oleh Panitia Vesak KMBUI 2021
DEPOK, 6 Juni 2021 – Kondisi COVID-19 yang mengharuskan banyak aktivitas dilakukan di rumah membuat perayaan Waisak secara daring menjadi salah satu cara mempersatukan umat Buddha di Indonesia. Keluarga Mahasiswa Buddhis Universitas Indonesia (KMBUI) mengadakan rangkaian acara perayaan Waisak yang dimulai pada tanggal 22 Mei hingga 6 Juni 2021. Rangkaian acara tersebut meliputi fangshen yang dilaksanakan di Danau Mahoni Universitas Indonesia, perayaan puja bersama Cetiya Dhamma Manggala, berbagai perlombaan, workshop bedah buku bersama Ehipassiko Foundation, dan ditutup dengan webinar yang dihadiri oleh Yang Mulia Biksu Lobsang Gyatso.
Workshop bedah buku “Holy Jolly Joey” yang berisi panduan meditasi berdasarkan Ajahn Brahm dipaparkan oleh tiga pembicara dari Ehipassiko Foundation, yaitu Handaka Vijjānanda, Kartika Swarnacitra, dan Intan Dhitadhivara. Pada sesi pembahasan pertama disampaikan intisari meditasi oleh Bapak Handaka, lalu dilanjutkan oleh Ibu Kartika mengenai meditasi yang dapat dilakukan oleh siapa saja termasuk anak kecil, dan yang terakhir praktik langsung bermeditasi dengan instruksi dari Ibu Intan.
“Tujuan paling utama dari bermeditasi adalah pemusnahan noda batin demi keterbebasan batin yang tidak tergoyahkan agar kebal terhadap duka,” tutur Bapak Handaka.
Dengan penjelasan yang telah disampaikan ketiga pemapar materi tersebut, kita jadi mengetahui bahwa meditasi memiliki banyak bentuk dan variasi dalam pelaksanaannya. Meditasi dapat dilakukan oleh setiap individu terlepas dari faktor luar dan tidak terpaku pada satu posisi saja.
Acara puncak dari perayaan Waisak KMBUI adalah Webinar Dhammatalk yang mengusung tema Sad Paramita dengan pemapar materi Yang Mulia Lobsang Gyatso. Acara ini disiarkan di Youtube Vesak KMBUI secara langsung pada Minggu, 6 Juni 2021. Pada siang hari itu, Yang Mulia Lobsang Gyatso memulai Dhammatalk dengan menjelaskan arti Sad Paramita dari berbagai referensi.
Salah satu yang dituturkan oleh Yang Mulia Lobsang Gyatso, “Praktik paramita yang tepat adalah bebas dari kemelekatan pada diri dan perbuatan mementingkan diri sendiri.”
Selanjutnya Beliau membahas mengenai paramita yang diumpamakan seperti tiba di pantai seberang. Pantai seberang di sini dapat diartikan sebagai kebebasan dari belenggu dan objek ketakutan yang mengarah pada Kebuddhaan. Dapat diartikan juga seperti keadaan yang sudah bertransformasi menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya melalui enam praktik tertentu. Dalam praktiknya, setelah kita menyeberangi sungai halangan kita akan mencapai pantai seberang. Hal ini berarti kita menjadi sempurna dalam suatu hal dan untuk jangka waktu yang lebih panjang, sungai ini perlu diseberangi beberapa kali.
Beliau juga menuturkan salah satu cerita yang menarik, yaitu cerita mengenai Bhante Sariputra yang sempat beralih dari jalan Bodhisattwa karena di salah satu kehidupan lampaunya, Beliau menyesal mendanakan bola mata kepada pengemis yang meminta hanya untuk membuangnya. Sesi Dhammatalk diakhiri dengan tanya jawab oleh para peserta yang menghadiri webinar dan dijawab secara langsung oleh Yang Mulia Lobsang Gyatso.