Close Menu
    Facebook X (Twitter) Instagram
    Trending
    • Merenungkan Demo Hari Buruh dari Sudut Pandang Buddhis
    • Tiga Bulan YPPLN Berkarya – Triwulan Pertama 2025
    • Melampaui Gender: Potret Perempuan dalam Sutra Agama Buddha
    • Belajar Dharma dari Ne Zha 2
    • Kelahiran, Kematian, dan Kemanusiaan dalam Film Mickey 17
    • Agama Buddha dan Kemerosotan Moral
    • Lagu Titiek Puspa Yang Wajib Direnungkan
    • Brave Bang Bravern! adalah Anime Religi?
    Lamrimnesia
    • Home
    • Mari Belajar
      • Apa itu Lamrim?
      • Peta Lamrim
      • Topik-Topik Lamrim
    • Wacana
      • Berita
      • Artikel
      • Infografis
    • Buku
      • Audiobook
      • Daftar Buku Tak Berbayar
      • Resensi
    • Kegiatan
      • Festival Seni & Budaya Buddhis 2018
      • Ananda Project
      • Berbagi Dharma
      • Drepung Tripa Khenzur Rinpoche Indonesia Visit 2017
      • Indonesia Lamrim Retreat 2017
    • Dukungan
      • Dharma Patriot
        • Be a Dharma Patriot
        • Our Patriot’s Adventure
      • Dharma Patron
      • Donasi Buku Berbayar
      • Penyaluran Buku Tidak Berbayar
      • Laporan Tahunan YPPLN
      • Laporan Triwulan YPPLN
      • Laporan Keuangan YPPLN
    • Tentang Kami
    • Store
    Lamrimnesia
    You are at:Home » Wacana » Artikel » Apakah Borobudur Sama Sekali Asing dengan Stupa Berchattra?
    Stupa berchattra di relief Gandawyuha
    Stupa berchattra di keping ke-98, galeri 2, dinding dalam, Gandawyuha

    Apakah Borobudur Sama Sekali Asing dengan Stupa Berchattra?

    0
    By Redaksi Lamrimnesia on September 7, 2024 Artikel, Featured, Wacana

    Pada periode 1907-1911, proyek restorasi Candi Borobudur untuk pertama kalinya dilakukan. Proyek tersebut dipimpin oleh Theodoor van Erp, seorang insinyur Belanda. Beliau merekonstruksi ulang tingkatan-tingkatan pada tubuh candi dan juga membangun ulang stupa-stupa Candi yang sudah rusak. Lebih jauh lagi, Van Erp bahkan menemukan kepingan-kepingan batu yang beliau duga merupakan bagian dari sebuah chattra yang seharusnya berada di puncak stupa utama Candi dan kemudian juga merekonstruksi ulang chattra tersebut. 

    Mengapa Van Erp bisa merekonstruksi ulang chattra di Candi Borobudur? Apa kira-kira yang menginspirasi beliau dan apa yang mendasari pemikiran Van Erp ketika itu? Selain melakukan perbandingan-perbandingan dengan stupa-stupa yang ada di luar negeri, sebenarnya Borobudur sendiri juga menjadi salah satu sumber inspirasi utama beliau dalam upayanya merekonstruksi chattra. Mengapa bisa? Karena relief-relief di Candi Borobudur sebenarnya juga kaya sekali dengan visual-visual stupa yang dipayungi oleh chattra di puncaknya. Kita akan mencoba untuk membahas beberapa di antaranya melalui tulisan ini. 

    Baca juga: Memahami Chattra dan Melerai Sebuah Polemik

    Pertama-tama, mari kita amati galeri pertama (istilah “galeri” di sini merujuk ke tingkatan di Candi), bagian dinding dalam. Di barisan atas dinding dalam ini terdapat rangkaian relief Lalitawsitara sejumlah 120 keping. Kemudian, di barisan bawah dari relief Lalitawistara ini, terdapat rangkaian relief sejumlah 120 keping yang menceritakan berbagai kisah yang diambil dari Awadana seperti Diwyawadana, Awadanasataka dan sebagainya. Keping relief 64 s.d. 88 menceritakan kisah Raja Rudrayana dan Raja Bimbisara ketika Sang Buddha sedang berdiam di Rajagrha, wilayah kekuasaannya Raja Bimbisara. Sebenarnya ini adalah sebuah kisah yang sangat terkenal karena di sinilah Buddha menyarankan Raja Bimbisara untuk melukiskan wujud beliau di atas selembar kain sebagai hadiah balasan untuk Raja Rudrayana. Lukisan inilah yang telah turun-temurun secara tradisi sampai ke kita saat ini dalam bentuk gambar Roda Kehidupan 12 Mata Rantai dengan Sang Buddha dalam posisi berdiri berada di sisi kanan atas dari Roda Kehidupan tersebut. Pada keping relief yang ke-80 di dalam kisah ini terlihat dua ekor kucing yang sudah terlatih sedang bersembunyi di bawah dua buah stupa. Kedua kucing ini sudah dilatih oleh menteri kerajaan yang jahat untuk menipu Raja Sikhandin, anak dari Raja Rudrayana yang telah membunuh ayahnya sendiri. Kedua stupa ini digambarkan berbentuk bulat, dihiasi dengan rangkaian bunga dan berada di atas dudukan teratai. Setiap puncak kedua stupa ini dihiasi oleh chattra. 

    Foto: Keping ke-80, galeri 1, dinding dalam, baris atas, Awadana

    Selanjutnya, keping relief ke-83 dalam kisah ini meggambarkan pembangunan stupa di desa Khara untuk menghormati mangkuk patra Arya Mahakatyayana. Stupa ini juga juga digambarkan berbentuk bulat, dihiasi oleh rangkaian bunga di tengahnya, dan berada di atas dudukan teratai yang berada di atas takhta persegi. Stupa ini pun memiliki sebuah chattra di puncaknya. Digambarkan pula di dalam relief bahwa hujan bunga turun dari langit menyambut pembangunan stupa ini. Di sebelah kiri dan kanan stupa terdapat dupa dengan asap yang membumbung tinggi dan mengapit stupa ini adalah sang kepala desa Khara dan seorang dewi. 

    Foto: Keping ke-83, galeri 1, dinding dalam, baris atas, Awadana

    Selanjutnya, keping relief ke-85 menggambarkan pembangunan sebuah stupa untuk menghormati tongkat khakkhara Arya Mahakatyayana. Bentuk stupa ini juga mirip dengan stupa yang ada di keping relief yang ke-83, yakni berbentuk bulat dan memiliki chattra di atasnya. 

    Foto: Keping ke-85, galeri 1, dinding dalam, baris atas, Awadana

    Menutup rangkaian relief Awadana di galeri pertama dinding dalam barisan bawah ini, adalah keping yang ke-120. Sayangnya hingga sekarang, cuplikan kitab yang digambarkan dalam relief ini belum bisa diidentifikasi. Namun, keping relief yang ke-120 ini kembali lagi menggambarkan sebuah stupa berbentuk bulat yang dilindungi oleh sebuah chattra di puncaknya. 

    Foto: Keping ke-120, galeri 1, dinding dalam, baris atas

    Mari sekarang kita beralih ke rangkaian relief yang berada di bagian langkan luar dari galeri/tingkat pertama Candi Borobudur. Sebanyak 135 keping pertama pada baris atas di bagian ini menceritakan 34 kisah dari Jatakamala karya Aryasura. Secara khusus, keping ke-112 s.d. 115 menceritakan kisah Jataka Sang Gajah Putih yang mengorbankan dirinya dengan cara terjun dari tebing sehingga daging tubuhnya bisa dimakan oleh para pengembara yang sedang tersesat dan kelaparan. Keping ke-115 adalah penutup kisah ini yang menggambarkan para pengembara menghormati sisa tubuh Sang Gajah Putih dengan cara menyimpannya ke dalam sebuah stupa. Stupa ini digambarkan memiliki chattra di puncaknya. 

    Foto: Keping ke-115, galeri 1, langkan luar, baris atas, Jatakamala

    Keping yang ke-366 dari rangkaian relief di bagian ini juga sekali lagi menggambarkan sebuah stupa yang memiliki chattra di puncaknya. Keping ini menunjukkan dua orang praktisi, seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang sedang memberikan pemandian kepada stupa tersebut menggunakan kamandalu. 

    Foto: Keping ke-366, galeri 1, langkan luar, baris atas

    Selanjutnya kita beralih ke galeri kedua bagian dinding dalam dari Candi Borobudur yang reliefnya menceritakan kisah-kisah dari Gandawyuha Sutra. Keping ke-45 menggambarkan Sudhana bersama dengan Westhila sedang menghormat kepada sebuah stupa. Yang teramat sangat menarik di sini adalah bentuk stupanya yang sangat unik karena memiliki sebuah chattra yang bertingkat lima. Chattra di tingkat paling bawah berukuran kecil, kemudian yang di tingkat kedua adalah yang paling besar, kemudian semakin naik ke atas semakin mengecil lalu di bagian paling atas dari chattra ini adalah perhiasan permata. Bisa jadi Van Erp merekonstruksi chattra stupa utama Candi berdasarkan gambar relief ini!

    Foto: Keping ke-45, galeri 2, dinding dalam, Gandawyuha

    Selanjutnya, keping ke-96 dari bagian relief ini juga diduga menggambarkan Sudhana dan Westhila sedang menghormati stupa. Stupa ini duduk di atas sebuah takhta yang ditopang oleh singa dan juga dilindungi oleh chattra di bagian puncaknya. 

    Foto: Keping ke-96, galeri 2, dinding dalam, Gandawyuha

    Demikian pula keping ke-98, juga diduga masih menggambarkan kisah Sudhana sedang diajak oleh Westhila, sang kalyanamitra, untuk memberikan penghormatan kepada sebuah stupa. Stupa yang ada di relief ini bahkan lebih unik lagi karena memiliki chattra dengan 13 lapisan!

    Foto: Keping ke-98, galeri 2, dinding dalam, Gandawyuha

    Jadi, kesimpulan apa yang bisa kita tarik dari semua ini? Ternyata Borobudur sendiri sama sekali tidak asing dengan formasi chattra dan stupa. Melihat semua relief ini, terkesan bahwa seakan-akan Borobudur sendiri telah bercerita secara langsung kepada kita dan meminta agar kita benar-benar menyimak tuturan-tuturannya. Relief-relief Borobudur sendirilah yang membuktikan bahwa Borobudur sendiri sebenarnya tidaklah anti-chattra. Jelas Van Erp tidak berimajinasi tanpa dasar ketika beliau merekonstruksi kembali sebuah chattra dengan bentuk tiga tingkat menggunakan serpihan-serpihan batu yang beliau temukan ketika beliau memimpin proyek ekskavasi dan restorasi Candi Borobudur. 

    Infografis Chattra di Borobudur dari Sangha Vajrayana Indonesia

    Sekarang, pertanyaannya adalah: apakah kita akan mengindahkan relief-relief ini dan menuruti kehendak Candi Borobudur untuk bisa paripurna dengan chattra terpasang di puncak stupa utamanya? Apakah kita berkeinginan untuk bisa seperti Sudhana yang memberikan puja bakti kepada stupa Candanaphita yang juga memiliki chattra?

    Sumber rujukan: 
    N. J. Krom (1927). Barabudur: Archaeological Description. The Hague: Martinus Nijhoff

    Penulis: Prawirawara Jayawardhana

    Artikel ini pertama kali terbit di borobudurwriters.id

    borobudur chattra
    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    Previous ArticleMemahami Chattra dan Melerai Sebuah Polemik
    Next Article Ada Chattra di Stupa Bali – Studi Kasus: Goa Gajah
    Redaksi Lamrimnesia

    Related Posts

    Ada Chattra di Stupa Bali – Studi Kasus: Goa Gajah

    Memahami Chattra dan Melerai Sebuah Polemik

    Memaknai Borobudur dengan Keyakinan

    Leave A Reply Cancel Reply

    Dharma Patron Rutin
    Dharma Patron Rutin

    Penyokong Dharma Mulia dengan berdana secara rutin setiap bulannya untuk menjaga kesinambungan pelestarian dan pengembangan Dharma di Nusantara. Berapapun nominalnya, akan sangat bermanfaat bagi Buddhadharma di Indonesia.


    Dharma Patron Non-Rutin
    Dharma Patron Non-Rutin

    Penyokong Dharma Mulia dengan berdana sekali waktu untuk pelestarian dan pengembangan Dharma di Nusantara. Berapapun nominalnya, akan sangat bermanfaat bagi Buddha dharma di Indonesia.


    MEMBERSHIP
    • login
    • register

    Infografis

    Find us At
    • facebook
    • instagram
    Lamrimnesia

    Lamrimnesia

    Yayasan Pelestarian dan Pengembangan Lamrim merupakan sebuah yayasan yang dirikan untuk melestarikan dan menyebarkan tradisi Lamrim guna mendorong bangsa Indonesia, khususnya generasi muda, untuk melakukan praktik Dharma yang didasari oleh ilmu yang nyata sehingga menciptakan perubahan positif bagi seluruh Nusantara.

    Hubungi Kami:

    Call Center Lamrimnesia
    Care - +6285 2112 2014 1
    Info - +6285 2112 2014 2
    email: [email protected]
    facebook: facebook.com/lamrimnesia

    Recent Posts
    April 30, 2025

    Merenungkan Demo Hari Buruh dari Sudut Pandang Buddhis

    April 25, 2025

    Tiga Bulan YPPLN Berkarya – Triwulan Pertama 2025

    April 21, 2025

    Melampaui Gender: Potret Perempuan dalam Sutra Agama Buddha

    Store
    © 2025 ThemeSphere. Designed by ThemeSphere.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.