Close Menu
    Facebook X (Twitter) Instagram
    Trending
    • Merenungkan Demo Hari Buruh dari Sudut Pandang Buddhis
    • Tiga Bulan YPPLN Berkarya – Triwulan Pertama 2025
    • Melampaui Gender: Potret Perempuan dalam Sutra Agama Buddha
    • Belajar Dharma dari Ne Zha 2
    • Kelahiran, Kematian, dan Kemanusiaan dalam Film Mickey 17
    • Agama Buddha dan Kemerosotan Moral
    • Lagu Titiek Puspa Yang Wajib Direnungkan
    • Brave Bang Bravern! adalah Anime Religi?
    Lamrimnesia
    • Home
    • Mari Belajar
      • Apa itu Lamrim?
      • Peta Lamrim
      • Topik-Topik Lamrim
    • Wacana
      • Berita
      • Artikel
      • Infografis
    • Buku
      • Audiobook
      • Daftar Buku Tak Berbayar
      • Resensi
    • Kegiatan
      • Festival Seni & Budaya Buddhis 2018
      • Ananda Project
      • Berbagi Dharma
      • Drepung Tripa Khenzur Rinpoche Indonesia Visit 2017
      • Indonesia Lamrim Retreat 2017
    • Dukungan
      • Dharma Patriot
        • Be a Dharma Patriot
        • Our Patriot’s Adventure
      • Dharma Patron
      • Donasi Buku Berbayar
      • Penyaluran Buku Tidak Berbayar
      • Laporan Tahunan YPPLN
      • Laporan Triwulan YPPLN
      • Laporan Keuangan YPPLN
    • Tentang Kami
    • Store
    Lamrimnesia
    You are at:Home » Wacana » Artikel » Tisarana: Kala Berlindung Bagaikan Jatuh Cinta

    Tisarana: Kala Berlindung Bagaikan Jatuh Cinta

    0
    By Redaksi Lamrimnesia on April 25, 2024 Artikel, Featured, Wacana

    Selama kita hidup sebagai manusia, rasanya paling tidak kita pernah sekali merasakan jatuh cinta. Entah karena tingkah sang dambaan hati yang lucu, wajahnya yang rupawan, ataupun sekadar karena terlanjur nyaman. Meskipun terlihat bervariasi, namun jatuh cinta ini seringkali berawal dari kekaguman kita kepada seseorang. Lalu, ketika kita jatuh cinta pun rasa-rasanya kita jadi lebih ceria dalam menjalani hari. Kita juga jadi bersemangat setiap kali membicarakannya dan rela melakukan apapun agar dapat menyenangkannya.

    Ternyata, setelah dipikir-pikir lagi, sikap yang kita muncul saat sedang jatuh cinta itu sama seperti sikap yang harus kita timbulkan sewaktu kita berlindung (Tisarana) kepada Triratna. Argumen ini bukan tanpa alasan, ya. Apabila kita renungkan dengan lebih mendalam, Triratna telah memiliki segala kualitas terunggul dan amat mahir menolong kita terbebas dari samsara. Hal ini seharusnya membuat kita kagum dan hormat kepada Triratna. Selanjutnya, kita juga seharusnya menjadi bersemangat setiap kali mengingat kualitas-kualitas agung Triratna beserta manfaat-manfaat yang kita peroleh dari melakukan Tisarana. Dengan demikian, seperti orang yang jatuh cinta, bukankah wajar apabila seharusnya kita juga ingin menyenangkan Triratna?

    Salah satu cara untuk menyenangkan Triratna adalah dengan menjaga Tisarana melalui praktik sila-sila Tisarana yang penuh kesadaran dengan konsisten. Nah setelah sebelumnya terdapat penjelasan tentang sila-sila penghindaran, dalam kesempatan kali ini kita akan sedikit membahas terkait sila-sila penguatan, yang merupakan kelanjutan dari sila-sila pribadi berdasarkan risalah Lamrim atau Tahapan Jalan Menuju Pencerahan. Berikut adalah sila-sila penguatan Tisarana.

    1. Menganggap Semua Bentuk yang Melambangkan Buddha sebagai Buddha yang Sebenarnya
      Seperti kita yang melihat foto orang yang kita sayangi sebagai bentuk yang nyata, berharap seolah-olah ia ada di hadapan kita saat ini, demikian juga dengan sila penguatan Tisarana yang pertama. Seseorang yang telah Tisarana kepada Buddha harus menganggap semua bentuk fisik yang melambangkan Buddha sebagai Buddha yang sebenarnya. Hal ini mencakup rupang yang rusak atau yang bentuknya kurang sempurna, maupun yang dibuat dari bahan yang kurang berkualitas.

      Banyak dari kita yang lebih tertarik kepada rupang yang terbuat dari logam atau rupang yang berasal dari India karena lebih perlente dan seolah-olah lebih mampu untuk membangkitkan keyakinan. Di sisi lain, kita cenderung menghindari rupang yang terbuat dari tanah liat dan bahkan membuang rupang yang telah rusak dan hancur, karena dianggap kurang menarik dan hanya mampu untuk membangkitkan sedikit keyakinan. Padahal keyakinan adalah aspek internal yang seharusnya dibangkitkan oleh diri sendiri, bukan bergantung kepada bentuk dari objek eksternal. Terlebih lagi menurut Guru-Guru Lamrim terdahulu, tindakan membuang rupang dari rumah seseorang sama saja dengan membuang kebajikan itu sendiri.
    1. Menghormati Bahkan Satu Huruf Tulisan sebagai Permata Dharma
      Ketika kita mendapatkan chat via WhatsApp maupun kartu ucapan ulang tahun dari orang yang kita sayangi, pastinya kita akan memperhatikan pesan tersebut dengan penuh penghayatan, mulai dari kata per kata atau bahkan sampai memperhatikan huruf dan tanda bacanya dengan detail. Demikian juga dengan sila penguatan Tisarana yang kedua ini, yakni kita harus menghormati setiap huruf sebagai Permata Dharma. Mengapa? Sebabnya, tanpa satu huruf tersebut, kita tidak akan mungkin untuk belajar Dharma sama sekali.

      Meskipun terdengar mudah, nyatanya kita akan sangat mudah menemukan pelanggaran sila ini dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, kita mungkin sering meletakkan buku di lantai, melangkahi buku sewaktu terburu-buru, menggunakan ludah di tangan untuk membalik halaman buku yang lengket, dsb. Padahal, tindakan ini merupakan bentuk tindakan yang tidak menghormati Dharma. Dikatakan juga dalam buku ‘Pembebasan di Tangan Kita’ Jilid II, bahwa sikap tidak menghormati Dharma dan Guru Dharma merupakan penyebab seseorang untuk menjadi bodoh secara intelektual pada kehidupan-kehidupan yang akan datang.
    1. Menghormati Bahkan Sepotong Kain dari Jubah Seorang Biksu sebagai Permata Sangha
      Pada umumnya, kita pasti pernah mengajak orang yang kita sayangi untuk menghabiskan waktu bersama ke tempat-tempat yang kita anggap menarik. Uniknya, terkadang kita turut menyimpan berbagai memento untuk mengingat dan menghargai momen tersebut, seperti menyimpan tiket bioskop, foto, aksesoris, dsb. Barang-barang itu kemudian akan begitu kita hargai dan jaga dengan penuh. Nampaknya, hal ini mirip dengan sila penguatan Tisarana yang ketiga. 

      Pada sila ini, kita harus memperlakukan Sangha dengan sangat hormat. Tidak hanya kepada sosoknya semata, tetapi juga menghormati bahkan sepotong kain merah atau kuning dari jubah Sangha yang terjatuh ke tanah maupun potongan kain dengan warna yang menyerupai jubah Sangha. Mengapa demikian? Sebabnya, sila ini membantu kita untuk mengingat kembali dan menyadari perbedaan utama antara Sangha dengan umat awam, yaitu dalam aspek jumlah sila yang diambil. Tentunya, kita harus menghormati Sangha, karena Sangha telah berkomitmen untuk melatih diri dengan cara mengambil sila yang jauh lebih banyak daripada kita.

    Penutup
    Meskipun terlihat sederhana, penerapan sila-sila Tisarana, khususnya sila-sila penguatan, dalam kehidupan sehari-hari ini tidak mudah, lho!! Setelah membaca penjelasan singkat di atas, mungkin juga akan timbul pertanyaan di dalam diri sendiri, seperti “Apakah kita mampu melaksanakan sila-sila Tisarana secara konsisten dengan kesadaran penuh? Apakah kita mampu mengeluarkan usaha dalam Tisarana sama besarnya atau bahkan lebih besar daripada saat kita berjuang mendapatkan cinta?” 

    Apabila memang dirasa belum mampu, janganlah berkecil hati. Sebagai langkah awal, kita dapat mulai melatih membiasakan diri menerapkan sila-sila penguatan Tisarana yang telah disebutkan sebelumnya setahap demi setahap. Perlu diingat juga bahwa selayaknya kita yang jatuh cinta (seperti di film-film), tidak semua ekspresi cinta perlu dibuktikan dalam bentuk yang mewah maupun meriah, justru hal-hal sederhana yang konsisten merupakan sebuah perwujudan cinta yang sesungguhnya dan tentunya lebih romantis, bukan?

    Referensi:
    “Pembebasan di Tangan Kita Jilid II” oleh Phabongkha Rinpoche

    Berlindung buddha dharma jatuh cinta sangha Tiratana Tisarana triratna
    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    Previous ArticleDukung Penyaluran Ulasan Topik Abhidharma untuk Umat Buddha Jawa
    Next Article Buddhis Butuh Baca Biografi
    Redaksi Lamrimnesia

    Related Posts

    Tulku: Kupas Fenomena “Buddha Hidup” dalam Buddhisme Tibet

    Belajar Dharma Lewat OST Wicked

    Review Film Yuni (2021): Remaja Hilang Arah, Bisakah Triratna Menuntun?

    Comments are closed.

    Dharma Patron Rutin
    Dharma Patron Rutin

    Penyokong Dharma Mulia dengan berdana secara rutin setiap bulannya untuk menjaga kesinambungan pelestarian dan pengembangan Dharma di Nusantara. Berapapun nominalnya, akan sangat bermanfaat bagi Buddhadharma di Indonesia.


    Dharma Patron Non-Rutin
    Dharma Patron Non-Rutin

    Penyokong Dharma Mulia dengan berdana sekali waktu untuk pelestarian dan pengembangan Dharma di Nusantara. Berapapun nominalnya, akan sangat bermanfaat bagi Buddha dharma di Indonesia.


    MEMBERSHIP
    • login
    • register

    Infografis

    Find us At
    • facebook
    • instagram
    Lamrimnesia

    Lamrimnesia

    Yayasan Pelestarian dan Pengembangan Lamrim merupakan sebuah yayasan yang dirikan untuk melestarikan dan menyebarkan tradisi Lamrim guna mendorong bangsa Indonesia, khususnya generasi muda, untuk melakukan praktik Dharma yang didasari oleh ilmu yang nyata sehingga menciptakan perubahan positif bagi seluruh Nusantara.

    Hubungi Kami:

    Call Center Lamrimnesia
    Care - +6285 2112 2014 1
    Info - +6285 2112 2014 2
    email: [email protected]
    facebook: facebook.com/lamrimnesia

    Recent Posts
    April 30, 2025

    Merenungkan Demo Hari Buruh dari Sudut Pandang Buddhis

    April 25, 2025

    Tiga Bulan YPPLN Berkarya – Triwulan Pertama 2025

    April 21, 2025

    Melampaui Gender: Potret Perempuan dalam Sutra Agama Buddha

    Store
    © 2025 ThemeSphere. Designed by ThemeSphere.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.