oleh Kevin Chow
Belakangan ini, kita banyak disuguhi berita-berita yang membuktikan bahwa dunia sedang tidak baik-baik saja. Mulai dari berita pandemi dan perang yang masih berlangsung di kancah global hingga berita di skala nasional berupa bencana alam, kasus pembunuhan polisi, hingga kasus-kasus lainnya yang terkadang membuat kita bertanya-tanya: “Kok bisa gitu ya?”. Untuk kasus-kasus tertentu, kita membaca berita tersebut dan berusaha untuk mencerna apa yang sedang terjadi karena terlihat tidak masuk akal. Mungkin, kita sempat berada di satu titik di mana kita berpikir bahwa apakah ini benar-benar mereka (yang terlibat dalam kasus tersebut) yang tidak beres atau kita sebagai pembaca yang gagal memahami perspektif mereka.
Misteri Kematian Keluarga di Kalideres
Sebut saja salah satu kejadian yang masih hangat dan baru terjadi di Kalideres, Jakarta. Dilaporkan bahwa satu keluarga yang beranggotakan empat orang ditemukan tewas di dalam rumah. Berdasarkan otopsi singkat yang telah dilakukan oleh pihak kepolisian, para korban tersebut diduga tewas karena kelaparan dan tidak ditemukan makanan dalam lambung dari seluruh anggota keluarga tersebut. Penyelidikan lebih lanjut menyatakan bahwa keluarga tersebut hidup berkecukupan yang setidaknya mampu menepis anggapan bahwa mereka bunuh diri karena tidak mampu membeli makanan. Tidak ditemukan juga adanya tanda-tanda kekerasan atau tindak kriminal. Hingga saat ini, motif kematian ini masih belum terungkap. Perlu ditekankan disini bahwa penyebab dan motif adalah dua hal yang berbeda.
Seorang Kriminolog Universitas Indonesia (UI), Adrianus Meliala menilai bahwa keyakinan apokaliptik bisa menjadi salah satu dugaan akan motif dari dari kasus ini. Dikutip dari KompasTV, kata “apokaliptik” berasal dari bahasa Yunani ‘apokalyptien’ yang memiliki arti mengungkapkan sesuatu yang jauh. Kata tersebut diserap ke bahasa Inggris menjadi apocalypse atau di bahasa Indonesia apokalips. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), apokalips memiliki dua makna, yakni wahyu; penyingkapan dan kehancuran dunia pada akhir zaman. Secara singkat, pemahaman ini membicarakan persepsi soal kehancuran dunia di akhir zaman. Beberapa contoh penganutnya misalnya sekte Aum Shinrikyo yang mendalangi serangan gas sarin di Jepang pada tahun 90-an dan kelompok Concerned Christian asal Amerika Serikat yang sempat dideportasi dari Israel karena dugaan percobaan terorisme.
Menguji Pemahaman Apokaliptik
Dari sini, kita akan mulai membahas poin-poin yang cukup menarik dari paham apokaliptik ini dan mengujinya berdasarkan pemahaman Buddhisme yang telah dibahas pada artikel sebelumnya, yaitu keyakinan akan adanya kehidupan mendatang setelah kematian. Koordinator Prodi S2 Kajian Ilmu Kepolisian Universitas Airlangga (Unair) berpendapat bahwa para pengikut paham apokaliptik ini ingin meninggalkan dunia sebelum adanya penghakiman atau munculnya kiamat. Para penganut paham tersebut berspekulasi bahwa mereka lebih baik mengakhiri hidup dengan “lebih terhormat” sebelum terjadinya kiamat yang dianggap sebagai hukuman dari Tuhan.
Kita semua tahu bahwa cepat atau lambat, kita semua pasti akan menghadapi yang namanya kematian. Pertanyaannya adalah apakah mengakhiri hidup kita sendiri karena putus asa akibat perasaan keterbatasan diri dan rasa putus asa terhadap sistem kehidupan yang ada merupakan tindakan yang tepat dan bijaksana? Apakah dengan mengakhiri hidup kita saat ini maka segala sesuatu akan selesai begitu saja dan tinggal menghadapi “penghakiman” dari Tuhan? Jika “penghakiman” dari Tuhan tersebut berbentuk surga dan neraka, apakah kita memiliki kesempatan untuk berpindah alam dari nereka ke surga (begitu juga sebaliknya) setelahnya atau kita akan selamanya berada di salah satu alam tersebut tanpa ada kemungkinan untuk keluar dari sana? Jika memang masa kehidupan kita di salah satu alam tersebut bersifat kekal dan apabila kita jatuh ke alam neraka karena perbuatan jahat kita lebih banyak daripada perbuatan baik yang telah kita lakukan selama hidup kita, apakah berarti semua perbuatan baik yang pernah kita lakukan semasa hidup kita menjadi sia-sia begitu saja karena pada akhirnya kita akan terjatuh dan menderita di alam neraka selamanya tanpa ada kesempatan untuk keluar?
Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat berkaitan erat dengan konsep karma dan pemahaman kita bahwa kehidupan yang kita jalani itu tidak hanya sekali ini saja. Buddhisme percaya bahwa setelah kematian, kita akan terus menjalani kehidupan yang lain secara berulang-ulang apabila kita tidak pernah melakukan sesuatu untuk menghentikan akar dari proses ini. Walaupun kepercayaan-kepercayaan lain juga menyatakan bahwa mereka meyakini adanya kehidupan setelah kematian berupa kelahiran di surga dan neraka, Buddhisme menekankan pada kata kunci “berulang-ulang” yang menyiratkan bahwa kehidupan kita tidak hanya akan berakhir di antara surga atau neraka itu selamanya, melainkan akan ada kehidupan lain lagi setelahnya.
Setidaknya, ini bisa menjustifikasi konsep karma yang telah kita pelajari bahwa segala sesuatu yang telah kita perbuat akan selalu menjadi sebab yang akan berbuah pada suatu hasil. Didukung oleh konsep kelahiran yang berulang setelah kematian, kita akan menyadari bahwa setidaknya kita masih diberi kesempatan untuk melakukan suatu tindakan yang akan menjadi sebab untuk berbuahnya karma bajik yang pernah kita pupuk di masa lalu. Mengambil contoh makhluk yang terlahir di alam neraka karena karma buruknya yang lebih banyak, kita tidak bisa serta-merta langsung menghakimi bahwa ia sepenuhnya salah dan semua perbuatan bajik yang pernah ia lakukan semasa hidupnya tidak ada nilainya sama sekali. Dengan adanya kehidupan selanjutnya setelah kelahirannya di alam neraka, setidaknya ia masih diberi kesempatan untuk merasakan buah dari karma bajik sebagai akibat dari perbuatan baiknya di masa lampau.
Kenapa Pemahaman akan Kehidupan Mendatang Menjadi Sangat Penting?
Pemahaman yang benar akan kehidupan mendatang menjadi sangat penting bagi kita karena kita jadi termotivasi untuk meninggalkan segala sesuatu yang bersifat tidak bajik dan terus berusaha untuk kebajikan dalam hal apapun yang bisa kita lakukan. Semua itu kita lakukan semata-mata karena kita tahu bahwa segala perbuatan tersebut tidak hanya akan berdampak pada kehidupan saat ini saja, melainkan pada kehidupan kita yang akan datang juga. Paling tidak, pemahaman ini juga akan menyelamatkan kehidupan kita saat ini sehingga kita tidak terjerumus ke paham-paham sesat yang mengaburkan pandangan benar dan logika kita seperti para penganut paham apokaliptik tersebut.
Jadi, kita harus terus belajar sehingga kita bisa semakin mengasah kemampuan kita dalam membedakan mana hal yang benar dan salah sehingga tidak mudah terjatuh ke pandangan yang keliru. Gimana sih cara belajarnya? Salah satunya adalah tentu saja dengan terus belajar Dharma, baik itu dari mengikuti pengajaran Dharma langsung, membaca buku-buku Dharma, atau minimal membaca semua artikel dari Lamrimnesia (setelah baca artikel, cari tahu lebih lanjut, ya!). Jadi, yuk kita bareng-bareng mempelajari, merenungkan, dan mempraktikkan semua Dharma di sekitar kita dalam kehidupan sehari-hari!
Referensi:
Pembebasan di Tangan Kita Jilid II oleh Phabongkha Rinpoche
Risalah Agung Tahapan Jalan Menuju Pencerahan: Lamrim Chenmo Jilid 1 oleh Je Tsongkhapa
Apa itu Apokaliptik, Disebut Penyebab Kematian Keluarga di Kalideres – Kompas.com
Benarkah Kematian Keluarga di Kalideres Dipengaruhi Paham Apokaliptik? Ini Tanggapan Pakar Unair – unair.ac.id