“Unsur-unsur batin yang negatif mengganggu kita. Ini tidak hanya berlaku bagi umat Buddhis, tetapi juga semua orang, terlepas dari keyakinan mereka. Sulit dibayangkan kalau hanya umat Buddhis yang merasa tak bahagia ketika sedang marah, sedangkan umat lain menikmati kegusaran yang muncul di dalam dirinya. Tak peduli apakah kita mengikuti suatu agama atau tidak, menjadi marah adalah kondisi yang mengacaukan diri kita. Di sisi lain, ketika kita tidak bahagia lalu suatu faktor mental positif—seperti cinta kasih, welas asih, atau kesabaran—tiba-tiba timbul dalam diri kita, ini akan membuat kita lebih bahagia, santai, dan damai.”
-Dagpo Rinpoche, KTCL, Malaysia-
“Ketika saya mendapat undangan ke Indonesia untuk mengajar, saya merasa bahwa penjelasan atas topik ini akan sangat bermanfaat. Mengapa demikian? Karena dengan mengetahui tentang batin dan faktor mental yang ada di dalam diri kita, kita bisa mengetahui bagaimana cara kita selama ini berputar dalam samsara dan cara kita terbebas darinya.”
-Drepung Tripa Khenzur Lobsang Tenpa Rinpoche, Jakarta Selatan, Indonesia-
***
Di saat ilmu psikologi modern kewalahan menjawab berbagai pertanyaan tentang diri manusia, psikologi Buddhis hadir menjadi pembeda. Lebih dari 2500 tahun yang lalu, Buddha telah mencetuskan berbagai konsep tentang manusia dan batinnya. Citta & Cetasika: Mengenal Batin dari Kacamata Buddhis mengajarkan kita cara pembedahan mendalam tentang alam psikologis manusia, tidak hanya secara kajian akademis saja, tetapi juga berorientasikan perenungan dan meditasi untuk mentransformasi batin kita sendiri.