Tahukah kamu?
Walau jumlah umat Buddha di Indonesia hanya satu persen dari seluruh rakyat negeri ini, tradisi Buddhis yang dianut amat beraneka ragam. Karenanya, banyak sekali guru-guru besar Buddhis dari berbagai aliran dan negara yang datang ke Indonesia.
Dari sekian banyak guru besar tersebut, ada satu orang guru yang sudah 30 tahun menempuh perjalanan jauh demi berbagi Dharma dengan bangsa Indonesia. Lebih hebatnya lagi, beliau memiliki hubungan yang amat dekat dengan Buddhadharma asli Nusantara yang sempat berjaya di zaman Sriwijaya dan Majapahit dahulu.
Siapakah guru itu? Beliau adalah Yang Mulia Dagpo Rinpoche.
Dagpo Rinpoche Losang Jampel Jampa Gyatso, begitu nama lengkapnya, dilahirkan pada Februari 1932, di Distrik Kongpo, sebelah Tenggara Tibet. Dalai Lama Ketigabelas, Thubten Gyatso (1876-1933), mengenalinya sebagai reinkarnasi dari seorang mendiang guru abad ke-19, Dagpo Lama Rinpoche Jamphel Lhundrup Gyatso (1845-1919), yang juga dikenal dengan nama Bamchoe Rinpoche ketika Beliau berumur satu tahun. Bamchoe Rinpoche berperan penting dalam menghidupkan kembali ajaran Lamrim di Tibet tengah dan selatan
Inkarnasi utama Dagpo Rinpoche lainnya adalah guru berkebangsaan Indonesia, Suwarnadwipa Dharmakirti, yang dimana dari Beliau-lah Guru Atisha menerima instruksi tentang batin pencerahan; serta Marpa Sang Penerjemah (1012-1097) yang mendirikan silsilah Buddhis Kagyu Tibet sekaligus guru dari meditator agung Milarepa.
Pada usia enam tahun, Dagpo Rinpoche memasuki Biara Bamchoe. Beliau belajar membaca, menulis dan mempelajari dasar-dasar Sutra dan Tantra. Pada usia tiga belas tahun, Beliau memasuki Biara Dagpo Shedrup Ling (juga dikenal sebagai Dagpo Dratsang/ Lamrim Dratsang) yang terkenal dengan standar pendidikan dan disiplin yang tinggi. Di sana beliau mempelajari lima topik utama filsafat Buddhis—Logika, Paramita, Madhyamika, Abhidharma, dan Vinaya–dengan penekanan khusus pada Lamrim, Tahapan Jalan Menuju Pencerahan, serta menguasai debat dialektika.
Pada tahun 1956, Rinpoche meneruskan pendidikannya di Gomang Dratsang, salah satu dari empat kampus Biara Universitas Drepung yang merupakan salah satu biara terbesar di Tibet. Namun, saat Tiongkok menginvasi Tibet pada tahun 1959, Rinpoche memutuskan untuk menyusul guru-guru beliau untuk mengungsi Ke India.
Di India, Dagpo Rinpoche diundang ke Perancis untuk bekerjasama dalam karya penelitian dan penerjemahan. Dengan berkah Yang Mulia Dalai Lama serta ditemani oleh Geshe Thubten Phuntsog, pada tahun 1960 Rinpoche menjadi Lama Tibet pertama yang tiba di Perancis. Pertama-tama Beliau bekerja di Paris dengan berbagai praktisi akademik, kemudian di I.Na.L.C.O, sebuah sekolah tinggi untuk studi timur, mengajar bahasa dan budaya Tibet serta melatih banyak penerjemah hingga tahun 1993.
Pada 1977 akhirnya Rinpoche menerima permohonan murid-muridnya dan dari gurunya untuk mengajar Buddhisme. Pada tahun 1978, Rinpoche mendirikan pusat Buddhisme Tibet Guépèle Tchantchoup Ling di L’Haẏ-les-Roses, dekat Paris. Pada tahun 1995, itu adalah kumpulan buddhis silsilah Geluk resmi pertama di Perancis. Ketika itu juga namanya diganti menjadi Institut Ganden Ling.
Dagpo Rinpoche telah mendirikan beberapa pusat Buddhis baik di dalam maupun luar Perancis yaitu Belanda, Swiss dan Asia Tenggara. Bermukim di Perancis selama lebih kurang 50 tahun, Beliau sangat terbiasa dengan pemikiran orang Barat dan fasih berbahasa Perancis dan Inggris. Beliau telah menyusun banyak buku dan artikel tentang Tibet dan Buddhisme serta sering diundang sebagai narasumber di media-media, seperti radio dan acara televisi.
Rinpoche rutin mengunjungi India untuk mengajar di Biara Dagpo Shedrup Ling sekaligus lanjut menerima petunjuk dari guru-gurunya. Rinpoche memiliki lebih dari 40 guru, termasuk kedua guru Yang Maha Suci Dalai Lama, Kyabje Ling Rinpoche dan Kyabje Trijang Rinpoche, termasuk Yang Mulia Dalai Lama sendiri. Di antara guru-guru segenerasinya yang masih ada hingga saat ini, Rinpoche adalah salah satu dari sedikit yang memegang sejumlah transmisi ajaran yang silsilahnya tak terputus hingga sumbernya, Buddha Sakyamuni. Selain itu, Beliau juga mempelajari puisi, tata bahasa, sejarah, dan astrologi.
Dagpo Rinpoche adalah seorang pembimbing spiritual yang dengan kerendahan hati, kebaikan, dan kesabaran tak terbatas. Selain mengajar di Eropa dan India, beliau juga selalu menyempatkan menempuh perjalanan jauh dari Prancis ke Indonesia selama 30 tahun demi mengajar Dharma, khususnya dengan metode Lamrim yang beliau warisi secara lengkap dalam silsilah yang tak terputus dari Sang Buddha. Lamrim ini sendiri merupakan metode belajar Dharma yang dipelopori oleh Guru Atisha Dipankara Srijnana, murid dari Guru Swarnadwipa Dharmakirti dari Sriwijaya yang juga merupakan kelahiran lampau Dagpo Rinpoche. Dengan kata lain, Dagpo Rinpoche mengembalikan Dharma asli Nusantara yang sempat berjaya di masa lampau.
Bertemu dan belajar kepada guru Dharma yang autentik dan penuh kualitas bajik seperti Dagpo Rinpoche merupakan kesempatan yang amat langka. Jika kamu pernah bertemu dengan beliau, bermuditalah! Jika belum, jangan putus asa. Mari kita semua sama-sama mendoakan Dagpo Rinpoche dan guru-guru Dharma lainnya berumur panjang, Dharma bertahan lama, dan mereka dapat kembali membimbing kita dalam kebajikan di bumi Nusantara.