oleh Lidya Marlina
Sekitar bulan November lalu, ponselku berbunyi. Ada pesan masuk dari Call Center KCI dengan judul “Kebajikan dalam Untaian Doa Bagi yang Beruntung”. Sekilas kubaca pengumuman singkat tersebut. Kadam Choeling Indonesia akan berkolaborasi dengan Yayasan Pelestarian dan Pengembangan Lamrim Nusantara (YPPLN) untuk mengadakan acara pengumpulan kebajikan dan pengajaran Dharma online pada tanggal 24 Desember 2020-1 Januari 2021. “Oh, retret akhir tahun. Cepat juga ya, tanpa terasa udah hampir Desember lagi aja. Tahun 2020 segera berakhir,” gumamku siang itu.
Ada rasa takjub dan khawatir yang menghampiriku di kala itu; takjub karena tanpa terasa kita semua telah hidup berdampingan dengan COVID-19 selama lebih dari 9 bulan; khawatir karena tidak ada kejelasan kapan kondisi ini akan berakhir. Di samping semua itu, aku bersyukur KCI dan guruku selalu mengusahakan sesi pengajaran Dharma tetap bisa dilakukan secara online. Sekarang, aku tidak perlu khawatir tidak ada kegiatan di akhir tahun dalam kondisi tidak bisa ke mana-mana.
Malam ini, tanggal 24 Desember 2020, acara “Kebajikan dalam Untaian Doa Bagi yang Beruntung” resmi dimulai. Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam dan kulihat sudah hampir 300 peserta yang hadir dalam aplikasi Zoom. Acara dimulai dengan pembukaan oleh Agustino selaku panitia yang menjelaskan jadwal dan rangkaian acara yang akan berlangsung dalam 8 hari ke depan. Secara garis besar, acara ini akan diisi dengan puja bersama pada sesi pagi dan siang, lalu diikuti dengan penayangan siaran pengajaran Dharma oleh Y.M. Drepung Tripa Khenzur Rinpoche dengan topik “Empat Segel Agung Dharma” di malam hari. Di akhir rangkaian acara pada tanggal 1 Januari 2021, akan ada fangsheng (pelepasan dan penyelamatan hewan).
Setelah briefing acara, berikutnya adalah pembangkitan motivasi yang dipandu oleh Y.M. Biksu Bhadra Ruci atau yang akrab dipanggil Suhu. Di awal sesi, Y.M. Suhu mengingatkan kita untuk terus menjaga kesehatan dan tetap stay di rumah karena COVID-19 semakin memburuk di luar sana. “Mungkin Suhu tahu kita sudah enggak betah berlama-lama di rumah kali ya, tahu aja nih,” ujarku dalam batin.
Sesi bersama Y.M. Suhu hari ini cukup singkat, hanya sekitar 45 menit. Namun, Beliau terus menekankan dua poin yang sangat krusial untuk perkembangan batin kita, yaitu toleransi batin terhadap penderitaan dan pentingnya kehadiran seorang Guru.
Berbicara tentang batin, kita semua menginginkan kebahagiaan dan menghindari penderitaan. Di era sekarang dan ke depannya, penderitaan fisik akan semakin berkurang karena ditunjang oleh perkembangan zaman yang semakin memudahkan hidup manusia, baik itu dalam bentuk internet, kenyamanan AC, maupun akses ke fasilitas kesehatan. Di sisi lain, penderitaan mental akan menjadi semakin dominan. Kita menyadari bahwa diri kita menderita, sering dihadapkan dengan perasaan galau ataupun mood swing. Sudah seharusnya kita mencari penawar atas sebab-sebab penderitaan tersebut dan kenyataannya hanya kita yang mampu mengubah diri ini. Caranya? Berhadapan secara langsung dengan batin kita sendiri.
Namun, ketika keadaan tidak bisa diubah, kita harus belajar untuk menerima, menghadapi, dan hidup berdampingan dengan penderitaan tersebut. Pertanyaannya adalah, “Sudahkah kita belajar menghadapi batin kita sendiri?” Jika kita tidak serius berusaha melatih batin kita, maka hanya usia yang akan bertambah sementara batin kita akan selalu sama. Mendengar paparan Suhu tersebut, aku hanya bisa menunduk diam, bertanya dalam hati, “Sudahkah aku berusaha? Sudahkah aku berubah?”
Y.M. Suhu mengingatkan bahwa awal tahun depan adalah tepat 20 tahun berdiri nya KCI, berawal dari kedatangan Dagpo Rinpoche ke Center Dago. “Perjalanan yang sudah cukup panjang dan tidak gampang,” ujar Y.M. Suhu. Perkembangan batin kita dan Dharma akan sangat bergantung dengan kehadiran guru-guru kita. Kita perlu menyadari bahwa kehadiran seorang Guru sangat penting. Tanpa seorang Guru, kita bagaikan kapal tanpa mercusuar yang kehilangan arah dan tidak bisa berlabuh.
Y.M. Suhu mengakhiri sesi malam ini dengan mengucapkan, “Selamat ‘retret’, selamat berjuang”.