oleh BESTRELOAD
Kamu pasti pernah bertemu dengan orang yang keras kepala. Salah satu ciri-ciri orang yang keras kepala adalah sudah diberitahu, tapi selalu ‘ngeyel’ atau masih berpegang pada pemikirannya yang sudah jelas-jelas salah. Efek dari sifat keras kepala ini salah satunya adalah orang ini akan kebingungan ketika berhadapan dengan konsep baru ataupun akan kesulitan saat menerima suatu ilmu. Ini tentu membuat orang itu menderita karena kesulitan menjalani hidup.
Ternyata fenomena ini merupakan buah karma dari karma di masa lampau, yaitu mengembangkan pandangan salah. Apa itu pandangan salah? Pandangan salah atau ditthi adalah salah satu dari 10 karma hitam (Dasa Akusala Kamma), yaitu memegang erat suatu pandangan yang menyangkal sesuatu yang sesungguhnya benar-benar ada dan menganggapnya tidak ada.
Saya ambil contoh simpel pada kasus COVID-19 sekarang ini. Banyak orang yang masih menganggap bahwa virus ini tidak berbahaya atau bahkan menganggap virus ini tidak ada (berpikir bahwa ini konspirasi misalnya). Ketika orang ini memegang konsep ini erat-erat, maka orang ini sudah mengembangkan pandangan salah. Contoh lain pandangan salah dari sisi Buddhis adalah ketika seseorang menyangkal adanya sebab-akibat atau hukum karma.
Apa saja akibat dari karma hitam pandangan salah?
1. Akibat yang matang sepenuhnya:
lahir di alam rendah, bisa binatang, hantu kelaparan, atau neraka.
2. Akibat yang serupa dengan penyebabnya:
– Pengalaman yang serupa dengan penyebab: menjadi orang yang kebingungan, sulit menerima suatu ilmu, memiliki kegelapan batin, atau cenderung menipu orang lain.
– Perilaku yang serupa dengan penyebab: akan tetap memegang pandangan salah.
3. Akibat yang menentukan lingkungan:
terlahir di tempat yang sumber dayanya menghilang, secara umum mengalami kekacauan pandangan. Apa yang tidak bajik dianggap sebagai hal yang baik. Sesuatu yang tidak bersih dianggap sebagai hal yang bersih. Apa yang merupakan penderitaan dianggap sebagai kebahagiaan atau hal yang menyenangkan. Semua fenomena yang terjadi terdistorsi.
Pada level ajaran Buddha yang lebih tinggi, sebetulnya semua makhluk samsara memiliki ditthi atau pandangan salah dalam level yang subtil, yaitu menganggap ada aku yang sejati dan berdiri sendiri. Akan tetapi, konteks pandangan salah pada 10 karma hitam ini lebih kepada menyangkal suatu kebenaran yang konvensional.
Dari ketiga jenis karma hitam mental (keserakahan, niat jahat, dan pandangan salah), pandangan salah merupakan yang paling berat. Mengapa? Karena menurut penulis, ketika seseorang sudah memegang erat pandangan salahnya, maka sudah tidak bisa diperbaiki lagi, bahasa sederhananya “sudah bebal”. Coba bayangkan, bagaimana kalau kamu terlahir dengan pemikiran bahwa “membunuh itu baik” dan semua orang di lingkunganmu memiliki pemikiran yang sama? Berapa banyak karma buruk membunuh yang bakal kamu kumpulkan selama hidupmu? Nggak cuma itu, kalau lingkunganmu juga menganggap membunuh itu baik, bukan nggak mungkin nyawamu juga terancam karena mereka bisa menjadikanmu target pembunuhan. Kalau nggak kebayang, minimal kamu pasti tahu tentang rezim-rezim diktator yang mengesahkan atau bahkan memerintahkan penyiksaan dan pembunuhan berdasarkan ras atau ideologi. Kok bisa sih ada orang yang begitu kejam sampai menganggap penyiksaan terhadap sesama manusia itu nggak salah dan wajar dilakukan? Bisa jadi itu adalah salah satu akibat dari karma pandangan salah. Nggak mau kan sampai mengalami yang seperti itu?
Contoh yang lebih nyata lagi bisa kita lihat pada warga Amerika yang sempat disorot berita. Mereka memprotes kebijakan kebijakan lockdown ataupun physical distancing. Padahal kasus COVID-19 di tempat tersebut sudah mengalami kenaikan. Jadi, saat semua negara merapatkan barisan untuk melawan pandemi global COVID-19 ini dengan stay at home, warga Amerika di beberapa negara bagian tersebut malah protes untuk menolak kebijakan tersebut. Bahkan ada yang menyangkal bahwa virus ini benar-benar ada! Kita yang melihat hanya bisa geleng-geleng kepala dan bertanya, “Kok bisa ya, ada orang yang se-ignorant itu?”
Ini juga contoh akibat karma dari pandangan salah. Para demonstran menganggap bahwa virus COVID-19 ini tidak ada atau tidak menimbulkan bahaya, padahal seluruh dunia sudah sudah terdampak. Karena mereka menganggap wabah COVID-19 tidak eksis, maka mereka melakukan tindakan berbahaya seperti berkerumun tanpa memakai masker sehingga menularkan virus ke banyak orang. Menurut kita aneh, tapi dalam batin orang-orang tersebut, mereka menganggap diri merekalah yang benar. Akibatnya, jumlah korban wabah bertambah dan bahkan menjatuhkan korban jiwa. Lebih jauh lagi, mereka secara aktif berusaha memengaruhi orang lain agar sepemeikiran dengan mereka!
Apa kunci untuk menghindari pandangan salah ini? Kita perlu memiliki pemikiran yang terbuka. Saat bertemu dengan suatu konsep baru, misalnya adanya kelahiran kembali, beberapa orang kadang langsung menolak mentah-mentah tanpa ada usaha untuk mengecek kembali atau menganalisis. Saat orang ini merasa dirinya benar dan berpegang erat pada pandangan tersebut, maka pandangan salah barulah terjadi. Jadi untuk kamu yang sebenarnya masih ragu-ragu pada konsep-konsep Buddhis seperti karma atau kelahiran kembali, selama kamu masih membuka pikiranmu bahwa ini masih possible, maka karma buruk pandangan salah belum terjadi.
Sekarang kita coba kembali ke pembahasan di awal tulisan. Apa hubungannya karma pandangan salah dan keras kepala? Seseorang yang keras kepala tidak akan bisa menerima hal-hal baru, jadi ilmunya stuck sampai di situ. Mungkin kamu yang masih muda masih bisa dengan mudah menerima suatu konsep dengan pikiran terbuka, tapi coba deh lihat orang-orang sekitar kita yang sudah berumur. Mereka pasti sudah memegang erat suatu pandangan berdasarkan pengalaman hidup yang telah mereka alami, oleh karenanya kita lebih sering melihat orang berumur yang keras kepala. Bagus jika yang dipegang adalah hal yang benar, kalau hal yang salah? Sudah sulit diubah kan? Maka dari itu seharusnya kita merenungkan karma “pandangan salah” ini dengan lebih seksama ke dalam diri kita, jadi setidaknya batin kita sudah berjaga sebelum menjadi bebal.
Di sisi lain, kalau orang berumur sulit menerima pengetahuan dan konsep baru, kita yang masih muda terpapar terlalu banyak informasi sehingga kita juga harus berhati-hati. Kita harus bijaksana dalam mengolah pengetahuan baru agar tidak malah menerima pemahaman baru yang tidak tepat dan asal cocoklogi atau menggabungkan yang akan berujung pada pandangan salah juga. Kita harus membiasakan diri untuk selalu mengecek ulang informasi yang kita terima. Kita juga senantiasa membangun wawasan kita tentang apa yang bajik dan bijak dengan pengetahuan yang bisa diandalkan, misalnya dengan mempelajari buku Dharma dari sumber-sumber yang terpercaya dengan bimbingan guru yang tepat agar kita tidak salah memahaminya. Awalnya mungkin sulit dan membingungkan, tapi Jika kita terus belajar dengan tekun serta merenungkan dan memeditasikan Dharma dengan intensif, kita pasti bisa mengatasi pandangan salah yang konvensional hingga akhirnya mengatasi pandangan salah yang subtil dan meraih pencerahan yang sesungguhnya.
Sumber:
- “Karma” oleh Dagpo Rinpoche
- “Pembebasan di Tangan Kita” oleh Phabongkha Rinpoche
- “Steps on The Path to Enlightenment” oleh Geshe Lhundup Sopa