahasia yang bikin mereka bisa menjadi salah satu negara paling bahagia di dunia? Bisa jadi! Karma Ura, direktur dari Center for Bhutan Studies, menuturkan bahwa orang Barat begitu takut akan kematian karena mereka terlalu banyak menghabiskan waktu untuk menghindarinya. Ini tidak berarti bahwa masyarakat Bhutan berpura-pura untuk tidak memiliki ketakutan akan kematian. Sebaliknya, mereka belajar untuk menghadapi ketakutan itu dan menerima kenyataan sehingga hal tersebut dapat menetralkan kecemasan mereka.
Kematian Sebagai Motivasi Hidup
Megan Brineau, M.A., seorang psikoterapis dari New York, juga merasa bahwa memikirkan tentang kematian membawa manfaat yang cukup mendalam bagi kehidupan seseorang. Praktik tersebut bisa lebih memotivasi kita untuk merasa lebih ‘hidup’. Bayangkan saja apabila kita hidup abadi dan tahu bahwa akan selalu ada hari esok yang menanti. Kita akan selalu merasa punya waktu dan tidak akan merasakan urgensi untuk segera bertindak demi mencapai tujuan-tujuan kita. Selain itu, memikirkan kematian juga membantu kita dalam mengapresiasi momen sekarang dan hidup lebih mindful. Bayangkan saja apabila kita mati besok, pasti kita akan benar-benar memanfaatkan waktu hari ini dengan baik. Pada intinya, mengingat kematian akan membuat kita memilah mana sebenarnya hal yang paling penting dalam hidup kita untuk diprioritaskan. Apakah itu harta? Keluarga? Teman? Karir? Atau mungkin kualitas spiritual?
Manfaat Mengingat Kematian
Jika sebelumnya artikel “Bukan Cuma Tugas, Hidup Juga Ada Deadline-nya!” udah membahas tentang betapa ruginya kita kalau kita tidak mengingat kematian, maka artikel kali ini akan membahas secara spesifik tentang manfaat yang bisa dirasakan dari mengingat kematian dari sudut pandang Buddhisme. Kitab-kitab Lamrim (Tahapan Jalan Menuju Pencerahan) membeberkan secara detail enam manfaat dari mengingat kematian:
- Manfaat memberikan nilai besar pada praktik kita – Coba bayangin kalau besok kita pasti akan mati, maka hari ini kita pasti akan buru-buru baca mantram dan semua skrip doa yang selama ini tidak kita acuhkan selama kebaktian minggu di vihara *ups. Kita akan langsung jadi orang yang baik banget dalam sekejap karena umur kita yang tinggal sehari.
- Manfaat memberikan kekuatan besar pada praktik kita – Selama ini kita selalu muluk-muluk berdebat tentang kekosongan, nirvana, dan hal-hal lainnya yang masih jauh di luar jangkauan kita. Bukannya engga boleh sih, tapi kita juga harus sadar apakah hal itu memang benar-benar membawa kita jadi lebih rajin buat praktik Dharma? Kalo masih belum, mending kita ganti topiknya jadi tentang kematian, pasti akan lebih mengena karena kematian emang hal yang paling jelas ada di sekitar kita dan selalu membayang-bayangin kita setiap saat.
- Manfaat karena penting di awal praktik kita – Pas ingat kalo mungkin aja nanti sore kita mati (memang sangat mungkin terjadi sih), kita pasti bakalan panik. Jadinya, kita lebih termotivasi buat sesegera mungkin buat bikin kebajikan.
- Manfaat karena penting di pertengahan praktik kita – Buat yang sering bikin kebajikan tapi niatnya setengah-setengah, pasti ga bakal fokus selama bikin kebajikannya. Misalnya pas lagi dengerin ceramah Dharma di vihara pas hari Minggu, pasti malah pada sibuk scroll-scroll IG atau Tiktok. Boro-boro dengerin Bhante nya ngomongin tentang apa di depan, eh kita malah sibuk chattingan sama pacar kita yang lagi jauh entah dimana. Kalau disentil sama ‘malaikat pencabut nyawa’ yang tiba-tiba duduk di sebelah kita, kita bakal langsung fokus tuh pasti buat dengerin Dharma-nya.
- Manfaat karena penting di akhir praktik kita – Pada akhirnya, kita bakal fokus untuk stay dengerin ceramah Bhantenya sampai selesai deh~. Kita bakal dapet karma baik yang lebih besar karena motivasi dan tindakan kita yang sudah benar dan lengkap.
- Manfaat karena kita dapat menghadapi kematian dengan kegembiraan dan kebahagiaan – Karena kita udah terbiasa buat lebih sering-sering mikirin tentang kematian daripada mikirin tentang mantan mulu ~eh, jadinya kita gabakal takut saat kematian itu benar-benar tiba hari itu juga. Dengan begitu, ga bakal ada rasa penyesalan karena kita udah praktik Dharma dengan baik dan benar.
Jadi, sekarang kita tidak perlu kaget lagi ya kalau melihat jadwal harian seperti yang di atas barusan. Ga perlu muluk-muluk. Lima menit sehari saja sudah sangat cukup kok bagi kita untuk merenungkan kematian. Apabila kita sudah semakin terbiasa, mungkin kita bisa mengikuti cara yang dilakukan oleh masyarakat Bhutan, merenungkannya hingga lima kali sehari. Tentu saja itu akan membuat hidup kita menjadi jauh lebih bahagia dan bermakna.
Untuk menutup artikel ini, saya ingin mengutip satu kalimat favorit saya yang dilontarkan oleh Joe dalam film Soul yang diproduksi oleh Walt Disney Pictures:
“I’m just afraid that if I died today, my life would have amounted to nothing.”
Oh iya, teman Joe yang bernama Twenty-Two juga memberikan satu kutipan yang menginspirasi saya:
“Is all this living really worth dying for?”
Penulis: Kevin Chow
Referensi:
Pembebasan di Tangan Kita Jilid II oleh Phabongkha Rinpoche
Jika Hidupku Tinggal Sehari: Apa yang Bisa Kuperbuat? oleh Dagpo Rinpoche
“Why you should think about death five times a day” oleh Felix Behr
“Want to be happy? Think about death more.” oleh Dayana Aleksandrova
“5 Reasons Thinking About Death Will Make Your Life Better” oleh Megan Bruneau, M.A.