oleh Elvan
Melanjutkan bahasan topik sebelumnya, kan katanya sakitnya karena diguna-guna YOLO itu nggak bener adanya karena habis mati ternyata kita ada kehidupan selanjutnya lagi. Bukan cuma sekali, tapi berulang kali, banyak deh pokoknya. Nah, terus karena nggak ada jaminan bahwa setelah kita mati sekarang itu next-nya kita nggak bakal “turun kasta”, jadi apa yang mesti kita lakukan dong? Jawabannya ya kita harus bisa memastikan kelahiran kembali kita yang selanjutnya itu di alam bahagia. Dalam Lamrim atau Tahapan Jalan Menuju Pencerahan, itu bisa kita capai dengan praktik berlindung atau Tisarana dan meyakini hukum karma. Di sini, kita akan mengupas lebih lanjut terkait berlindung dulu ygy.
Bagi seorang Buddhis, setelah ada pemikiran bahwa ternyata jargon YOLO bukan solusi atas sistematika, retorika, dan problematika kehidupan, maka kita perlu memahami apa itu berlindung kepada Triratna. Istilah lainnya adalah Trisarana (B. Sansekerta: tri = tiga, sarana = berlindung). Berlindung terhadap tiga yang apa? Ya Triratna itu, alias tiga permata, yaitu Buddha, Dharma, dan Sangha. Tentunya segala hal harus dimulai dari melihat sebabnya terlebih dahulu, alias motivasinya. Kita makan karena apa? Karena lapar perut, bukan lapar mata ya. Kita minum boba karena apa? Karena lagi pengen hedon, bukan karena lagi ngabisin duit harrom hasil judi bola ya. Jadi, mengulik sebab kita melakukan sesuatu itu penting supaya kita bisa menentukan apakah sesuatu yang akan kita lakukan itu tepat atau tidak, bermanfaat atau tidak. Kalau itu sudah bisa dipastikan, kita juga akan menjalankannya dengan lebih lancar.
2+1 Sebab Berlindung
Terkait berlindung ini, sebabnya harus jelas. Kalau dirangkum jadi 1 hal, maka jawabannya adalah sesuai judul artikel ini, sing penting yakin. Kalau dipecah jadi 2 hal, maka jawabannya adalah yakin bahwa di kehidupan yang akan datang, kita akan susah “naik kasta” dan jauh lebih mungkin “turun kasta” (dengan kata lain, takut lahir ke alam rendah) serta yakin bahwa Triratna ini dapat menolong kita.
Bagi orang-orang yang sudah ada sedikit benih untuk menapak tilas jejak Buddha, maka yakin-nya nambah 1, yaitu yakin bahwa lautan samsara ini tak enak, mau “kasta” tinggi ataupun rendah, dan melihat bahwa semua makhluk juga sama-sama terjebak di sini. Jadi motivasi yang ini lebih condong pada welas asih yang bikin kita ingin mengakhiri penderitaan makhluk lain juga, makanya kita berlindung kepada Triratna yang punya kemampuan itu.
Apapun ceritanya, bukan teh botol So*ro solusinya, melainkan sing penting yakin jawabannya!
Yakin gimana, Bos?
Agaknya si keyakinan yang pertama ini (atau lebih tepatnya ketakutan akan terlahir di alam rendah) sudah dibahas panjang lebar pada artikel sebelumnya. Maka yang perlu di-highlight pada artikel ini adalah keyakinan yang kedua, bahwa Triratna dapat menolong kita keluar dari samsara. Kenapa bisa begitu? Jawaban sederhananya sih, ya karena objek perlindungan berupa Triratna ini sudah bebas dari samsara. Ya logikanya kalau “berlindung” direduksi maknanya menjadi “meminta tolong”, maka kita pasti akan meminta tolong untuk suatu hal yang tidak mampu kita lakukan, namun mampu dilakukan orang lain. Contohnya seorang pengacara yang gak ngerti urusan desain akan “meminta tolong” arsitek/desainer interior untuk mendekorasi ruang kerjanya. Tidak mungkin yang dimintai tolong adalah tukang ledeng kan ya.
Hal yang sama juga berlaku untuk sebab berlindung ini. Yang kita mintai tolong haruslah sosok yang ahli di bidangnya. Dengan logika matematika sederhana dapat ditarik kesimpulan bahwa makhluk yang masih dalam samsara ini, untuk keluar dari samsara, ya mesti minta tolong ke yang sudah keluar. Bukan ke yang masih sama-sama nyebur.
Nah, terus gimana bisa memastikan bahwa sosok Triratna ini memang sudah keluar dari samsara, sehingga kita bisa mengandalkan perlindungan-Nya? Tentu kita harus kenalan lebih dekat dulu dong dengan masing-masing bagian dari Triratna ini. Tapi itu akan kita bahas di kesempatan selanjutnya. Ditunggu, ya! Jangan lupa, sing penting yakin.
Referensi:
“Pembebasan di Tangan Kita Jilid II” oleh Phabongkha Rinpoche
“Risalah Agung Tahapan Jalan Menuju Pencerahan: Lamrim Chenmo Jilid 1” oleh Je Tsongkhapa