oleh Silvi Wilanda
Kwan Im merupakan salah satu dari sekian sebutan untuk Bodhisatwa welas asih agung, Awalokiteshwara. Awalokiteshwara sendiri berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti “Sang Raja (Ihswara) yang melihat ke bawah atau dunia (Awalokita)”. Kata Awalokiteshwara ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Tionghoa menjadi Guan Shi Yin Pu Sa dan disingkat menjadi Guan Shi Yin atau Guan Yin dengan makna yang hampir sama, yaitu “Ia mendengar suara jerit tangis dunia”. Guan Yin ini kemudian dialihaksarakan menjadi Kwan Im sehingga di Tiongkok dan negara-negara yang mendapat pengaruh Tiongkok, Awalokiteshwara dikenal dengan nama Kwan Im. Di berbagai negara, Awalokiteshwara disebut dengan nama yang berbeda-beda. Di Tibet, disebut sebagai Chenrezig yang berarti “Beliau yang tak pernah berhenti mengamati para makhluk dengan mata welas asih”. Di India, Beliau disebut Padmapani yang berarti “Sang Pemegang Teratai”. Di Kamboja dan Vietnam, disebut dengan Lokeshwara yang berarti “Penguasa Dunia”. Di Burma, Awalokiteshwara juga disebut dengan Lokanatha. Beragam penyebutan ini membuktikan bahwa kepercayaan dan praktik pemujaan terhadap Awalokiteshwara terjadi di berbagai belahan dunia. Selain itu, penyebutan yang beragam ini didasari dari perwujudan Kwan Im yang berbeda-beda di berbagai belahan dunia.
Banyak wujud dan nama
Ada banyak sekali perwujudan Kwan Im, di antaranya adalah perwujudan Kwan Im dengan ditemani anak laki-laki dan anak perempuan, Kwan Im dengan wujud Putri Miao Shan, Kwan Im rembulan air, Kwan Im 1000 tangan, dan sebagainya. Di Indonesia sendiri sosok Kwan Im ditemukan beragam dalam wujud Padmapani, Mahakaruna Lokeshwara, Khasarpana, Cintamanicakra, Lokeshwara, dan Amoghapasa yang dapat dilihat di Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Plaosan, dan Candi Jago. Selain keberagaman bentuk fisik, Kwan Im juga ditampilkan dalam jenis kelamin yang berbeda mulai dari sosok maskulin di Asia Tenggara, Tibet, dan India hingga sosok feminin di Asia Timur (Cina, Korea, dan Jepang). Dalam berbagai sutra, Kwan Im memang digambarkan dengan berbagai rupa maupun jenis kelamin. Dalam Sutra Barisan Kepahlawanan, Kwan Im dinyatakan dalam 32 wujud berbeda dengan 6 wujud di antaranya digambarkan dalam sosok yang feminin. Dalam Sutra Teratai, Kwan Im ditampilkan dalam 33 wujud dengan 7 wujud diantaranya merupakan sosok yang feminin.
Ragam rupa adalah wujud welas asih tanpa batas
Mengapa Kwan Im dapat memiliki perwujudan yang amat beragam? Keberagaman wujud Kwan Im bisa saja membingungkan diri kita atau bahkan dapat membuat keyakinan kita terhadap Kwan Im menjadi goyah. Padahal jika direnungkan lebih jauh, keberagaman wujud Kwan Im yang berbeda-beda tersebut justru dapat memperkuat keyakinan kita terhadap Kwan Im dan Buddhadharma.
Pertama, wujud Kwan Im yang berbeda-beda tersebut tidak lain dan tidak bukan merupakan wujud welas asih tanpa batas dari Kwan Im itu sendiri. Dalam Sutra Teratai, dijelaskan bahwa Awalokiteshwara sebagai seorang Bodhisatwa dapat mengambil beragam bentuk dan jenis kelamin, baik perempuan, laki-laki, dewasa, anak kecil, manusia, ataupun bukan manusia demi tujuan untuk mengajarkan Dharma kepada semua makhluk. Dengan kata lain, Kwan Im menyesuaikan bentuk fisiknya dengan kecenderungan dan jejak karma yang dimiliki setiap makhluk. Jika ada makhluk yang paling sesuai untuk diajar dengan perawakan fisik anak kecil misalnya, maka Kwan Im akan mengambil bentuk fisik sebagai anak kecil. Jika demikian, melampaui yang telah dijelaskan oleh Sutra Barisan Kepahlawanan dan Sutra Teratai, perwujudan Kwan Im bahkan bisa mencapai jumlah yang tidak terhingga tergantung dari kebutuhan setiap makhluk yang akan diajarinya. Hal ini menjadi mungkin mengingat bahwa batin Buddha dan Bodhisatwa sendiri mampu mencerap semua fenomena dan menjangkau seluruh penjuru. Berangkat dari kesimpulan ini, kita perlu seyogyanya bersikap baik, santun, dan mencegah datangnya prasangka buruk kepada setiap makhluk. Hal ini disebabkan karena bisa saja kita bertemu dan bahkan ditolong oleh Kwan Im dalam sosok makhluk yang tiap hari kita temui. Lebih lanjut, kita juga perlu bersikap baik kepada semua makhluk untuk dapat menghimpun kebajikan agar dapat menciptakan karma untuk bertemu dan ditolong oleh Kwan Im itu sendiri.
Hakikatnya adalah kesunyataan
Kedua, terlepas dari sosok Kwan Im mengambil rupa dalam wujud apapun dan dalam jenis kelamin apapun, pada hakikatnya kebenaran tertinggi dari semua hal adalah kesunyataan. Dengan demikian, sosok Kwan Im tidak perlu diperdebatkan karena pada dasarnya segala hakikat dari segala entitas apapun, termasuk wujud dari Kwan Im itu sendiri adalah tanpa inti dan merupakan kesunyataan.
Lambang kesetaraan
Ketiga, sosok Kwan Im yang dapat mengambil wujud sebagai laki-laki, perempuan, atau tanpa gender apapun sekalipun menandakan bahwa setiap makhluk memiliki potensi yang sama untuk mencapai pencerahan terlepas dari jenis kelaminnya. Di dunia yang lebih didominasi oleh budaya patriarki, perempuan sering dipandang sebagai jenis kelamin yang selalu dinomorduakan, tidak terkecuali dalam hal spiritual. Hal ini dapat kita lihat dalam sejarah terjadinya feminisasi sosok Kwan Im di Tiongkok yang bermula dari perlawanan rakyat Tionghoa secara tidak langsung terhadap kuatnya unsur maskulin dan patriarkal dalam lembaga keagamaan di Tiongkok pada masa itu. Kendati demikian, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, feminisasi sosok Kwan Im tidak hanya berasal dari modifikasi buatan masyarakat Tionghoa semata, melainkan benar adanya bahwa sosok Kwan Im yang feminin juga terdapat dalam berbagai sutra. Maka, keberagaman jenis kelamin sosok Kwan Im juga merupakan simbolisasi yang bermakna bahwa setiap makhluk tidak peduli apapun jenis kelamin atau apapun gendernya memiliki persamaan dalam hal pencapaian spiritual.
Sumber:
1. “Praktik Penyempurnaan Welas Asih” oleh Ven. Thubten Chodron
2. “Dewi Kwan Im Sang Penolong – Siapa dan Bagaimana Cara Melinggihkannya” oleh Ida Pandita Rsi Wiku Guhyadharma Sahang Lingsir Kecharaloka ring Payangan
3. “Avalokitesvara – Asal, Perwujudan, dan Makna” oleh Piyasilo Mahathera