Coba deh, amati pikiran kita. Setiap kali mau memutuskan sesuatu, apa sih yang jadi pertimbangan kita? Hampir pasti jawabannya adalah “usaha sesedikit mungkin supaya untung sebesar mungkin.” Pola pikir ini begitu umum sampai-sampai menjadi basis dari berbagai teori ekonomi. Bahkan nggak jarang saking maruknya kita menerapkan prinsip ini, kita malah jadi makin ribet dan rugi atau merepotkan orang lain.
Prinsip ini sebenarnya nggak salah kok. Kalau kita menerapkannya dengan tepat, artinya kita akan punya lebih banyak waktu dan tenaga untuk meraih hasil yang lebih besar. Hanya saja kita harus smart agar yang kita lakukan benar-benar bermanfaat dan nggak bikin susah diri sendiri maupun orang lain. Satu hal lagi yang lebih penting, jangan urusan duniawi saja yang kamu pikirin sampai segitunya. Urusan karma baik juga perlu! Kalau ada kesempatan bikin kebajikan yang berkekuatan besar, masa nggak mau? Kan untungnya nggak cuma di kehidupan ini, tapi juga sampai kehidupan yang akan datang!
Dalam topik hukum karma yang diajarkan Sang Buddha, ada hal-hal tertentu yang membuat karma yang kamu lakukan jadi berkekuatan besar. Kalau karmanya tidak bajik, ya akibatnya berat. Namun, kalau itu adalah karma yang bajik, kebajikan yang dihasilkan juga jadi berlipat ganda. Jika kita memahaminya dengan baik, kita bisa menghimpun kebajikan yang luar biasa dengan sedikit upaya.
Seperti apa sih karma yang berkekuatan besar itu? Dalam kitab “Pembebasan di Tangan Kita” karya Guru Phabongkha Rinpoche, penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Karma yang berkekuatan besar karena ladangnya
Ladang yang dimaksud di sini adalah kepada siapa/apa suatu karma dilakukan. Kekuatan karma akan menjadi besar jika ladangnya adalah orang yang memiliki kebajikan luar biasa atau telah berjasa besar bagi diri kita.
Berdasarkan prinsip ini, bakti pada orang tua adalah bentuk kebajikan yang berkekuatan besar karena mereka telah berjasa merawat dan membesarkan kita. Kebajikan kepada Triratna juga kekuatannya luar biasa karena mereka tidak hanya merupakan kumpulan kebajikan yang luar biasa, tapi juga berjasa menjauhkan kita dari penderitaan samsara dan bahkan membawa kita ke pencapaian penerangan sempurna!
Jika diurutkan, ladang karma yang memberi kekuatan besar dari yang paling ringan hingga paling berat adalah orang biasa, orang tua, petapa saleh, Bodhisatwa perumah tangga atau biksu, Buddha, dan guru spiritual. Ini berlaku untuk karma baik maupun karma buruk. Dalam Prasanta-viniscaya-partiharya-sutra, dijelaskan bahwa karma buruk dari mencegah seorang Bodhisatwa memberi makan seekor binatang lebih berat dibanding mencuri dari semua makhluk. Ini bisa terjadi karena mencegah aktivitas Bodhisatwa berarti kita mencegah aktivitas yang bertujuan untuk menolong semua makhluk dari penderitaan. Dengan kita mencegah aktivitas tersebut, secara tak langsung kita telah membahayakan para makhluk.
Kita tidak akan pernah tahu siapa yang Bodhisatwa dan siapa yang bukan. Bisa jadi orang yang kita beri makan hari ini atau orang yang kita hina sambil lalu adalah seorang Bodhisatwa. Kita tidak tahu kapan tindakan kita yang “biasa-biasa saja” dapat menjadi karma berkekuatan besar. Oleh karena itu, senantiasa bersikap baik pada semua orang adalah salah satu cara paling mendasar untuk menghimpun kebajikan yang luar biasa!
2. Karma yang berkekuatan besar karena pelakunya
Kekuatan karma juga bergantung pada kita yang melakukan. Jika orang yang diliputi ketidaktahuan melakukan suatu karma buruk ringan, ia tidak menyesalinya dan cenderung mengulanginya lagi dan lagi sehingga harus mengalami akibat yang berat di masa mendatang. Sebaliknya, karma buruk yang dilakukan oleh orang yang memahami Dharma, memahami tindakan bajik dan tak bajik, bisa menjadi lebih lemah karena ia dapat menyesali perbuatan tersebut dan berusaha untuk tidak mengulanginya lagi. Namun, jika dengan segala pemahamannya seseorang tetap secara sadar melakukan tindakan tak bajik, karma buruk yang harus dia alami akan menjadi berat.
Contohnya adalah ketika kita sedang memegang ikrar atau sila tertentu, misalnya Atthasila atau Sila Bodhisatwa, kekuatan karma yang kita lakukan akan semakin besar. Semakin banyak sila yang dijaga, semakin kuat pula kekuatan karma yang dilakukan karena kita secara sadar menahan diri untuk tidak melakukan tindakan tak bajik. Berdasarkan prinsip ini, seorang biksu yang memiliki ratusan sila akan menghasillkan karma yang lebih kuat dibanding sramanera yang memegang 36 sila. Begitu pula karma seorang sramanera akan lebih kuat dibanding karma perumah tangga yang hanya memegang 5 sila.
Mungkin ada yang berpikir, “Kalau gitu aku nggak mau ambil sila, ah. Kalo melanggar nanti karma buruknya makin besar.” Eits, tunggu dulu. Coba dipikir-pikir lagi. Ketika kita memegang sila, tentunya kita akan melakukan usaha ekstra untuk menjaganya. Perilaku kita akan menjadi lebih bajik dan terkendali. Di saat yang sama, kita juga akan terus menghimpun kebajikan karena secara sadar menghindari ketidakbajikan. Namun, ada baiknya kita benar-benar merenung dan menganalisis kemampuan kita. Jangan sampai kita memaksakan diri mengambil sila yang sebenarnya di luar kemampuan kita.
Baca juga: Gimana Caranya Bikin Karma Baik?
Kita dapat menghimpun kebajikan terus-menerus dengan mengambil ikrar-ikrar, bahkan saat kita sedang tidur!
3. Karma yang berkekuatan besar karena objeknya
Objek dari karma yang kita perbuat juga menentukan besarnya kekuatan karma kita. Salah satu contoh yang paling sederhana adalah berdana. Memberikan Dharma yang bisa membuat seseorang meraih kebahagiaan tertinggi jelas lebih unggul dibanding memberikan barang-barang materi yang hanya memberi kesenangan sesaat.
Mempersembahkan praktik dari nasihat guru dan para Buddha juga kekuatannya lebih kuat daripada kita memberikan barang-barang materi karena melihat para murid mempraktikkan ajaran dengan baik adalah hal yang paling menyenangkan mereka. Maka dari itu, kekuatan dari mempersembahkan praktik Dharma menjadi karma baik yang kekuatannya melampaui segala macam pemberian materi.
4. Karma yang berkekuatan besar karena sikap batinnya
Mana yang lebih bajik, bantuan yang diberikan dengan tulus atau dengan terpaksa? Jelas dengan tulus dong! Sama halnya dengan prinsip karma, ada sikap batin tertentu yang bisa membuat karmamu jadi memiliki kekuatan yang luar biasa besar. Sikap batin apa itu? Jawabannya adalah bodhicita!
Bodhicita adalah batin yang memiliki tekad luar biasa untuk meraih penerangan sempurna demi menolong semua makhluk. Ketika seseorang memiliki bodhicita, setiap tindakannya bahkan yang paling kecil sekalipun ditujukan untuk kebaikan semua makhluk. Karena itulah bodhicita membuat karma menjadi sangat kuat. Geshe Lhundu Sopa dalam kitab “Steps on the Path to Enlightenment” juga menyatakan bahwa jika kita memikirkan makhluk lain, secara tulus ingin mengakhiri penderitaan semua makhluk dan bukan hanya diri sendiri, bahkan meditasi satu menit atau belajar lima menit bisa menjadi aktivitas luas.
Semakin kuat tekadmu, semakin besar pula kekuatan karmamu. Bodhicita adalah tekad bajik yang mencakup semua makhluk yang tak terhingga jumlahnya. Oleh karena itu, kekuatan karma yang dilandasi Bodhicita juga tak terhingga hebatnya.
Bagaimana kita bisa punya Bodhicita? Baca di sini!
Nah, udah tahu kan karma seperti apa yang berkekuatan besar? Sekarang tinggal praktiknya. Ingat tahapan-tahapan melakukan karma baik yang lengkap, lalu gunakan pengetahuanmu tentang karma yang berkekuatan besar agar kamu bisa mengumpulkan kebajikan sebesar-besarnya. Lakukan dengan motivasi bajik minimal demi kebahagiaan di kehidupan mendatang atau kalau bisa untuk terbebas dari samsara dan menolong semua makhluk. Jangan lupa dedikasikan kebajikanmu yang luar biasa besar ini untuk pencapaian tujuan-tujuan itu!
Referensi:
- “Karma” oleh Dagpo Rinpoche
- “Pembebasan di Tangan Kita” oleh Phabongkha Rinpoche
- “Risalah Agung Tahapan Jalan Menuju Pencerahan” (Lamrim Chenmo) oleh Je Tsongkhapa
- “Steps on the Path to Enlightenment” oleh Geshe Lhundup Sopa