“Karma negatif dengan menghancurkan seluruh stupa di Jambudwipa tidak akan seberat karma negatif yang dihasilkan dari menolak Dharma. Dalam cara yang sama, bahkan karma dari membunuh Arahat yang sejumlah pasir di Sungai Gangga tidak akan seberat karma negatif dari menolak Dharma.”
-Phabongkha Rinpoche (“Pembebasan di Tangan Kita” Jilid I)
Dalam artikel sebelumnya, sudah dijelaskan bahwa pandangan salah atau ditthi merupakan karma hitam pikiran yang paling berat dibandingkan dengan keserakahan dan niat jahat. Secara logis, jika Dharma adalah kebenaran universal, maka pandangan salah ini adalah kebalikannya. Aspek lain yang membuat karma hitam pandangan salah menjadi karma yang berat adalah karena karma hitam ini bisa menjadi sumber terjadinya 9 karma hitam, lainnya yaitu: membunuh, mencuri, Tindakan seksual yang tidak pantas, ucapan tidak benar, ucapan memecah belah, ucapan kasar, ucapan tak berguna, keserakahan, dan niat jahat. Sebab lainnya adalah ketika pandangan salah sudah terjadi, seseorang akan sulit berubah karena sifat esensi dari pandangan salah sendiri adalah meyakini suatu pandangan yang salah sebagai kebenaran dan mencengkeramnya erat-erat.
Masih berkaitan dengan artikel pandangan salah sebelumnya, karma hitam yang lengkap bisa mengakibatkan 3 akibat sekaligus yaitu akibat yang matang sepenuhnya, serupa dengan penyebabnya, dan akibat yang mempengaruhi lingkungan. Maka dari itu kita perlu mengetahui apa yang membuat jalan karma pandangan salah ini menjadi lengkap. Jalannya adalah sebagai berikut:
- Dasar: sesuatu yang eksis, misalnya hukum karma, samsara, Empat Kebenaran Arya, Buddha, dan Bodhisattwa;
- Pemikiran, terbagi menjadi 3, yaitu:
- Identifikasi: keyakinan bahwa adalah benar mengingkari hal-hal yang sebenarnya eksis.
- Motivasi: keinginan untuk mengingkari dasar, jadi menganggapnya tidak eksis.
- Klesha: didasari kemelekatan, kebencian, atau kebodohan.
- Tindakan: pengingkaran dengan merenungkan dan mengembangkan pandangan salah sehingga intensitasnya semakin kuat. Jenis pengingkaran di sini ada 4 dan akan dijelaskan lebih lanjut di bawah.
- Penyelesaian: memutuskan bahwa pandangan salah yang dikembangkan merupakan kebenaran yang nyata dan alami. Kita jadi benar-benar meyakini bahwa dasar yang kita ingkari adalah sesuatu yang tidak eksis.
Aspek tindakan dari jalan karma pandangan salah terdiri atas 4 jenis pengingkaran:
- Pengingkaran sebab: berpikir bahwa tidak ada yang namanya tindakan benar atau salah, karma bajik atau tak bajik.
- Pengingkaran akibat: berpikir bahwa tindakan kita tidak akan menghasilkan akibat apapun.
- Pengingkaran aktivitas: terdiri atas tiga jenis, yaitu menganggap tidak ada ayah dan ibu, menganggap tidak ada kehidupan lampau dan mendatang, serta menganggap makhluk hidup tidak bisa lahir secara spontan.
- Pengingkaran entitas yang eksis: menganggap sesuatu yang ada menjadi tidak ada, misalnya tidak mengakui adanya arahat.
Sama seperti karma pikiran lainnya, nggak semua pikiran ‘iseng’ yang kadang muncul di batin kita termasuk karma hitam pandangan salah. Ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu kondisi batin seperti ini:
- Tidak memiliki pengetahuan atau memiliki kesalahpahaman terhadap keberadaan hal yang diingkari.
- Menyukai ketidakbajikan dan bergembira saat melakukan tindakan-tindakan yang merugikan.
- Terus-menerus merenungkan pemikiran yang salah karena berkonsentrasi pada ajaran yang tidak benar.
- Menolak nilai dari aktivitas bajik seperti praktik kemurahan hati, membuat persembahan, dan sebagainya serta menganggap aktivitas itu tidak berguna.
- Dengan penuh percaya diri meyakini bahwa pandangan yang salah itu merupakan kebenaran yang sempurna.
Saat kita mempelajari sesuatu, ada yang sulit diterima dan mudah diterima baik dari aspek logika/penalaran ataupun emosi. Hal ini tidak lepas dari karma-karma yang kita lakukan di masa lalu, khususnya pandangan salah. Pandangan salah dan pandangan benar seperti dua sisi koin. Mengembangkan pandangan salah membuat kita tidak bisa melihat pandangan benar dan sebaliknya.
Masalah timbul ketika seseorang mengandalkan pengalaman hidupnya sebagai satu-satunya pegangan. Pengalaman memang guru yang paling baik, tapi tidak ada yang menjamin pengalaman tersebut mengajarkan konsep yang benar atau salah. Misalnya suatu hari kita bertemu orang yang terjatuh di jalan. Kita pun menghampiri orang itu itu dan menolongnya untuk berdiri. Eh, ternyata saat kita menolong orang itu, temannya mencuri dompet kita. Kita pun berkesimpulan, “Lain kali aku tidak boleh menolong orang lagi, orang baik itu sasaran empuk penipu.” Kesimpulan dari pengalaman ini tidak hanya kita pegang erat-erat, tapi kita ajarkan juga pada orang lain: pada saudara, teman, anak-cucu. Kita menutup mata pada kemungkinan bahwa orang yang butuh bantuan di depan mata kita benar-benar membutuhkan pertolongan kita. Kita mengabaikan fakta bahwa ada orang lain yang pernah menolong orang asing dan yang ditolong benar-benar berterima kasih sepenuh hati. Jadi, bersikeras pada pengalaman pribadi bisa jadi berbahaya dan menyebabkan kita memegang pandangan salah. Parahnya lagi, semakin banyak pengalaman kita, semakin rawan pula kita terjerat dalam pandangan salah.
Sepanjang hidup kita, banyak sekali momen-momen yang membuat kita bisa dengan mudah mengembangkan pandangan salah. Namun, kita bisa mengatasinya dengan menjaga kewaspadaan dan berpikir terbuka. Kita harus melatih sikap rendah hati dan menganggap bahwa masih banyak hal-hal yang kita tidak ketahui secara jelas. Hal ini sebenarnya sejalan dengan salah satu sikap dalam mendengar Dharma yang menganggap diri kita sebagai pasien yang sedang sakit. Kita harus menyadari bahwa apa yang kita lihat dan pahami belum tentu sesuai dengan realita karena kita berada di bawah pengaruh karma dan klesha. Buddha mengajarkan Dharma agar kita memiliki acuan hidup selain pengalaman dan persepsi kita yang dikaburkan oleh ego kita. Dengan benar-benar menghayati Dharma dengan tuntunan guru Dharma yang baik dan buku-buku Dharma serta terus berusaha memperluas wawasan, kita tentu tidak akan ngotot mencengkeram pemahaman yang belum tentu tepat tersebut sehingga menjadi pandangan salah yang menyesatkan kita dan menjerat kita dalam penderitaan.
Jadi setelah mengetahui aspek-aspek jalan karma hitam lengkap pandangan salah, kita seharusnya mulai merenungkan kerugian-kerugian yang sangat besar dari karma hitam ini, dan sebisa mungkin menjaga pikiran kita agar jalan karma pandangan salah ini tidak menjadi lengkap.
Sumber:
- “Karma” oleh Dagpo Rinpoche
- “Pembebasan di Tangan Kita” oleh Phabongkha Rinpoche
- “Steps on The Path to Enlightenment” oleh Geshe Lhundup Sopa